Buku Diary

3.8K 423 14
                                    

Aku terkejut dengan ucapannya itu. "Seriusan lu adeknya?" tanyaku, memastikan.

"Iye!" Ia kembali menunjukan foto di ponselnya. "Tuh liat kalo gak percaya!" Terlihat sebuah foto keluarga.

"Sekarang Milo ke mana?" tanyaku.

"Lu beneran temennya apa ngaku-ngaku doang?"

"Gua temennya! Malah kita pernah deket."

"Ah bohong! Orang kaya Milo mana mungkin deketin cewek. Apalagi cewek dari sekolah sebelah. Cewek sekolahnya aja banyak yang ditolak. Terus kalau lu beneran ceweknya. Harusnya lu tau kalau Milo udah meninggal."

"Oh, jadi dia beneran udah meninggal," balasku.

"Nahkan! Lu aja baru tau!"

"Gua udah tau dari lama. Cuman gak yakin aja," sahutku, kesal.

"Kapan?"

Ih, ini adeknya beda banget sama kakaknya. Bikin kesel aja!

"Sekitar enam bulan lalu!"

"Lah? Orang Milo meninggal udah dua tahun lalu."

"Iyaaaa! Tapi gua ketemunya enam bulan lalu."

"Lu ketemu siapa? Setan?" sahutnya, ngegas.

"Iya! Gua ketemu setannya Milo! Puas?"

"Ah cewek halu! Palingan lu nge-fans sama kakak gua doang!"

"Kalau iya kenapa?"

"Kalau iya, jangan suka ngaku-ngaku temen deketnya!"

Tin!

Sebuah mobil hitam berhenti tepat di samping kami. "Dah ah! Gua males ngobrol sama cewek halu! Pergi sana!" ucapnya.

"Dasar anak gak tau sopan santun!" sahutku.

"Mending gak tau sopan santun, daripada pura-pura deket sama kakak gua!" Ia melangkah ke arah mobil.

"Ih, gua emang beneran deket sama kakak lu. Gua tau kok hobi dia suka liatin bintang! Gua juga tau kalau dia ngomong tuh bakuuuu ... banget!"

Ia menoleh padaku. "Apalagi yang lu tau?" tanya sembari mendekatiku.

"Badannya wangi, kaya perpaduan aroma mint dan orange."

"Itu emang parfum kesukaan dia. Terus, apalagi?"

"Itu aja. Orang gua kenal dia cuman seminggu lebih kok. Malahan sebelum dia ngilang, kita sempet tidur bareng di kamar."

"Argh! Nggak mungkin itu kakak gua!"

"Yaudah sih, kalau lu gak percaya." Aku membalikan badan. Tiba-tiba teringat pesan terakhir Milo.

"Oh ya satu lagi!" Aku kembali menoleh padanya.

"Apa?"

"Dia ninggalin sesuatu untuk gua!"

"Mana mungkin!"

"Coba aja lu cek di antara tumpukan buku di laci meja belajarnya."

Ia terdiam. Sementara aku, lanjut berjalan ke arah Tuti yang sedang berdiri di depan gerbang.

"Lu ribut sama siapa sih, Kar?" tanya Tuti.

"Itu ... adeknya Milo!" balasku.

"Hah itu adeknya?"  Tuti tampak terkejut, sembari menatap adiknya Milo yang masih berdiri di dekat mobilnya.

"Gila! Adeknya aja secakep itu. Gimana kakaknya?"

"Kakaknya jauh lebih cakep, Ntut. Baik lagi. Nggak kaya adeknya yang jutek parah."

Hantu TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang