Bab 21 - Kejujuran yang Mengejutkan

616 124 85
                                    

Di rumah keluarga Rara, sudah berkumpul ayah dan ibu Rara yang kini membeku tanpa tahu harus bereaksi apa mendengar kalimat anak perempuan mereka barusan.

Ruang keluarga mendadak sunyi setelah Rara menyelesaikan kalimatnya. Baik Hanan maupun Mira menegakkan tubuh yang tadinya bersandar santai di sofa warna terakota. Es lemon tea dan bakwan goreng hangat yang terhadang malam itu jadi kehilangan penggemar setianya.

"Dilamar?" Hanan mengangkat kacamatanya masih tak percaya.

Rara mengangguk dengan penuh semangat. "BESOOOOK!!!" Cewek itu berteriak keras. Lalu berdeham kembali menetralkan ekspresinya yang sempat ceria. Dia harus menjaga sikap dinginnya di depan kedua orang tuanya. Rara masih belum sepenuhnya memaafkan mereka sebagai penyebab tidak langsung meninggalnya Tara.

"ASTAGFIRULLAAAAAH!!" Kali ini Mira yang menjerit sambil menutup mulutnya. "Rumah masih berantakan! Ibu belum siapain apa pun! Astagfirullaaaah, Raraaaa!!" Wanita paruh baya berambut pendek itu kini lompat berdiri dan bergerak mondar-mandir tak karuan.

Hanan akhirnya bangkit berdiri menyusul istrinya. Lalu dengan lembut merengkuh lengannya dan mengajaknya kembali duduk.

"Istighfar sekali lagi, Bu." Hanan menepuk-nepuk punggung Mira berharap mampu membuatnya lebih tenang. Wanita itu memang sering heboh sendiri seperti Rara. Persis sekali.

"Rara mau dilamar, Pak! Ibu aja nggak pernah denger dia pacaran. Gimana cerita tiba-tiba lamaraaan?!" Tangan Mira bergerak-gerak lincah.

"Bagus dong kalau nggak pacaran. Langsung nikah. Itu baru laki-laki bener!" Hanan masih mengelus-elus punggung Mira dengan sabar.

"Tapi, Pak... bagaimana kalau...." Suara Mira terhenti ketika Hanan dengan cepat meremas jemari wanita itu lembut memberi isyarat untuk menghentikan kalimatnya.

"Rara suka sama dia?" Hanan menoleh dengan senyum terpasang.

Rara lagi-lagi mengiakan sambil mengangkat satu jempolnya. "Rara cinta sama Flai!" balasnya tegas masih dengan ekspresi serius.

"Apa dia mencintaimu juga?" Mira bertanya.

Rara hanya tersenyum tipis. "Flai janji akan selalu berusaha menjadi suami yang baik bagi Rara. Akan selalu berjuang membahagiakan Rara sampai ke surga. Apa itu cukup?"

"MasyaAllah!" Hanan merekahkan senyum lebih lebar. "Bapak setuju. Datanglah besok. Kami akan menyambut dengan senang hati."

Rara mematung sejenak sebelum kemudian melompat dan menubruk tubuh Hanan untuk di peluk kuat-kuat. "Enggak nyangka bakalan di-ACC secepet ini! Dosbing aja susah banget dapat tanda tangan doaaank!"

Namun, itu tak lama. Rara tersadar atas tindakan impulsif yang baru saja diberikannya. Cewek itu langsung menarik tubuhnya dan berdeham sebelum duduk kembali dengan tegak serta memasang wajah serius.

"Yah, dia malah curcol." Hanan terkekeh, tapi hatinya sedikit tenang. Bagaimana tidak. Selama ini, ada gumpalan kekhawatiran kalau Rara kesepian. Sejak kematian Tara, Hanan selalu khawatir, Rara akan menyusul. Keduanya begitu dekat sampai nyaris tak terpisahkan.

Sampai detik ini, Rara pun masih terlihat menghindari dirinya dan Mira. Hanan pun tak memaksa. Dia hanya berusaha bersikap sebaiknya. Pria itu sadar kalau wajar jika Rara belum bisa memaafkannya. Mau meminta izin untuk menikah saja sudah merupakan kemajuan besar.

Mengetahui Rara mencintai dan dicintai oleh orang lain, rasanya melegakan. Itu artinya Rara punya semangat hidup bahkan mampu untuk berniat membentuk rumah tangga. Mira pasti khawatir. Namun, jika Rara bahagia, kenapa mereka harus mencegah.

Hanan tak ingin melakukan kesalahan lagi. Cukup satu kali dan rasanya sudah membuat separuh hatinya pergi. Mira terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri. Hanan pun merasa harusnya kepala keluarga lah yang paling patut dipersalahkan. Namun, semua sudah terlambat.

LGBT story - FLAITHRI - Cinta di Persimpangan JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang