20. Nongkrong? Nggak Dulu

3.4K 482 30
                                    

09:30

Di dalam lapangan tempat yang sering kali digunakan untuk olahraga, Jendra si ketua kelas mengabsen satu persatu teman kelasnya setelah mereka berganti baju olahraga.

"Jam olahraga selesai sampai jam sebelas. Pak Galih nggak bisa ke sini, katanya beliau lagi pusing. Jadi kalian bisa olahraga sendiri, tapi nggak boleh ada yang ke kantin!" Jelas Jendra di depan deretan temannya yang sedang berbaris.

"Kebiasaan Pak Galih ada aja alasannya. Padahal kan beliau Guru olahraga ya, kok sakit mulu." Celetuk Raynar.

"Kalau pusing pasti susah buat ngajar olahraga." Balas Jendra.

"Alasan doang itu mah." Berhubung tidak ada orangnya, Raynar berani berkata seperti ini.

"Dimaklumi aja." Ucap Jendra, lalu membubarkan barisan.

Jaena dan Raynar berjalan ke pinggiran lapangan yang terdapat tangga di sana diikuti Edward.

"Haduh, mending duduk aja." Ucap Jaena sambil mendudukkan dirinya.

"Lo emang males gerak, anjir." Balas Raynar sambil menampar pundak temannya itu, dan setelahnya ikut duduk.

"Kalian nggak olahraga?" Tanya Jendra mengikuti teman-temannya.

"Jadi penonton aja gue." Balas Jaena.

"Edward, lo nggak mau olahraga sama yang lain? Itu ada yang main badminton, basket, sama bola?" Tanya Jendra menoleh ke arah Edward yang berdiri di sampingnya.

Sejujurnya Edward juga senang melihat lapangan sebesar ini, tapi kenapa teman Jaena sama-sama enggan bergerak seperti Saudaranya tersebut?

Ini jelas jauh berbeda dari ekspektasinya tentang akan betapa menyenangkannya bermain bola bersama-sama.

"Nah, lo kan suka main bola tuh. Gabung sana sama yang lain." Ucap Jaena kepada Edward, lalu melihat teman-teman sekelasnya yang sedang berolahraga di lapangan.

Edward mengikuti arah pandang Jaena, jelas saja dirinya ingin bermain sepak bola juga, tapi ia tidak cukup akrab dengan mereka.

"Lo suka sepak bola? Kalau lo mau gue bisa minta Marcus masukin lo ke tim sepak bola sekolah ini. Kebetulan Markus wakil ketua OSIS sama kapten klub bola di sini. Jadi gue sering ketemu sama dia." Jendra dengan baik hati menawarkan hal ini kepada Edward.

"Ide bagus. Gabung aja, Chan." Ucap Jaena setuju.

Tawaran yang menarik. Jendra ternyata sangat baik kepadanya. Tapi tunggu, sepertinya nama Marcus tidak asing ditelinganya.

"Marcus?" Spontan Edward menyebut nama itu.

"Iya, lo pasti belum pernah ketemu sama dia. Kelasnya emang jauh dari kelas kita, dia juga Anaknya lebih suka di ruang OSIS kalau istirahat." Jelas Jendra.

"Marcus Embry Benjamin." Balas Edward seperti tebakkan.

"Lo kenal?" Tanya Jendra sedikit terkejut.

Tidak hanya Jendra, Raynar dan Jaena juga merasakan hal demikian.

"Dulu waktu masih sekolah dasar, ada temen sekelas namanya Marcus Embry Benjamin, biasa dipanggil Marcus." Jawab Edward.

"Terus lo masih inget nama lengkapnya sampai sekarang? Atau lo emang seneng ngehafalin nama lengkap orang lain ya? Nama gue sekali denger aja lo hafal." Raynar tidak habis pikir dengan otak Edward.

"Orang yang aku kenal nggak banyak, apalagi sampai jadi temen. Dan buat nama mereka, bukannya ngehafal tapi inget." Jelas Edward.

Biarkan saja Raynar keheranan memikirkannya, Jaena yang sudah faham sifat Edward saja terkadang masih pusing.

TarachandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang