Rasa Bersalah

4.2K 120 0
                                    


Lelaki mana yang tak marah saat wanita yang dicintainya berkhianat dan sudah tidur dengan pria lain. Itu yang Irham rasa.

"Tapi kenapa?" Tangan Irham terkepal. Tatapan pria itu nyalang pada Arga yang masih juga tampak santai di situasi ini. Orang yang dianggapnya baik itu ternyata adalah pria jahat yang tak bisa ditebak.

Arga menggedikkan bahu. Melihat Anya menangis dan pergi, harusnya ia puas. Namun, ada bagian dari dirinya yang justru merasa sakit. Dia merasa terlalu kejam. Hingga memaki diri sendiri dalam hati.

Tidak suka dengan respon pria yang sudah membawanya ke rumah besar itu, Irham bangkit dan mendekat pada Arga. Tanpa memikirkan akibatnya, tangan kanan Irham mencengkeram kerah kemeja milik pria di depannya dengan kasar.

"BERENGSEKK! Kau apa kan, Anya?!" Rahang Irham telah mengeras. Pipinya berkedut, membawa rasa sakit yang ingin dimuntahkan dari dalam dada.

"Hem? Kenapa? Kamu merasa dikhianati?" tanya Arga tanpa melawan. "Rasanya tidak akan seberapa dibanding kamu tau wanita yang kamu nikahi sedang hamil dengan pria lain. Dan lebih baik kamu tahu sekarang. Maaf jika sakit hatiku pada Mira ikut merugikanmu."

Namun, rasa sakit dan kemarahan Irham sudah di puncak. Ia tak peduli alasan Arga menikahi Anya, dan menghancurkan mimipinya dalam sekajap. Tangan yang mencengkeram kini terayun ke wajah Arga. Bibir dan pelipis lelaki -yang kini dianggap musuh- berdarah seketika karena kerasnya pukulan dari tangannya.

Puas dengan itu ia melempar tubuh Arga kembali ke kursi hingga terjungkang. Irham akhirnya pergi dengan hati yang sakit. Tangan yang masih terkepal menunjukkan perihnya belum lah reda meski telah memukuli pria yang menjadi sumber bencana dalam hidupnya.

Dengan susah payah Arga bangkit dan duduk dengan tenang. Mengusap kasar cairan merah di bibir. Sudut bibirnya sedikit naik. Ia mentertawakan dirinya sendiri membuat banyak orang terluka.

Saat meraih gelas dan akan meminumnya, pria itu urung melakukan. Perih di mulutnya membuatnya ingat apa yang tengah terjadi hingga ia gusar. Seolah terekam kembali saat pertama ia tahu Mira tengah hamil anak pria lain.

Malam itu Arga menggandeng tangan Mira dengan bahagia menuju peraduan mereka. Kamar pengantin yang dinanti banyak orang menyempurnakan kebahagiaan.

Tidak mungkin meneruskan makan sekarang, moodnya benar-benar buruk.

***

Anya sama sekali tak keluar kamar hingga jam makan malam. Rasa bersalah mengekang Arga untuk mengganggu wanita itu, ia memilih ke luar mencari makan.

Di sela makannya, Arga menyempatkan membuka ponsel. Tangan pria itu mengklik galeri, banyak sekali foto Mira berjejer di sana. Senyum wanita itu telah menjerat hatinya dengan begitu dalam, lalu ketika tersakiti kebenciannya menjadi-jadi. Barangkali ini bukan benci, tapi  mengekspresikan kehilangan karena saking cintanya?

"Ah, bullshit tentang cinta!" Kini jarinya dengan cepat dan lincah menghapus foto-foto Mira tanpa sisa. Terakhir, ia melihat foto dirinya dengan Anya yang tengah memotong kue, hari itu seorang staf kantor yang dekat dengannya merogoh ponsel di kantongnya untuk melakukan sesuatu.

"Sangat sayang kalau ini tidak diabadikan, Pak!" seru sang satf dengan gelak tawa mengangkat ponsel Arga, ia menjepret begitu saja kegiatan mereka.

Diusapnya layar pipih di tangan, Arga melihat wajah gadis itu sangat bahagia, berbeda saat mereka berpisah di ruang makan tadi siang. Sangat berbeda.

"Apa aku sekejam itu? Heh! Ibunya bahkan lebih kejam." Dibenahi topi yang dikenakan, karena wajah lebamnya ia terpaksa mengenakan topi. Arga juga memilih tak pergi ke kantor menghindari tatapan pegawainya. Disuap lagi, semangkuk soto di meja. Suasana hatinya tengah kacau, berharap makanan hangat kesukaan yang melewati kerongkongan bisa meredakan.

Teringat sesuatu, Arga menghubungi seseorang lewat ponselnya.

"Ya?"

"Saya masih mengawasinya, Tuan," jawab seseorang di ujung telepon.

"Bagus, laporkan apa pun tentang wanita itu." Ia perlu tahu apa yang terjadi. Walau bagaimana, Arga berniat berhenti melukai Anya dan melepaskannya suatu hari nanti. "Lihat dengan siapa dia berhubungan, pastikan kamu laporkan semua pria yang terhubung melalui ponselnya."

Kemarahan Arga berlanjut pada kecurigaan orang-orang yang membencinya. Bisa jadi Arya, atau  ... Arga menggeleng cepat, ketika wajah sang ayah terlintas.

"Baik," jawab orang suruhannya singkat.

Pria dengan setelan kemeja dan celana dongker itu segera menutup telepon. Lalu mengusap mulutnya kembali dengan tissue. Makanan itu masih separuh, tapi tak lagi berselera untuk menyantapnya.

***

Berkali-kali menghubungi nomor Mira dan tak diangkat, Irham akhirnya menyerah. Ia melangkah pergi, menuju rumah untuk menenangkan diri. Lelaki yang dikenal sholih oleh semua orang itu memasuki pekarangan rumahnya dengan lesu. Deretan pot bunga yang terlihat cantik itu sama sekali tak lagi menarik seperti tadi pagi.

Bunga-bunga hidup yang ia tanam demi menyenangkan Anya nantinya. Karena dulu, ia pernah sangat terpesona saat melihat gadis itu tersenyum di halaman kampusnya kala bunga-bunga yang ditanam disisi pagar mulai tumbuh dengan subur.

Kala itu ia segera menunduk dan menggumam istigfar ketika sadar bahwa hatinya tertawan lantaran tak mampu menjaga pandangan. Anya yang sadar ada yang memperhatikan menunduk malu dengan pipi merona melihat sosok Irham. Sejak itu mereka menjaga jarak, karena sama-sama merasa ada ketertarikan, hingga akhirnya pria itu berhasil mengkhitbah Anya.

Irham menarik napas panjang membuyarkan semua kenangan indah itu. Membuka pintu masih dengan lesu. Tas yang biasa ia letakkan di tempatnya, lepas begitu saja ke lantai saat memasuki rumah. Hatinya telah hancur berkeping-keping sama seperti masa depan yang sudah banyak dipersiapkan.

Jadi, ini lah alasan Anya mengabaikan dan menghindarinya. Tidak membalas pesan-pesannya. Dia telah bersuami.

Usai mengerjakan witir, Irham bersiap untuk tidur. Layar ponselnya nyala berkali-kali, tapi ia tak ada gairah untuk melihatnya, sampai ia ingat ada amanah dari kantor. Barangkali ada info grup dari teman-teman kerjanya, atau mungkin ada pesan dari sang bos.

Benar saja, teman dalam timnya menanyakan keberadaan Irham saat jam sibuk-sibuknya. Lalu, menyusul pesan pribadi dari bosnya yang menanyakan apa yang terjadi dengan dirinya? Ia bersyukur memiliki bos yang pengertian, hingga tak perlu banyak berkelit mangkir dari kewajiban di kantor.

Lalu  ... sebuah pesan yang membuatnya terkejut. Foto profil anime, gadis berjilbab dengan quotes Islami "Berislam sampai mati", yang ia ketahui betul foto profil itu milik Anya. Wanita sampai detik ini masih sangat ia cintai, juga wanita yang mengukir luka sangat dalam di hatinya kini.

Dengan ragu ia membuka pesan itu, barangkali sebuah penjelasan yang sangat ia inginkan.

[Aku yakin, tak ada penjelasan yang bisa Mas Irham terima. Jadi cuma kata maaf yang bisa kuucap. Tapi ketahuilah, Mas, aku sangat tersiksa di sini. Jika saja ada seseorang yang bisa menolong, tentu itu akan lebih baik untukku.]

"Apa ini? Apa maksud Anya? Apa dia meminta pertolonganku?" Irham bertanya-tanya setelah membaca satu-satunya pesan dari Anya sejak beberapa hari lalu.

Naik Ranjang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang