Marsha berjalan-jalan menuju tempat para ahli bedah. Sedikit ragu karena kemungkinan besar ia akan bertemu Ilham ataupun Tasya. Entahlah, nanti Marsha akan melakukan apa.
"Dokter Lando. Semoga dia mau," kata Marsha sambil menimang-nimang kertas di tangannya.
"Pagi dokter Marsha," sapa beberapa dokter.
"Pagi, dokter Altaf!" Panggil Marsha kepada dokter senior yang sering Marsha anggap pamannya sendiri.
"Iya dok?" Tanya dokter Altaf berhenti.
"Em, dokter tau di mana ruangan dokter Orlando? Yang katanya dokter baru," kata Marsha sambil celigak-celiguk.
"Orlando? Oh dokter Lando. Ruangannya, ada di depan ruangan dokter Ilham. Ada apa mencarinya?" Tanya dokter Altaf.
"Begini dok, ada pasien saya terkena kanker paru. Saya ingin berkonsultasi untuk pengangkatannya," jawab Marsha.
"Oh begitu, baguslah. Dia akan mendapat operasi pertamanya. Saya permisi dulu ya," kata Altaf.
"Baik dok, terimakasih!" Marsha segera menunduk.
Dengan lemas ia melanjutkan lapannya. Kenapa? Kenapa harus di depan ruangan dokter Ilham? Haduh Marsha, capek tau tidak menghindari seseorang.
Marsha berjalan, dan benar. Pintu yang dulu tanpa nama di depan ruangan dokter Ilham kini sudah bertuliskan. Dr. Ethan Orlando W. Sp. BTKV.
Dengan menghela nafas, Marsha mengetuk pintu. Berharap sang pemilik ruangan berada di dalamnya.
"Masuk!"
Mendengar ada suara, Marsha menekan knop pintu dan memasuki ruangan. Oke, ruangan rapi untuk orang yang jenius.
"Selamat pagi dokter Lando," sapa Marsha seketika dokter muda itu mengangkat kepalanya dari tabletnya.
"Pagi. Dokter?"
"Marsha!"
"Pagi dokter Marsha. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya dokter Lando mematikan tabletnya dan fokus memandang lawan bicaranya.
"Seperti ini dok. Maaf menganggu, saya Dokter Stevani Marsha dari spesialis anak. Sebenarnya, saya memiliki pasien yang menderita kanker paru. Namun, sel tumor setelah kami tahu dari hasil rontgen masih jinak. Jadi... jika dokter berminat. Dokter dapat membamti kami?" Tanya Marsha khawatir.
"Dok?" Tanya Marsha sekali lagi karena dokter ini tidak meresponnya dan malah hanya menatapnya tajam.
"Oh! Maaf, anda bilang kanker paru? Boleh saya lihat hasil rontgennya?" Tanya dokter Lando.
"Ini dok," Marsha memberikannya.
"Hem... ini bukan operasi yang sulit. Hanya ada tumor kecil di ujung paru-parunya. Harusnya ini dapat dilakukan oleh ahli bedah anak," kata dokter Lando membuat Marsha terdiam.
'Gak mau bantu yah dok? Ngomong langsung saja,' batin Marsha jengkel. Tau gini, ia ke dokter Ilham saja, atau ke dokter Rian.
"Tapi, saya akan ambil. Untuk operasi pertama saya di Abdi Nugroho," kata dokter Lando sambil tersenyum.
"Em... jadi? Anda bersedia?" Tanya Marsha dan dokter Lando mengangguk.
"Iya, semoga kita dapat bekerja sama dengan baik dokter Marsha," kata Dokter Lando sambil menjabat tangan Marsha.
"Terima kasih dok. Saya cukup bangga dapat bertanggung jawab untuk pasien pertama anda di rumah sakit Abdi Nugroho," kata Marsha membalas jabat tangan tersebut.
"Sama-sama," balas Lando.
"Saya kira dokter tidak akan bergabung," kata Marsha membuat Lando memiringkan kepalanya sebagai tanda tanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Doctor
Storie d'amoreKisah Princessnya keluarga Nugroho sekuel #I'm perfect ceo