PCD #9

616 54 3
                                    

"Jadi, sesuai prosedur tadi, saya mengumpulkan kalian disini karena saya tahu kalian yang terbaik dibidangnya," kata Dr. Adi kepada siapapun yang ada di ruangan ini.

"Operasi ini akan dilaksanakan nanti malam, sesuai dengan apa yang kita bicarakan sejak pertama kali."

Dokter Ilham, Dokter Lando, dan Dokter Prass yang berada di ruangan mengangguk. Mereka berampatlah yang akan bertanggung jawab atas operasi bypass yang akan dilaksanakan nanti malam. Operasi kali ini cukup sulit karena pasien sendiri mengalami komplikasi darah tinggi. Namun, dengan paksaan sang pasien yang rela menanggung akibatnya. Serta sudah ada hitam di atas putih membuat mereka terpaksa melakukan operasi ini.

Setelahnya, semua keluar ruangan. Malam ini mereka semua tak akan tidur nyenyak. Maka dari itu, untuk siangnya mereka semua istirahat di rumah sakit.

"Kenapa murung saja?"

Ilham terkejut mendengar suara Ivan disampingnya. Baru saja beberapa jam yang lalu Ivan memarahinya habis-habisan.

"Akan ada operasi besar nanti," balas Ilham menatap taman yang basah akibat guyuran hujan.

"Oh... bukannya sudah biasa." Keduanya hanya berdiri di tepi salah satu lorong rumah sakit saat ini.

"Kali ini gak biasa. Pasien punya riwayat darah tinggi yang beresiko. Serta..."

"Serta apa lagi?" Kata Ivan karena Ilham menggantung kalimatnya.

"Gue gugup," kata Ilham membuat Ivan mengangkat sebelah alisnya.

"Gue takut nanti gak bisa kompeten. Rekan gue semua punya titel yang mumpuni. Dokter Adi dari Oxford, dokter Prass dari Harvard, dokter Lando juga dari Oxford. Gue takut, gue yang ngehambat nanti."

"Shit Ham! Cukup lu bandingin lu dari mana. Apa gue perlu perjelas, jika lu itu muridnya dokter Rian? Dia lulusan terbaik Oxford Ham. Lagian, lu gak kuliah di luar negri itu juga karena nenek lu kan? Bukan berarti lu gak mampu! Lu inget, waktu lu galau ke gue, nerima beasiswa spesialis di University of Cambridge? Lu mau nerima tapi nenek lu kan penghalangnya. Lu itu pinter Ham? Dokter Lando gue denger dia pendaftar. Lah lu, malah ditawarin sama universitas terbaik nomor 3 di dunia. Gak usah minder!"

Hari ini Ivan menjadi penceramah untuk Ilham.

"Gue kasih tau, menjadi dokter hebat itu bukan karena lulusan universitas terbaik. Melainkan, bagaimana skillnya dalam menangani pasien. Percuma lulusan univ terbaik, kalau tidak punya skill apa saja? Ingat, semua sekarang bisa pakai uang Ham. Lu harusnya bangga sama diri lu!"

Ilham diam, yang dikatakan Ivan semuanya benar. Ia sangat menyesal menolak undangan beasiswa dari Cambridge. Saat Ilham hendak nekat berangkat, penyakit jantung neneknya kambuh membuatnya kembali hingga ketinggalan pesawat. Sejak saat itu Ilham berjanji tidak akan meninggalkan neneknya.

"Lo bener Van, gua yang terlalu pengecut," kata Ilham kembali menatap dedaunan taman yang basah.

"Thanks, kata-katanya. Lo memang sahabat gue," kata Ilham menepuk bahu Ivan kemudian pergi dari sana untuk istirahat. Ia harus dalam kondisi stamina full nanti malam. Memang terkesan ejekan, namun kata-kata Ivan mampu membuatnya bersemangat kembali.

****

Malam ini adalah malam yang besar bagi bagi parah ahli bedah. Operasi rumit kali ini, dokter Adi sengaja mengajak dua ahli jantung muda ini agar mengetahui sendiri kemampuan keduanya. Yang satu lulusan Oxford, yang satu belajar dari lulusan terbaik Oxford.

Yang membuat Adi tidak salah memilih keduanya adalah, mereka berdua mampu bekerja sama dengan baik. Bahkan saat ada sedikit kesalahan hingga pendarahan. Kerja sama dua ahli bedah toraks ini sangat bagus.

Love DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang