Bab 17 - Jawaban Pertanyaan

609 120 57
                                    

"Ra, nikah yuk?" 

Selama beberapa detik, Rara pikir dirinya bermimpi. Putra mengajaknya menikah? Yang benar saja!

Namun, ekspresi Putra yang tidak seperti biasanya membuat Rara merasa pendengarannya tidak salah. Ekspresi Putra saat ini sulit dideskripsikan.

"Ayo!" Rara segera menyahut sebelum Putra sempat menarik kembali ucapannya.

"Serius?" Cowok itu malah bertanya. Dia yang mengajak, dia yang tidak yakin sendiri.

"Dua rius!" jawab Rara dengan mimik serius. Kalau Putra tidak yakin, jelas dia yang harus meyakinkan dong!

Putra terdiam sejenak. "Kalau … gue nggak bisa ngasih nafkah batin gimana?" tanyanya ragu-ragu.

"Gue yang bakal ngasih lo nafkah batin!" sahut Rara tanpa pikir panjang. Rasanya Putra ingin mencubit pipi cewek itu. Masalah-masalah serius seolah bukan hal besar kalau cewek itu yang bicara.

"Apaan nih ngomongin nafkah batin?" Raja yang baru kembali tahu-tahu ikut bersuara.

"Jaaaa! Flai ngajak gue nikaaah!!" Lapor Rara seraya melompat berdiri.

"HAH?! Beneran? Yes! Kapal gue berlayar! Mantul lo, Put!"

Tahu-tahu keduanya sudah berjoget-joget macam cacing kepanasan.

"Gue nggak serius," kata Putra, defensif.

"Lo ngelamar anak orang cuma main-main doang?" balas Raja, menghentikan gerakan cacing kepanasannya.

Putra berdecak. Kepalanya jadi pening. Bukannya dia tidak serius saat mengajak Rara menikah. Selama ini dia tidak pernah merasa nyaman bila dekat dengan perempuan, karena itu, Rara jadi satu-satunya kandidat yang berpotensi bila Putra memang ingin menikah. Namun, apa iya menikah bisa semudah itu?

"... Nggak." Dia menghela napas. "Maksud gue, kalian kan tahu kondisi gue. Gue sendiri nggak yakin sama diri gue."

Rara tiba-tiba mendekat, lalu berjongkok di hadapan Putra. "Gue yakin sama lo, Put. Gue juga yakin sama diri gue sendiri kalau gue mau dukung lo terus."

"Dan dari awal gue punya feeling kalau kalian berdua cocok. Gue bakal selalu jadi shipper kalian." Tambah Raja yang kini ikut berjongkok di sebelah Rara.

Putra menatap keduanya bergantian, lalu menghela napas.

"Kita omongin ini lagi nanti. Yang jelas, skripsi kalian harus beres dulu," katanya.

"Tuh, dengerin, Ra! Kalo lo mau nikah sama Putra, skripsi lo mesti kelar dulu!" Raja mengompori.

"Lo juga! Oke, gue kebut sekarang! Kalo perlu hari ini kebut tiga bab!" Rara buru-buru kembali ke laptopnya. 

"Kalian belom nyebar angket, dodol!" Putra mengingatkan.

Rara dan Raja langsung mengerang, teringat perjalanan mereka masih cukup panjang.

"Hari ini kita fokus bikin angket aja, biar bisa cepet disebar," saran Putra.

"Asyik, Putra kebelet kawin!"

Celetukan Raja mendapat hadiah lemparan pulpen dan tatapan tajam dari Putra.

Ketiganya kembali sibuk berdiskusi demi skripsi Rara dan Raja. Demi cepat-cepat membahas rencana pernikahan Putra dan Rara pula.

Tiba-tiba Putra merasa mulas. Benarkah dia bisa menikah?

 Benarkah dia bisa menikah?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LGBT story - FLAITHRI - Cinta di Persimpangan JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang