Episode 6: Tinta spesial diatas kartu nama

203 66 2
                                    

"Kau dimana?" Tanya Solon disebrang telfon.

"Aku hendak menuju bar."

Solon menepuk dahi, terdengar suara umpatan dari seberang. "Apa kau pergi dari Jakarta?"

"Ya, kemana lagi. Polisi akan terus memburuku sampai masalah itu hilang,"

"Ayolah, ini bukan kau. Jangan melarikan diri seperti pengecut, kau harus atasi para polisi di kantormu. Aku melihat diberita siaran langsung, terjadi kegaduhan di kantor pusat Yattomi."

"Aku sudah meminta Aiden (sekertaris Presdir Yattomi) mengurus sisanya."

"Baiklah apakah itu bisa menyelesaikan masalah ini?"

"Tidak. Karena itu aku meninggalkan Jakarta."

"Hey mau kemana kau? Jangan bilang kau.."

"Right. Aku akan menemui petinggi,"

"Helloo.. petinggi mana yang akan kau temui X0.1? X1.1? Ayolah mereka sedang di Kalifornia, dan tidak mungkin mereka ingin menemimu kecuali dalam pertemuan selanjutnya."

"Solon, kau dimana?"

"Eh? Apa kau ingin meminta bantuanku?"

"Tidak, jawab saja kau dimana?" Paksa pria itu.

"Aku ada di apartemant bersama.. ehem- kekasihku. Aku tidak-!"

"Di Jakarta?" Tebak pria itu.

"Iyaa.."

"Kapan pertemuan selanjutnya?" Solon terdengar menimang-nimang berpikir.

"Entahlah. Itu sudah menjadi rahasia paling misterius, kau tahu." Solon tertawa diakhir kalimat. Dia sepertinya tidak merasa prihati sama sekali dengan apa yang sudah terjadi pada pria itu. "Mereka kadang memanggil, kadang juga memerintah diwaktu yang tidak terduga. Jika saja kau sedang tidur bersama seorang wanita seksi pun, mereka tak akan peduli, asal kau tidak absen dala pertemuan ini tanpa alasan penting. Karena jika tidak.."

"Akan mendapat peringatan merah." Keduanya berkata bersamaan.

Lenggang sejenak. Sebelum akhitnya pria itu kembali membuka mulut. "Aku akan menemui X9.9"

"HEY, ARE YOU NUT'S?!" bentak Solon tak percaya, menciptakan suara krasak-krusuk telfon seperti dalamdia melompat dari duduknya. "Apa kau ingin bunuh diri?"

"Aku hanya akan meminta bantuannya."

"Tapi-! Arghh, dia tidak akan mau membantu masalahmu yang sepele ini. Tidak bisakah kau memikirkan cara lain"

"Cara apa maksudmu?"

"Yaaa.. apa kek!"

"Begini. Kau pasti hendak pergi ke Bar milik C5.7 benar?" pria itu bergumam membalas, iya. "Aku akan meminta dia melindungimu sesaat didalam sana dari kejaran para polisi. Mungkin tidak akan lama, karena jika tidak, kau akan menjadi buronan negara."

Pria itu bukannya takut justru tertawa merendahkan, sombong. "Bukankah ini adalah pekerjaan kita? Sejak masuk organisasi kita tahu ancaman apa yang akan menanti diluar sana." Solon berdesis mengangguk setuju.

"Baiklah, aku sudah mengirim pesan kepada C5.7 bahwa kau menuju ke Bar nya dalam sepuluh menit lagi. Jadi itu saja bantuan yang bisa ku lakukan, selamat tinggal!" terdengar suara kasur yang ditimpa beban berat dengan hembusan nafas Solon sebelum sambungan terputus. Pria itu sepertinya kembali meringkuk diatas kasur persama sang kekasih.

Aku melirik pria itu, kami berdua kini memakai mantel besar yang tebal. Disini sangat dingin dan berkabut, entah ini dimana, aku pun tidak tahu. Setelah turun dari helikopter disebuah lapangan luas rerumputan. Presdir Yattomi membawaku memasuki hutan, semakin dalam semakin berkabut hingga ajaib kami menemukan kota kecil sederhana dibalik kabut.

The Between Us (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang