Ia terlalu ceroboh tidak menjaga kondisinya hingga membuatnya mengalami flek yang memaksanya pergi periksa dan harus bedrest setelahnya. Banyak hal yang harus dilakukan, tapi untuk sekarang ia memilih tiarap sebentar. Demi bayi yang ada di kandungannya.
***
Arya setengah berlari menggendong tubuh Anya yang mulai tak sadarkan diri lantaran rasa sakit yang mendera. Sebenarnya ia ingin menghubungi Arga, tapi menurutnya tak ada waktu untuk itu. Bisa jadi apa yang diderita Anya cukup serius yang jika terlambat sebentar berakibat fatal.
"Kamu harus bertahan. Aku akan membawamu ke rumah sakit. Okey!"
Tak ada jawaban dari Anya. Hanya ada rintihan sakit yang meluncur dari mulut mungilnya. Kalau saja bisa, ia akan mengatakan ingin tetap di rumah saja. Ini akibat kecerobahannya sendiri, lantaran tak menjaga makan. Ia biarkan perutnya kosong. Begitu lah, saat Anya banyak pikiran, membuatnya tak bernafsu untuk sekedar menyuap makanan ke mulut.
Sampai di rumah sakit, dua perawat dengan sigap membantu Arya membawa Anya untuk naik ke atas tandu. Pasien yang hanya bisa mengerang kesakitan itu dilarikan ke UGD yang tak jauh dari mobil Arya terparkir. Letak UGD sengaja didesain dekat parkir olehpihak rumah sakit, agar pasien yang baru datang dan memerlukan pertolongan bisa segera diberi tindakan.
Arya menunggu dengan cemas. Tak lupa ia memberi kabar pada Arga meski sang adik enggan mengangkat telepon darinya. Tak kehabisan akal, ia mengirim sebuah pesan. Entah, Arga sudi membuka atau tidak.
[Ga, buruan ke rumah sakit. Istrimu masuk UGD.]
Sampai setengah jam, tidak ada tanda-tanda pesannya dibuka atau pun dibalas. Arya mulai muak. Adiknya sering kali kekanak-kanakan.
Di saat yang sama, seorang perawat tergesa datang padanya.
"Pak, Anda suaminya?" Suster itu bertanya dengan panik.
"A, saya ...."
"Tolong lekas urus administrasi sekalian tebus obat ini!" tekan wanita yang memakai pakaian putih-putih sebelum meninggalkannya kembali ke dalam. Ia bahkan tak sempat bertanya apa yang sebenarnya terjadi pada perempuan cantik yang katanya istri Arga itu.
Dilihat sekilas obat yang dokter resepkan. Namun, tulisan yang lebih mirip benang kusut itu sulit untuk dibaca.
"Argh, shit! Gue juga yang ngurus bininya. Adik sialan!" dengkus Arga yang terpaksa pergi ke apotik dan ke bagian administrasi sekaligus.
***
Di kantor, Arga yang tengah meeting dengan pegawai-pegawainya melihat sekilas saat ponsel bergetar. Ketika melihat nama Arya, ia memasukkan kembali ponsel ke kantong. Tak peduli apa pun yang pria itu sampaikan padanya.
"Sampai mana kita?" tanya Arga pada pegawainya.
"Em, sampai perluasan target pasar produk kita, Pak." Salah seorang menjawab cepat.
"Ah, ya. Kita perlu menambah beberapa bagian marketing untuk memperluas jaringan." Arga kembali fokus pada tugasnya. Lagi pula Arya bukan orang penting untuk diladeni.
Sekitar dua jam ada di ruang meeting, Arga akhirnya ke luar untuk makan siang. Saat di depan lift langkahnya terhenti saat seseorang menghampiri.
"Arga." Suara bariton seorang pria menyapa. Begitu menoleh ia dapati Tuan Admatja mendekat.
"Pa, Arga pikir Papa sudah kembali ke LN bareng mama."
"Ahya, papa lupa memberitahumu harus bertemu Pak Walikota awal pekan ini. Roman-romannya pria itu mau bekerja sama dengan perusahaan kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Naik Ranjang CEO
General FictionHari ini sungguh melelahkan. Baru saja akan memejamkan mata, aku harus bangkit dan menyibak selimut tatkala mendengar suara ribut di depan kamar. "Anya, keluar lah!" Suara bariton pria yang baru saja sah menajdi suami ibuku itu berteriak di depan p...