Bibi menaruh piring-piring berisi lauh hasil pasakannya. Johan, Satria, dan juga Keisya mulai duduk di meja makan.
Johan mengadakan acara pesta kecil yang tidak main-main. Ia menyediakan banyak sekali makanan dan minuman segar. Jika begini, tidak beda jauh dengan Restauran yang ingin dikunjungi Satria dan Keisya.
Di tengah persiapan makan bersama, Santy bersama putranya datang di antara mereka. Santy duduk di sebelah suaminya. Sedangkan Langit, duduk di sebelah mamahnya, sekaligus berhadapan langsung dengan Satria.
"Tuan, Nyonya, makanan dan minumannya sudah siap semua. Silahkan Tuan,Nyonya, Aden, dan Nona menikmati hidangannya."
"Okehh, Terima kasih ya, Bi.." Santy mengambil piring kosong untuk Suaminya terlebih dahulu.
"Silahkan-silahkan, Pak Komandan dan Keisya juga. Jangan sungkan-sungkan. Silahkan semuanya dimakan, ya." ucap Johan.
"Ya, baiklah." Satria mengangguk-angguk senyum. Ia mulai mengambil piring kosong.
"Biar saya aja, Pak. Saya siapkan nasinya."
Santy meminta piring yang Satria ambil barusan."Waduh, maaf merepotkan."
"Sangat tidak direpotkan kok, Pak." balas Santy mengambil beberapa tuangan nasi ke piring.
Suasana makan malam ini, berjalan dengan harmonis di antara kedua keluarga ini.
Akan tetapi, hal tersebut sepertinya berlaku hanya untuk para orang tua saja. Tidak bagi Keisya, dan terlebih untuk Langit yang tak bicara atau bertindak apapun sejak duduk di meja makan. Dia.. Dia sudah tidak punya harga diri lagi di mata Keisya dan calonnya. Eh, bukan-bukan. Papah Keisya maksudnya.
Rasa canggung dan malunya masih Langit rasakan sendiri. Dia syok ketika Keisya bisa datang kemari bersama Papahnya. Itu.. Sama saja seperti memberikan bom meledak baginya.
Keisya melihati Langit sedang melamun begitu datarnya. Ia sedikit bingung mengapa cowok itu sangat pendiam di suasana seperti ini? Padahal, di benaknya ia sangat senang bisa bertemu Langit kedua kalinya di hari yang sama ini setelah mereka mendapat kabar kemenangan ujian praktik bola basket tadi siang di sekolah. Namun, justru sekarang berbanding terbalik. Langit sepertinya masih dibuat bungkam atas apa yang ia lakukan tadi.
"Kalau boleh tau, memangnya Bapak mengadakan pesta kecil ini dalam rangka apa?" Satria memulai obrolan di sela suapan pertamanya.
"Sebenernya bukan acara apa-apa juga, Pak. Makan bersama ini selalu keluarga kami adakan setiap beberapa bulan sekali untuk silahturahim."
Satria mengangguk-angguk paham.
"Waah, saya gak bisa berbohong. Makanannya enak sekali. Untung.. Aja, saya tidak jadi ke Restauran." ucapan Satria membuat Johan dan Santy tertawa.
Kemudian, Santy menoleh pada Langit yang ternyata belum melakukan apapun di meja makan ini. Sebuah piring pun tidak ada dihadapnnya.
Santy mengambilkan makanan untuknya.
"Nih, makanannya."
Langit dibuat tersadar. "Ah, i-iya, Mah. Makasih."
Satria memperhatikan cukup lama kepada Langit. Dia memiliki penilaian tersendiri terhadap cowok itu yang belum bisa diketahui oleh siapapun.
"Silahkan Tuan dan Nyonya, masuk." Bibi mengantarkan tamu yang baru tiba di rumah ini.
"Assalammualaikum.." Harist dan Aisyah baru tiba. Sepasang kekasih itu sambil membawa anak kembar mereka yang digendong masing-masing.
Ketika kedatangan mereka, Santy langsung bangun dari kursi. Ia sangat exaited dihadiri dua bayi yang menggemaskan!
Keisya cukup tertegun melihat Kak Aisyah dan Suaminya datang ke sini. Ia tak sangka acara makannya ternyata dihadiri oleh mereka juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insya Allah Sholihah ✅
Teen Fiction"Mengejar cinta? Bukan saatnya membuang waktu percuma. Gw akan terus mengejar Dia, Dia dan Dia Sang Maha Cinta." -Keisya Maharani Audya Ini, cerita seorang remaja biasa. Ketika sebuah cobaan datang, membuatnya tersadar akan posisinya. Segala upaya...