"Mau pesan apa? Aku pesenin," kata Alden semangat.
"Samakan saja," balas Marsha.
Tak lama, pegawai memberikan pesanan mereka. Selama makan tidak ada pembicaraan. Keduanya hening dan makan dengan khidmat.
Saat beberapa sendok, Marsha ingin mengambil minumannya. Tak sangaja ia melihat Alden yang sudah santai menopang dagunya dan menatapnya sambil tersenyum.
Marsha sangat kaget, hei baru berapa menit mereka makan dan Alden sudah dengan santainya melihatinya. Serta makanan dipiring itu sudah habis. Secepat apa manusia itu makan.
"Ka-kamu sudah selesai?" Tanya Marsha tak percaya.
"Eh, hehehe... sudah. Jangan kaget, ini kebiasaan. Kita belum pernah makan bareng?" Tanya Alden bingung.
Sedangkan Marsha menggeleng. Mereka kenal, bahkan beberapa kali Marsha mendapat tumpangan dari Alden saat hendak berangkat ke kampus. Ternyata apartemen mereka berdekatan, hampir setiap hari Alden menjemput Marsha dulu. Awalnya Marsha juga sungkan, namun lama kelamaan juga terbiasa. Lagian, selagi ada gratisan kenapa harus mengambil jalan sulit?
"Sebenernya, sebelum masuk Harvard aku tiga kali tes Akmil," jawaban Alden membuat Marsha kaget.
"Gak perlu kaget," kata Alden menyadari raut wajah Marsha.
"Terlihat?" Tanya Marsha dan Alden mengangguk.
"Iya, tes pertama gagal di fisik. Tahun yang kedua dan ketiga gagal saat 3 bulan pertama. Mungkin bukan jodoh kali jadi anggota TNI. Akhirnya aku kuliah bisnis saja. S2 baru ambil di Harvard," terang Alden.
"Hem.... balas dendam yang elite," balas Marsha.
Alden tidak diterima di Akmil, namun ia malah masuk universitas terbaik nomor 5 di dunia. Bukan orang yang mudah menyerah.
"Bener juga ya? Lagian aku sok mau jadi anggota TNI. Keluarga gak ada yang anggota," balas Alden sambil tertawa.
"Gak apa, lagi pula kamu dapat yang lebih sekarang," balas Marsha dan Alden mengangguk.
"Sha! Kamu suka apa?" Tanya Alden membuat Marsha berhenti makan.
"Suka maksudnya?" Tanya Marsha.
"Dalam konteks, benda, sesuatu atau apalah?" Tanya Alden.
"Apapun. Mungkin," balas Marsha.
"Oh... oke," balas Alden sambil tersenyum.
Marsha di sana hanya kebingungan dengan maksud Alden bertanya dan senyumannya. Namun, ia tidak berniat untuk menanyakannya.
"Lihat gak sih? Itu dokter Marsha lagi makan sama cowok?" Ucap salah satu suster memulai pergibahan.
"Siapa? Bukannya tadi itu pasien yang bikin heboh di ruangannya dokter Avlar?" Balas yang lain.
"Kalau gak salah, namanya Aldendra Alvedro. Tadi di resep yang aku antar dari dokter Avlar namanya itu," balas suster lain.
"Alvedro?!" Jerit yang lain terkejut.
"Iya, kenapa kalian heboh sekali?" Tanya suster yang mengantar obat tadi.
"Kamu gak tau Alvedro? Nama itu hanya dimiliki oleh beberapa orang di belakang namanya. Dan kabarnya, setiap orang yang bernama Alvedro memiliki sebuah perusahaan besar. Kamu tidak tau Alkansa Alvedro yang seorang pengusaha tambang minyak di Canada? Apa pria itu putranya?" Tanya salah satu suster heboh.
"Gila? Aku tidak tau. Kalau dia benar putranya dan bersanding dengan dokter Marsha. Bayangkan, dua orang besar bersatu. Wah, aku pasti berasa kutu kalau mereka benar-benar bersama."
