Bab 2 - Kepanikan yang Melanda

1.2K 202 115
                                    

Sepanjang mata kuliah Wirtschaftsdeutsch, Putra sulit berkonsentrasi. Semua penjelasan dosennya hanya masuk ke telinga kanan dan terpantul dengan sempurna tanpa sempat melewati apalagi meresap di otak. Untung saja dosen tidak mengajukan pertanyaan apa pun kepadanya karena pasti tidak akan bisa dia jawab.

Begitu kelas selesai, Putra segera memelesat menuju tempat kosnya, menghindari gadis bernama Rara. Napasnya memburu ketika akhirnya sukses melemparkan diri ke kasur yang empuk. Wajahnya pias karena cemas dan kelelahan batin yang sangat. 

Kamar kosnya yang nyaris serbaputih dan minimalis kini justru terasa seperti penjara rumah sakit jiwa. Mungkin perlu sedikit sentuhan warna agar kepalanya bisa menemukan solusi nyata atas masalah besarnya memiliki ketertarikan yang dilaknat Allah sebelum dirinya benar-benar jadi gila!

Putra mengenal Mahira Rania karena mereka beberapa kali sekelas dalam mata kuliah umum. Berbeda dengan tubuhnya yang mungil, gadis itu memiliki suara yang besar dan energi yang melimpah ruah. Di dalam kelas, gadis itu sering melakukan sesuatu yang out of the box dan mengeluarkan celetukan yang mengundang gelak tawa seisi kelas—atau teguran dosen.

Beberapa bulan belakangan ini, gadis itu mulai menerornya dengan pernyataan cinta.

Memang, cukup banyak mahasiswi yang mendekatinya, beberapa juga menyatakan cinta, tetapi tidak ada yang segigih Rara. Meski Putra sudah berkali-kali menolaknya dengan pedas, gadis itu tetap datang.

Lalu siang tadi, tahu-tahu saja Putra sudah menolaknya dengan menyebutkan orientasi seksualnya. 

Bodoh!

Putra bangkit dan membenturkan kepalanya ke dinding kamarnya pelan.

Aib yang selama ini berusaha ditutupinya malah dia umbar pada gadis secerewet Rara. Jangan-jangan kini gosip tentang orientasi seksualnya sudah tersebar seantero kampus.

Gue harus gimana?

Putra gelisah. Dia butuh saran.

Orang pertama yang muncul di pikirannya adalah Raja, satu-satunya orang yang paling mendekati deskripsi sahabat dalam kamusnya. Namun, dia gamang. Raja bukan penyuka sesama seperti dirinya. Dia tidak akan paham.

Nama lain muncul di benaknya kini. Satu-satunya orang yang mengetahui soal orientasinya selain Raja. Orang yang memiliki masalah mirip dengannya. Yang juga sering bermain di pikirannya.

Putra membuka aplikasi chat miliknya, mencari nama orang itu. Selama beberapa saat, dia sibuk menimbang-nimbang. Haruskah ia meminta saran pada pria itu? Menit demi menit berlalu hingga akhirnya dia membulatkan tekad, menekan-nekan layar ponselnya hingga sebuah pesan terkirim.

Assalamualaikum, Bang

Kalo orientasi seksual saya tersebar di kampus, saya harus bagaimana?

Balasan pesannya sampai tak lama kemudian.


Kenapa kamu tanya gitu, Put?

Kamu ada masalah?

Kebetulan kerjaan Abang udah selesai. Mau ketemu?

Membaca balasan itu, kegelisahan Putra menguap sesaat, digantikan dengan rasa hangat yang menjalar hingga ke pipinya.

Bang Aziz.

Pria itu berhasil menarik perhatian Putra sejak awal bertemu empat tahun lalu. Awalnya Putra tertarik semata karena tubuh atletis dan wajah teduh pria itu sesuai dengan tipe idealnya. Ditambah pertemuan berulang di masjid setiap subuh, bahkan di lima waktu salat ketika akhir pekan, membuat Putra makin mengagumi pria itu. Namun, Putra tak berani mendekat. 

LGBT story - FLAITHRI - Cinta di Persimpangan JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang