Bukankah wajar seorang pria menanam benih di rahim istrinya? Itu seribu kali lebih terhormat dibanding seorang jalang yang tidur dengan pria tanpa ikatan.
***
"Bagaimana?" Bayangan Admaja dalam video call bertanya pada Yahya.
"Anda bisa melihatnya sendiri." Yahya mengarahkan ponsel ke sosok Arga yang berada di depan pintu dengan Mira dan Anya. Lalu mengalihkannya ke jendela kaca besar hingga terlihat jelas oleh Admaja, anak tirinya Arya berdiri di depan pintu kamar.
"Kerjamu bagus." Admaja tersenyum miring. Yahya merasa tersanjung oleh pujian sang bos. Ia senang sebentar lagi rekeningnya akan gendut karena kerja kerasnya selama ini.
Di sisi lain, suasana mulai tegang di antara Anya, Mira dan Arga.
"Anya, naiklah ke atas!" perintah Mira begitu melihat Arga ada bersama mereka.
Mata Anya menyipit. Ada apa lagi sekarang? Ia tak mau masalah berlarut-larut hingga mengesampingkan hubungan keluarga di antara mereka.
"Ta-tapi kenapa, Bu?" tanyanya menatap Mira dan Arga secara begantian. Rasanya berat meninggalkan mereka. Bagaimana jika Arga kembali meledak dan berbuat kasar pada ibunya?
"An, naik!" bentak Mira tak sabar. Kemarahan wanita itu sudah menggunung. Bukan hanya mengahamilinya, menurutnya Arga sudah mengatur rencana menghancurkan Anya.
"Em, ya," jawab Anya singkat sambil melirik Arga sebentar. Ia menyerah dan memilih pergi dengan ragu.
"Apa sekarang?" tangan Arga menyilang. Menantang Mira mengatakan sesuatu yang akan ditujukan padanya.
Lelaki berwajah oriental itu bahkan sempat berpikir Anya akan meminta maaf dan meminta kembali. Arga memiringkan senyum menatap betapa tidak tahu malunya wanita yang masih menggenggam sebagian hatinya itu.
Mira berbalik, menatap Arga dengan kemarahan. "Jadi sekarang kamu juga menghamili Anya?"
"Heh, apa urusanmu? Dia istriku. Istri yang hamil dari benih suaminya. Bukan wanita jalang yang hamil tidur dengan sembarang pria sampai hamil, dan mengecewakan suaminya sendiri."
Mira mendekat, setelah merasa mampu menjangkau Arga dilayangkan tangan kanannya.
'Plak!'
Arga seketika memegangi pipi yang kebas karena tamparan itu.
"Bicaralah sesuai fakta! Setelah kamu meniduriku di hotel, sekarang kamu hamili anakku! Dasar keparat!"
"Jaga mulutmu Mira! Aku bukan binatang!" Arga tak terima, tangannya meraih lengan Mira dan meremasnya dengan keras.
Wanita yang hamil itu merasakan nyeri di tangannya tapi rasa sakit di hatinya lebih besar hingga memilih diam.
"Oh, jadi kamu mau mengelak sekarang?" Ditariknya kasar lengan dari cengkraman Arga. Lalu mengambil ponsel dalam tasnya.
Arga tak mengerti kenapa Mira begitu percaya diri menyalahkanya. Apa sekarang wanita itu akan menjadikannya kambing hitam. Atau marah karena cemburu Anya hamil?
"Lihat lah!" Mira menyodorkan ponsel yang sudah terputar sebuah film di sana.
"Apa ini?" Mata Arga memicing, melihat punggungnya meninggalkan sebuah kamar hotel. "Apa maksudnya?" Ucapannya menekan.
"Heh! Sekarang kamu pura-pura tidak tahu Tuan Arga Admaja?" Satu sudut bibir Mira naik, tangannya kali ini yang menyilang di dada. "Karena aku menolak untuk tidur denganmu, kamu marah, kemudian menjebakku dan berbalik menyerangku untuk berpisah, dan kemarahan membuatmu lupa untuk berlaku layaknya manusia. Di malam pernikahan kita kamu mencampakkanku dan memaksa Anya menggantikan posisiku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Naik Ranjang CEO
Genel KurguHari ini sungguh melelahkan. Baru saja akan memejamkan mata, aku harus bangkit dan menyibak selimut tatkala mendengar suara ribut di depan kamar. "Anya, keluar lah!" Suara bariton pria yang baru saja sah menajdi suami ibuku itu berteriak di depan p...