Seperti janji tadi siang, Marsha hari ini sudah siap-siap berdandan secantik mungkin. Bahkan ia sama sekali tidak keluar kamar sejak dua jam yang lalu. Ia ingin tampil yang terbaik dihadapan Ilham.
"Hah... make up oke. Sekarang baju!" Kata Marsha sambil berdiri.
Kali ini tidak butuh waktu lama, hanya 30 menit pilihan Marsha jatuh kepada dress cantik berwarna biru langit. Segera ia mengambil sepatu dan tas warna putih yang akan terlihat netral saat digunakan.
"Sip!" Kata Marsha sambil melihat pantulannya di cermin.
Namun, saat hendak membuka pintu Marsha teringat. Ia segera kembali ke meja riasnya dan mengambil parfum. Ia segera menyemprotkan beberapa mili cairan parfum ketubuhnya.
Selesai dengan sentuhan terakhir, akhirnya Marsha memilih turun. Mungkin, ia akan menunggu Ilham di bawah saja.
"Akhirnya turun juga," kata Hera membuat Marsha terkejut.
Bukan ucapan mommy nya, melainkan Ilham yang sudah duduk manis di sofa. Sejak kapan Ilham sampai di sini? Perasaan, baru beberapa menit Ilham mengiriminya pesan bahwa ia masih di jalan.
"Sudah ditunggu satu setengah jam loh Princess. Kamu ngapain saja di dalam?" Tanya daddynya.
"Hah? Kenapa tidak ada yang kasih tau Shasha?" Tanya Marsha bingung dan kesal. Bagaimana tidak ada yang memberitahunya.
"Kak, maafkan Shasha ya. Buat kakak menunggu lama," kata Marsha.
"Tidak masalah," jawab Ilham sambil tersenyum.
Setelahnya, mereka berdua pamit untuk keluar. Dan tebak? Seperti dugaan Marsha. Ilham hanya mengemudikan mobilnya random menyusuri jalanan-jalanan ini.
Setelah beberapa puluh menit hanya di dalam mobil. Kini mereka berhenti di salah satu bioskop. Marsha melihat sekeliling, not bad idea mengunjungi bioskop.
Dan malam itu mereka menonton film kemudian makan di restoran. Tidak ada hal yang spesial seperti ekspetasi Marsha.
Marsha berharap, Ilham mengatakan perasaannya. Apa ini terlalu dini? Walau dalam hati Marsha ingin sekali bertanya mengenai janji mereka lima tahun lalu. Namun mulutnya akan terasa kaku saat ingin mengatakannya.
"Sha, terima kasih sudah menemani hari ini," kata Ilham saat di depan pintu rumah Nugroho.
"Sama-sama kak. Aku yang terima kasih sama semua traktirannya," balas Marsha sambil tersenyum.
Ilham hanya balas tersenyum, tangannya hendak mengusap surai Marsha.
Untuk ukuran seperti dokter, jelas lah cari calon yang sederajat. Apalagi putri dari dokter Adi.
Tiba-tiba kalimat itu terngiang kembali diingatannya. Hal itu membuat Ilham mengurungkan niatnya yang hendak mengusap surai Marsha.
"Kak?" Tanya Marsha bingung. Bingung kenapa Ilham tidak mengusap surainya. Hal ini sudah biasa terjadi, bahkan usapan tangan Ilham sudah menjadi candu bagi Marsha.
"Maaf kakak sedang buru-buru. Coklat untuk kamu," kata Ilham memberi coklat dari saku kemejanya kemudian segera pergi.
"Kak Ilham..." guman Marsha yang hanya bisa terpaku atas kepergian Ilham yang terlihat buru-buru.
Setelah beberapa menit terpaku, Marsha akhirya masuk. Sepertinya sedang tidak ada orang, atau mungkin orang tuanya sedang di kamar. Tanpa basa-basi Marsha menuju kamarnya.
Ia merebahkan diri dikasur empuknya. Ia bertanya-tanya, sikap Ilham sangat aneh padanya. Sejak kepulangannya, tidak sejak makan siang tadi. Ada apa dengannya?