Sepanjang kehidupan yang telah dijalani, ia hanya melihat dari fakta, betapa banyak dua orang -lelaki dan perempuan- terjerumus dalam zina karena bergaul terlalu bebas. Sesuatu yang ia pun pernah mengalaminya dulu. Mungkin saja apa yang menimpa sekarang adalah hukuman dari Tuhan atas masa lalunya.
💔💔💔
"Mari saya bantu." Yahya mendekat dan akan memegangi tubuh Mira.
Namun, cepat wanita itu menepis. Ia menolak dengan sopan bantuan dari sang manajer.
"Terimakasih. Saya bisa sendiri." Mira bangkit dengan pelan dan hati-hati.
Bagaimana pun keadaannya jika masih bisa melakukan sesuatu sendiri, maka ia akan melakukannya.
Cukup ia terpaksa menerima keberadaan Yahya di sampingnya karena peemasalahan yang menimpa. Namun, tidak untuk khilaf menjalin hubungan lain yang lebih dalam.
Sepanjang kehidupan yang telah dijalani, ia hanya melihat dari fakta, betapa banyak dua orang -lelaki dan perempuan- terjerumus dalam zina karena bergaul terlalu bebas. Sesuatu yang ia pun pernah mengalaminya dulu. Mungkin saja apa yang menimpa sekarang adalah hukuman dari Tuhan atas masa lalunya.
Karenanya Mira tanamkan sedari kecil pada putrinya agar keburukan yang menimpa dirinya tak berulang pada Anya. Hingga gadis itu tumbuh menjadi wanita tangguh dan hati-hati.
Melihat pada benda di tangan yang baru ditebus Yahya untuknya, membuat Mira mengingat kejadian sebelum ini. Kejadian yang sama persis menimpanya dulu. Di saat ia harus menenggak obat berjenis Allylestrenol (penguat kandungan), untuk mempertahankan janin buah hubungannya dengan pacar saat hari kelulusan.
"Bu, Mira? Biar saya bantu." Yahya kembali menawarkan bantuan saat Mira terlihat diam sejenak. Dia pikir wanita itu tengah menahan sakit hingga tak mampu berjalan.
"Oh, tidak Pak. Terimakasih." Mira yang terhenyak lekas bangkit. Berjalan meninggalkan klinik bersalin di rumah sakit tersebut.
***
Anya berusaha keras membuka mata setelah beberapa waktu tak sadarkan diri. Entah obat apa saja yang dimasukkan dokter ke tubuhnya?
Sisa-sisa sakit dan nyeri masih ia rasa di bagian perut, sementara badan masih terasa lemas dan selang infus terhubung ke tubuhnya.
Mata Anya mengerjap, hingga ia mendapat kesadaran lebih banyak dari sebelumnya. Wanita itu mendesah panjang, begitu ingat kejadian tadi pagi yang mengharuskannya berbaring di atas ranjang rumah sakit sekarang.
Matanya menyapu segala sisi. Tak ada siap pun kecuali seorang perawat yang tengah mengecek botol infus. Di saat seperti sekarang pasti akan lebih membuatnya nyaman ketika ada yang menjaga dan memperhatikan.
"Sus, apa yang terjadi dengan saya?"
"Nanti ya, Bu. Dokter akan melakukan kunjungan satu jam lagi dan menjelaskan semua kondisi ibu. Yang penting ibu sekarang tenang."
Anya manggut-manggut. Meski penasaran ia memilih mencukupkan diri dengan penjelasan perawat tersebut.
"Suster tau di mana ponsel saya?"
"Ehm, ponsel?" Suster itu menelengkan kepala berpikir. "Tidak ada, Bu. Kebetulan saya jaga UGD hari ini."
"O, makasih. Mungkin terjatuh di rumah." Anya menjawab lesu.
"Lalu apa ada orang yang menjaga saya?" tanyanya ragu.
"Tadi suami ibu pamit pulang setelah menebus obat dan menyelesaikan administrasi. Sampai sekarang belum datang."
'Menebus obat dan menyelesaikan administrasi? Pasti bukan Om Arga tapi kakaknya.' Anya membatin dan sontak mengusap lengan saat ingat pria itu membopong tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naik Ranjang CEO
General FictionHari ini sungguh melelahkan. Baru saja akan memejamkan mata, aku harus bangkit dan menyibak selimut tatkala mendengar suara ribut di depan kamar. "Anya, keluar lah!" Suara bariton pria yang baru saja sah menajdi suami ibuku itu berteriak di depan p...