Arya berjalan lurus, memasuki kafe tempat di mana harus bertemu dengan pimred yang kini bekerjasama dengannya.
"Apa yang membawa Anda untuk menemui saya?" Arya tak sabar mendengar penjelasan mengenai pembaruan kontraknya.
"Yah, silakan minum dulu, lah Mas PM. Saya sudah memesan kopi termahal ini khusus buat Anda."
Arya menyeruput minuman berwarna hitam yang mengepulkan asap tipis-tipis. Rasa nikmat kopi melewati mulut sekaligus kerongkongan. Ia sangat suka menghirup aroma khasnya yang seringkali membangkitkan mood saat bekerja. Ya, menulis tanpa ditemani kopi seperti hidup tanpa oksigen untuk bernapas.
"Jadi?" Arya bertanya singkat.
"Em, boleh lah kita ganti satu poin kontrak kita." Pimred tersebut mengatakan dengan ragu.
"Apa itu?" Ia mulai tak nyaman melihat ekprsei orang di seberang meja.
"Bolehlah kita bagi sedikit aja nama asli dan foto Mas PM, kasian reader dah lama kejang-kejang karena penasaran."
Arya mengerutkan kening. Kontrak yang dibuat 90 persen berdasarkan kemauan penerbit. Sedang ia hanya meminta satu hal, tidak ada data diri untuk dipublish. Bukan hanya kontrak secara otomatis batal, namun pihak penerbit harus membayar denda berhadapan dengan hukum.
Arya manggut-manggut. Jadi benar apa yang dipikirkan. Jika tiba-tiba pihak penerbit berlaku demikian berarti ada yang tak beres.
"Apa ada sesuatu?" Satu alis Arya terangakat.
"Oh, ayolah. Sudah lama reader sangat penasaran dengan Anda."
"Hem." Satu sudut bibir milik Arya terangkat. Disilangkan tangan di dada sambil menyandarkan punggungnya ke kursi kafe. "Tapi belum pernah Anda berubah seperti ini."
"Em, soal itu ...." Penjelasan Pimred tergantung.
"Okey." Arya meluruskan posisi duduknya kembali. "Kontrak kita batal." Ia memilih bangkit tanpa basa-basi.
"Wah, tunggu dulu Mas PM." Pimred segera menghentikan tamunya yang akan pergi. Arya adalah aset besar. Lebih baik tiarap sebentar daripada kehilangan kesempatan mengkader Arya sebagai penulisnya.
"Huft." Arya membuang napas kasar. Ia memegangi pinggang dengan dua tangannya sebab mulai lelah dengan keputusan Pimred.
"Ya sudah, em. Anggap saja saya tidak bicara itu. Wah, Anda temprament juga." Dirangkulnya tubuh Arya dan didudukkan di kursi kembali. Arya hanya melirik tak suka pada Pimred tersebut.
"Begini untuk menebus kesalahan saya. Saya akan memberitahu satu hal."
Kini mata Arya memicing, memfokuskan pandangan pada orang di depannya. Sepertinya orang itu akan menyampaikan hal serius.
"Tapi janji jangan katakan pada polisi kalau suatu saat Anda benar-benar ditangkap."
"Ditangkap polisi? Memangnya saya salah apa?"
"Konten Anda melanggar Mas PM. Deuh, sayang sekali Anda sangat berbakat dan banyak penggemar, kenapa ikut-ikutan mengkritik pemerintah? Biarkan saja mereka bekerja, dan Anda jauh dari masalah."
Arya mencoba tenang. Ia lalu ingat kejadian sebelumnya, saat beberapa akun coba meretas akun miliknya. Untunglah ia memiliki kemampuan IT untuk menjaga privasinya. Belum lagi banyaknya buzzer yang tiba-tiba menyerang dengan komentar bullyan di berandanya.
'Heh! Apa mereka pikir aku takut?'
"Lalu Anda bilang apa pada polisi?" Arya penasaran apa yang pihak penerbit coba lakukan untuk melindunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naik Ranjang CEO
Ficción GeneralHari ini sungguh melelahkan. Baru saja akan memejamkan mata, aku harus bangkit dan menyibak selimut tatkala mendengar suara ribut di depan kamar. "Anya, keluar lah!" Suara bariton pria yang baru saja sah menajdi suami ibuku itu berteriak di depan p...