Tau gak alesan gua milih duduk di deket jendela? Supaya gua bisa liat lapangan basket. Kan lumayan banget kalau pas lagi jam istirahat atau pelajaran olahraga, bisa ngeliat cowok-cowok ngelap keringet di mukanya pake baju olahraga, sampe roti sobeknya keliatan. Cuci mata, Sis.
Namun kali ini, yang aku lihat di lapangan basket adalah Milo. Ia sedang duduk di bangku, samping lapangan. Dengan sorot mata mengarah padaku.
"Kar, lu lagi liatin apa?" tanya Tuti.
"Cowok ganteng," balasku, tak melepas pandangan dari wajah tampan Milo.
Kira-kira si Milo itu blasteran mana, Ya? Kalo gua kan blasteran Condet sama Cipinang, wajar kalau muka gua masih SNI alias Standar Nasional Indonesia.
"Abdul?" Tiba-tiba posisi duduk Tuti sudah sangat dekat denganku.
"NTUT! Ngagetin gua aja!" omelku.
"Abisnya lu liatin Abdul ampe segitunya."
"Siapa yang liatin Abdul sih?"
"Lah yang ada deket lapangan basket cuma si Abdul."
"BUKAN!" Aku berbicara agak keras.
"EHEM!" Terdengar suara berdehem yang cukup keras. Arahnya dari meja guru. Sontak aku dan Tuti pun menoleh ke sana. Bu Retno sudah memasang wajah garang. Prediksiku, hanya dalam hitungan detik ia akan ....
"Itu yang duduk di belakang! Ngapain daritadi berisik?" tanyanya suara nyaring plus logat Medan yang begitu kental. Aku pun langsung berpura-pura celingak-celinguk. "Itu kamu yang celingak-celinguk!"
"Mampus dah kita, Kar," bisik Tuti.
"Lu sih, Ntut," balasku.
"Lagian lu ngapain liatin si Abdul ampe segitunya? Hmm ... pantesan pas jam istirahat lu langsung buru-buru ke kantin."
"Bukan Abdul!"
"Nggak ada siapa-siapa lagi di sana, Kar."
"Udah dibilang bukan Abdul!"
"Malah makin berisik! Sini maju ke depan," perintah Bu Retno.
Aku dan Tuti pun maju ke depan.
"Bawa bukunya!" omel Bu Retno.
Kami kembali ke meja untuk mengambil buku. Setelah itu, bisa ditebak sendiri. Kami disuruh untuk mengerjakan soalnya di depan kelas. Ditambah harus menjelaskan kepada teman-teman pula.
"Tenang, Kar! Lu pasti bisa," batinku seraya membaca soal perlahan-lahan.
"Mata gua tiba-tiba jadi rabun, Tut," bisikku.
"Mata gua juga mulai berkunang-kunang," balasnya.
"KERJAKAN! Malah ngobrol." Bu Retno mulai menaikan level amarahnya.
"Iya, Bu." Kembali, aku baca soalnya, tetap saja tak ada gambaran.
Tiba-tiba tubuh bagian belakangku terasa dingin. Tak lama tercium aroma jeruk dan mint. Dari ekor mata, terlihat Milo sedang berdiri di sampingku. "Milo, ngapain lu di sini?" batinku.
"Aku akan menolongmu. Dengarkan aku baik-baik, Ya! Begini caranya ...."
Milo memberikan jawabannya secara perlahan dan detail. Sehingga membuat seluruh penghuni kelas yang kasat mata, terkagum-kagum serta terheran-heran. "Wuih, amazing banget dah lu, Kar!" ucap Tuti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Tampan
Teen FictionKisah pertemanan antara dua dunia, Karra - seorang siswi SMA, tidak sengaja bertemu dengan Hantu Tampan dalam insiden kecelakaan maut. Hantu Tampan itu bernama Milo, cocok sekali dengan rambut dan matanya yang coklat. Namun, sikap tidak semanis Mil...