Episode 16: Sahabat kakek Max

114 26 43
                                    

Dua puluh tahun silam..

Dua pria paruh baya duduk sempurna diatas lantai beralaskan bambu. Didepan teras sebuah rumah kuno disalah satu rumah di desa Yi O, dua pria paruh baya itu tengah menikmati hembusan angin dicuaca di pertengahan tahun.

Pintu geser menuju ruang keluarga dirumah tersebut sengaja dibuka lebar-lebar agar angin ikut masuk kedalam rumah. Tv terdengar menyala, melayangkan siaran kartun tahun 90an.

"Lucanne. Dimana teh yang kakek pesan?" Teriak salah satu pria paruh baya itu--Hans-- kedalam ruang keluarga, dalam bahasa Mandarin.

Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun yang sedang berbaring terlentang didepan Tv, bangkit. "Akan ku ambilkan, kek." katanya.

Ia melangkah kearah dapur. Seorang wanita menggunakan celemek berdiri menuangkan air panas kedalam teko. "Tehnya segera siap, Lucanne." Wanita itu meletakkan panci air panas kembali keatas kompor. Ia mengangkat nampan berisi teko dan tiga gelas cangkir. "Ayo." Wanita itu mengelus puncak kepala anak itu, mengajaknya keluar dari dapur.

Wanita itu duduk dihadapan dua pria paruh baya itu, meletakkan nampan teh. "Selamat menikmati, kakek." ucapnya dalam bahasa Mandarin.

"Terima kasih, Issa." kata Hans menuangkan teh kedalam cangkirnya dan cangkir sahabatnya--Dai Wu atau kakek Wu.

Anak laki-laki bernama Lucanne itu kembali duduk lesehan didepan tv. Namun belum sedetik bokongnya menyentuh lantai, kakek Hans kembali memanggil nama ia. "Lucanne, kemari."

Lucanne bangkit, menghampiri. "Ada apa kakek?"

Kakek Wu menepuk lantai disampingnya, agar Lucanne duduk disana. Lucanne patuh mengikuti. Cangkir yang tersisa satu lagi diisi setengah dengan teh hijau.

"Terima kasih." kata Lucanne ketika cangkir itu digeserkan kearah dia.

"Minumlah." ujar kakek Wu mendapatkan anggukan Lucanne, meneguk teh hijau itu sopan.

Angin siang hari ini berhembus sejuk. Kakek Wu terus saja melayangkan beberapa pertanyaan kepada anak itu. Kakek Hans juga sesekali menambahi.

"Masa muda memang menyenangkan. Kamu harus belajar dari kakekmu, Lucanne." Pria tua itu terkekeh, menyecap teh nya. "Saat dia duduk disekolah menengah, ia selalu memukuli orang lain. Ku pikir itu hal penting, ternyata karena seorang wanita." Hans ikut tertawa, namun Lucanne hanya menyimak tanpa berekspresi banyak, wajahnya terus datar. Semua orang tahu Lucanne bukan tipe anak yang ceria, walau begitu dia tetap menghargai setiap orang didekatnya, khususnya kepada orang tua.

Kakek Wu menepuk bahu Lucanne. Kembali bersuara. "Kau tahu, Lucanne. Ketika dia menginjak umur 26 tahun dan mulai menjadi seorang bos besar. Kakekmu sedang berada di puncak kejayaannya menjadi anggota nomer satu CH." Pria tua itu menjeda. "Dia mulai menjadi orang baik yang mematikan. Tersenyum hangat didepan semua orang, lalu membunuh banyak nyawa dibaliknya."

Issa kembali bergabung membawakan camilan, kue tradisional ala sekitar. "Kakek jangan cerita yang macam-macam kepada Lucanne. Dia masih kecil,"

"Heh.. dia kan cucuku juga. Dia harus tahu perjalanan masa muda kakeknya--Hans--yang penuh dengan pertarungan. Dialah calon anggota CH selanjutnya," Wanita itu menggeleng, pasrah. Kemudian kembali masuk kedapur. Kakek Wu menepuk kembali pundak anak itu. "Berbanggalah Lucanne. Karena kau adalah cucu dari anggota elit Crost Herschel. Dan kau akan mewarisi posisinya dimasa depan. Kau berjanji?"

Lucanne yang sejak tadi menyimak, kemudian mengangguk pelan sebagai balasan. "Itulah janji seorang petarung Lucanne."

Kakeknya, Hans yang sejak tadi mendengarkan ikut membuka mulut. "Lucanne, ingatlah, menjadi penjahat bukanlah perbuatan baik, namun orang yang baik belum tentu suci. Karena manusia khakikatnya menjadi penjahat, sebaik apapun hatinya. Dia tidak pernah menjadi suci hingga dia yakin, dia akan berguna untuk orang lain." Pesan kakek.

The Between Us (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang