Bab 16

3.6K 366 37
                                    

Hari telah menjelang malam. Namun belum lewat pukul Sembilan. Yang Sasuke lakukan hanya diam duduk diatas pegangan balkon apartemennya. Terdiam sambil menatap langit yang entah kenapa semakin membuatnya ingat dengan istrinya. Bak bulan, Hinata ada di sisinya namun begitu susah digapai hatinya.

Nafasnya kian memberat jika kembali mengingat penolakan yang dilakukan istrinya itu. Mata bening nan sayu itu semakin terlihat rapuh karena dirinya. Hinata pasti sangat menderita. Memang, Hinata tak memperlihatkannya. Namun, ia tahu. Hinata sangat pedih hatinya. Camkan lagi, itu karena dirinya.

Semua terjadi bukan karena kehendaknya, juga karena dirinya sendiri. Dari awal, yang ingin ia lakukan adalah ingin menolak, namun tanah kelahiran Uchiha juga sama berharganya dengan Hinata. Ia ingin egois, ingin memiliki keduanya jika bisa. Jikapun ia menolak, lalu memberontak lagi. Yang ada hanya Hinata pasti dipaksa berpisah dengannya.

Menikah tanpa restu, hubungan suami-istri yang terjalin diam-diam, berbuat semaunya sendiri. Tentu saja dosa besar, apalagi jika itu adalah Uchiha Sasuke, yang memperistri seorang putri bangsawan. Hyuuga Hinata.

Ia memang tidak takut jika ia mati karena telah memperistri seorang Hyuuga, yang ia takuti adalah ketika Hinata harus ia lepaskan raganya, lepas dari genggamannya. Sudah cukup sulit ia menggapai, walau hanya sebagai pemilik raga Hinata, tapi ia bersyukur akan hal itu.

Ayah Hinata tidak mungkin mau menerimanya dengan Cuma-Cuma sebagai menantu.

Mantan kriminal, pemberontak desa, pembunuh, pemilik darah biru yang ditakuti. Sasuke tahu itu. Reputasi buruk ini bahkan tidak hanya didengar oleh desanya sendiri, tapi dalam lingkup internasional. Tentu saja ia tahu, ia adalah buruan sang Raikage.

Namun, mengingat jika Kakashi begitu baiknya mau menerimanya kembali, membuatnya semakin tinggi hati. Rasa ingin memiliki dan perasaan egois semakin membuncah.

Menculik, memperistri Hinata. Itu yang ia lakukan.

Tapi sekarang, ia tak mampu melakukan apapun lagi. Masih seperti ini, ia sudah ingin menyerah. Bagaimana jika Hinata benar-benar meminta berpisah darinya? Meminta dirinya agar diceraikan? Atau yang paling buruk, setelah bercerai darinya Hinata menikah dengan pria lain? Naruto misalnya? Tidak, tidak, tidak!

Uchiha pantang menerima kekalahan, kalaupun Hinata berpisah darinya lalu akan menikah dengan pria lain, ia pastikan pria itu mati lebih dulu ditangannya sebelum pria itu mampu menyentuh secuil kulit lembut milik Hinata.

Hah! Sasuke rasanya mau gila. Keadaan ini sangat rumit, sementara dirinya tak mampu mengungkapkan itu pada Hinata. Sialan, dadanya serasa diremas kuat kala ia mengingat sedikit bagaimana keadaan Hinata sebelum ia tinggalkan sore tadi.

Sayup-sayup sebelum ia pergi, ia mendengar rintihan lirih milik Hinata. Istrinya menangis.

Brengsek memang dirinya ini. Membuat Hinata sampai mengeluarkan air mata.

Sudah seberapa banyak kebahagiaan yang ia berikan? Sudah seberapa banyak Hinata pernah tersenyum manis padanya? Atau, sudah seberapa banyak ia memperlihatkan rasa kasih sayang? tidak! Ia yakin, otaknya hanya memikirkan nafsu. Obsesinya dengan Hinata sudah di tahap tidak bisa diselamatkan.

Sibuk dengan pikirannya yang sudah entah bagaimana sekarang, Sasuke melirikkan matanya ketika sebuah suara gedoran pintu terdengar.

Siapa yang malam-malam begini bertamu? Apalagi mengunjunginya? Naruto? Tidak mungkin, ia pasti sibuk di rumah sakit membantu Sakura atau di kantor Hokage bersama Shikamaru untuk membantu  Kakashi menyelesaikan pekerjaannya.

Ngomong-ngomong tentang Shikamaru, tadi pagi ia sempat menatap Shikamaru. Sebenarnya ingin mengatakan sesuatu. Lebih tepatnya ingin berbagi sesuatu. Ia butuh seseorang untuk mendengarkan alasannya. Memang, ada Naruto di sisinya, tapi bukan untuk pria itu. Maksudnya, di dalam ceritanya ia memang akan mempertimbangkan kehadiran Naruto di sisi Hinata, itulah, masalahnya.

If I DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang