Semua orang bahagia, pun dua mempelai yang kini sedang duduk di atas pelaminan. Begitu pun aku, rasa lelah hari ini terbayarkan. Melihat senyum ibu, yang sudah sekian lama tak sebebas sekarang.
Resepsi berjalan lancar. Tidak ada kendala berarti dalam acara ini. Aku yang mengajukan diri langsung ikut terjun membantu EO, merasa puas. Ini bukan resepsi yang kali pertama kuhandle. Karena memang adalah profesi sampingan sambil kuliah.
Tamu telah beranjak pulang hanya tinggal beberapa keluarga besar dan timku yang membereskan sisa acara. Kami saling bicara, memberi dukungan pada ibu dan ayah tiriku. Sesekali dari mereka menggodaku.
"Anya kapan menyusul?" tanya Bibi Ainun sambil tertawa renyah.Usiaku memang sudah cukup untuk menikah, teman-temanku sesusiaku saja rata-rata sudah punya anak dua. Dan ibu, sejak ayah meninggal saat aku masih bayi, baru sekarang menikah. Katanya sekarang aku sudah cukup dewasa untuk bisa mandiri.
Hingga malam, mereka semua pulang. Tinggal lah, aku dan dua sejoli yang dimabuk cinta dan mengesahkan hubungan mereka. Ibu beruntung bisa menikah dengan pria baik seperti Om Raga. Dari keluarga baik-baik, agama yang bagus dan ekonomi mapan. Usia ibu 37 tahun, sedang ayah tiriku 33 tahun. Meski begitu ibu tidak terlihat lebih tua karena memiliki wajah baby face. Bahkan denganku yang baru berusia 23 tahun saja, orang sering bilang kami seperti kakak adik.
Ayah dan ibu berpamitan lebih dulu ke kamarnya, sedang aku masih harus membereskan beberapa pekerjaan. Tatapan mereka penuh cinta. Sampai aku merasa iri dan ingin juga segera menikah. Ah, ada-ada saja, ternyata seperti ini yang namanya baper.
Hari ini sungguh melelahkan. Baru saja akan memejamkan mata, aku harus bangkit dan menyibak selimut tatkala mendengar suara ribut di depan kamar.
"Anya, keluar lah!" Suara bariton pria yang baru saja sah menajdi suami ibuku itu berteriak di depan pintu. Tanpa berpikir panjang, aku berjalan ke arah pintu setelah memakai kerudung yang tergantung di sisi ranjang.
"Ada apa, Yah?" Wajah pria itu merah padam. Di sampingnya ibu yang hanya mengenakan piama menangis.
"Aku akan tidur denganmu." Ayah menjawab pelan. Kilatan amarah tergambar jelas di matanya.
"Mas, tolong jangan lakukan ini. Aku minta maaf! Ini hanya salah paham. Aku bisa jelaskan semua!" Ibu terlihat sangat menyesal dengan perbuatannya. Sebenarnya apa yang telah ibu lakukan hingga suaminya benar-benar murka?
Ada apa ini? Aku sangat terkejut. Dia menikahi ibu. Lalu kenapa aku yang akan dimalami? Bukankah dia pria baik yang mengerti agama?
"Ayo, Anya!" Pria itu menarik lengan, masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Aku seperti orang bodoh yang pasrah begitu saja.
Ya Tuhan apa yang sebenarnya terjadi? Dia orang baik, apa iya akan meniduriku karena kecewa pada ibu? Apa yang harus kulakukan?
"Anya, ikuti semua ucapanku jika tak ingin kubuat ibumu menderita!" Ucapan Ayah menekan. Dua bola matanya bergerak-gerak menatap tajam seolah akan memangsaku.
'Ibu aku takut!'
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Naik Ranjang CEO
Художественная прозаHari ini sungguh melelahkan. Baru saja akan memejamkan mata, aku harus bangkit dan menyibak selimut tatkala mendengar suara ribut di depan kamar. "Anya, keluar lah!" Suara bariton pria yang baru saja sah menajdi suami ibuku itu berteriak di depan p...