Lima Sentuhan

5.2K 440 6
                                        

Whoof!

Milo menghilang, seketika itu tubuhku langsung terjatuh. "Aduh!" teriakku.

"Kar, kok lu tadi ngelayang?" tanya Tuti sambil membantuku berdiri.

"Biasa Freestyle dulu, Bos!"

"Freestyle apaan? Jalan aja susah, udah sok-sokan bisa freestyle. Lagian mana ada freestyle gaya ngejengkang."

"Lu musti rajin-rajin nonton kejuaran ice skating. Ada kok," elakku.

"Ah tetep aja, gak masuk akal!"

"Makanya gak usah dipikirin. Anggap aja gini. Ada cowok cakep yang nahan badan gua, terus gua dipeluk erat dan ...."

"Stop, Kar! Stop! Nggak usah nge-halu ketinggian."

"Nah, makanya gak usah dipikirin. Yuk lanjut maen ice skating!"

"Lanjut gimana, lu berdiri aja masih gemeter."

"Kan gua maen di pinggir-pinggir," balasku seraya berjalan perlahan ke pinggir.

"Ya udah hati-hati."

Kuedarkan pandangan, mencari keberadaan Milo. Kenapa setiap kali bersentuhan denganku, ia selalu menghilang. Apa mungkin ia pergi makan, untuk mengisi energinya kembali?

"Ya, kali ada hantu makan! Buat apaan coba? Buat kesehatan? Kan udah meninggoy!" ucap Suara pikiranku.

_______

Setelah hampir satu jam berjalan mengitari area ice skating. Aku dan Tuti pun pergi untuk makan malam. "Lama dikit lagi aja, Tut. Itu es, udah gua jadiin es serut! Haus banget tau!" keluhku.

"Kan waktunya sejam, Kar," sahut Tuti.

"Ya gak musti tepat banget sejam, bisa 15 menit sebelumnya gitu. Udah haus, terus cacing di perut gua udah pada demo minta nasi bungkus!"

"Lu harus menghargai waktu, Kar. Apalagi masuknya mahal, rugi kalau keluar cepet-cepet."

"Ya udah deh! Sekarang yang penting kita mau makan di mana?"

"Yang jelas di Mall ini gak ada nasi bungkus."

"Gua juga tau, NTUT!"

"Takutnya cacing di perut lu ntar protes kalau dikasih makanan mahal."

"Beuh, ngeledek."

Sesampainya di Food Court, kami berjalan satu keliling, sambil melihat-lihat menu makanan. "Makan Steak, Kar?" tanya Tuti.

"Jangan! Ntar tiga hari gua cuman bisa ngemil indomie."

"Yaudah, terus apa?"

"Yang murah meriah aja sih."

"Ujung-ujungnya yang murah juga," sahut Tuti. Aku hanya membalasnya dengan senyum lebar

________

Setelah makan, pandanganku kembali mengedar, mencari keberadaan Milo. Namun, tak ada tanda-tanda kemunculannya.

"Milo! Milo!" Aku memanggil namanya di dalam hati. Nihil. Ia tetap tidak muncul.

"Lu gelisah banget sih, Kar?" tanya Tuti sembari mengerogoti tulang ayam.

"Nggak kok."

"Tingkah lu kaya orang nyari sesuatu. Nyariin apa sih?"

"Nggak yang jualan seblak!"

"Ya nggak ada lah, Kar!"

Hantu TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang