Malam ini Marsha sudah berada di depan kantor administrasi. Jangan lupakan janjinya dengan Ilham, karena Ilham berpesan untuk menunggunya di sini.
"Sudah lewat lima menit, biasanya gak pernah telat," kata Marsha melihat jam dipergelangan tangannya.
"Shasha!"
Marsha menoleh, senyum sedikit terpaksa terpampang di wajahnya. Bukan Ilham yang ia nantikan. Namun, Tasya yang datang.
"Eh Sha, aku lupa. Tesisku tertinggal di rumah, kalau ke rumah dulu keberatan gak Uncle. Tau kan Uncle sama Ayah itu seperti tikus dan kucing," kata Tasya sedikit takut.
"Gak apa, lagian cuma nganter doang. Nanti aku aja yang nganterin. Bagaimana?" Tanya Marsha dan Tasya langsung mengangguk.
"Sha! Loh..." kata Ilham yang baru datang kaget karena ia janji hanya ke Marsha. Tapi kenapa sekarang ada Tasya?
"Eh kebetulan ada dokter Ilham. Saya sama Marsha memang ada janji pulang bersama. Dokter ada apa di sini?" Tanya Tasya membuat Ilham bingung.
"Kak, maaf tadi--"
"Karena mumpung ada dokter Ilham bagaimana kalau jika mau sih. Saya minta bantuan dokter Ilham bisa antar saya pulang mengambil tesis? Tadi dokter bilang akan mengabulkan satu permintaan saya setelah saya berhasil menjait di operasi pertama?" Tanya Tasya membuat Marsha dan Ilham sama kagetnya.
"Tadi---"
"Kamu sama Uncle saja Sha, gak enak nanti kalau Uncle ketemu Ayah malah perang dunia hahaha. Dokter Ilham mau?" Tanya Tasya langsung tersenyum ke Ilham.
"Katanya gak ada orang?" Tanya Marsha bingung.
"Siapa yang bilang. Nanti jam setengah sepuluh baru ayah sama bunda berangkatnya," balas Tasya.
"Ada apa ini kok rame-rame?" Tanya suara dari belakang mereka membuat semuanya terkejut.
"Dad!" Kaget Marsha.
"Maaf membuat kalian menunggu, tadi ada satu dokumen nyasar," jawab Adi tanpa ditanya.
"Bagaimana dok? Sha?" Tanya Tasya.
"Em... hehehe, terserah dokter Ilham saja," balas Marsha sambil tersenyum kikuk.
"I...ya," balas Ilham sebab ada Adi di sana yang melihati mereka dengan tatapan aneh.
"Yasudah aku pamit dulu. Shasha kan sudah ada Uncle," kata Tasya langsung menggandeng Ilham.
"Katanya tadi mau nginap?" Tanya Adi kepada Tasya.
"Gini Uncle, tesis yang aku kerjain tertinggal di rumah. Nanti aku datang lagi kok, cuma ambil tesis doang," balas Tasya.
"Oh, hati-hati," pesan Adi kemudian Tasya menarik Ilham dan mereka menajuh dari sana.
"Sha?" Panggil Adi kepada putrinya.
"Langsung pulang Dad, Shasha ngantuk. Seharian digangguin Zack," kata Marsha sambil menguap.
"Zack terus yang ngusik kamu. Memang anak sama bapak gak ada bedanya," kata Adi sambil tertawa kecil.
Jika kalian bertanya apakah Adi tidak tahu perasaan putrinya? Jelas ia tau kekecewaan Marsha. Namun ia lebih memilih diam dan tidak ikut campur. Ini kisah mereka.
Sampainya di rumah, Marsha langsung menuju kamar dan segera merebahkan diri di kasur. Ia sama sekali tak ada niatan untuk bangkit. Dadanya sesak, sesak saat Ilham menyetujui ucapan Tasya. Bukannya mereka sudah janji?
Marsha lelah. Lelah saat semua ucapan Ilham kini tak lagi pria itu pegang. Setiap mereka membuat janji, selalu batal. Apapun alasannya, kenapa Ilham seperti ini sekarang? Janjinya dulu ke mana?