17. Berapa Nomor Whatsappmu?

3.8K 514 21
                                    

21:30

Banyak orang yang mengatakan jika dimalam hari yang sunyi dan hanya seorang diri adalah waktu paling tepat bagi orang yang suka overthinking.

Memikirkan hal yang tidak seharusnya dikhawatirkan, dan bermonolog sendiri tanpa adanya penegah di dalam hati.

Hal itu pun tidak lepas dari Edward sekarang, namun sepertinya hari ini dirinya tidak bisa berdiam sendiri terlalu lama saat mendengar pintu kamarnya dibuka, dan kedatangan Jordan menuju kursi di balkon kamarnya.

"Kenapa belum tidur?" Tanya Jordan. Padahal lampu kamar Edward sudah dimatikan, tetapi sang pemilik kamar masih ingin menghirup udara luar di malam hari.

Sebenarnya Jordan hanya ingin memastikan jika Anaknya sudah tidur, namun ternyata Edward malah tengah duduk di kursi yang terdapat di balkon kamarnya, membuat Jordan mengurungkan niatnya yang awalnya hanya ingin mengetahui kondisi putranya tersebut.

Memang sudah menjadi kebiasaan Jordan jika dimalam hari dirinya akan mengecek keadaan Edward, meskipun bisa dikatanya sudah besar tapi Anak tetaplah Anak kan.

"Belum ngantuk, Yah. Lagian aku kan bukan Anak kecil lagi yang harus tidur jam sembilan." Balas Edward sambil tersenyum kecil. Kepalanya pun mendongak ke sebelah kiri di mana Jordan berada dan setelah itu duduk di kursi sampingnya.

"Kata siapa kamu udah besar?" Tanya Jordan.

Edward berdecak sambil tertawa pelan. "kan bener kalau aku sekarang udah gede."

"Belum punya KTP, berarti belum gede." Balas Jordan.

Edward tidak membalasnya, laki-laki muda itu hanya tersenyum kecil lalu kembali melihat gelapnya langit di atas sana dengan tenang.

"Kamu ada masalah? Atau nggak nyaman di sekolah tadi?" Tanya Jordan hati-hati.

Sebagai Ayah sudah seharusnya Jordan bisa menempatkan dirinya, dan bisa menjadi penasehat atau bahkan menjadi pendengar yang baik.

"Sejak kapan pergi ke sekolah buat mencari kenyamanan? Kalau mau cari nyaman nggak bakal aku pergi ke sekolah. Tempat paling nyaman itu rumah bareng Ayah sama Bunda." Ucap Edward, melihat Ayahnya sekilas lalu kembali menatap langit.

"Kamu bisa bilang ke Ayah kalau merasa nggak nyaman, atau ada yang gangguin kamu." Jordan menatap lembut Anaknya tersebut.

Pria itu tidak ingin kejadian lama terulang kembali. Kalaupun seandainya terulang, maka tidak akan ada ampun dari Jordan untuk orang yang sudah menyakiti putranya.

"Aku baik-baik aja, Yah." Balas Edward.

"Tapi kayaknya kamu lagi banyak pikiran." Ucap Jordan terus terang.

"Ayah tau kalau selama ini aku nggak ada teman berbagi cerita kecuali ke Bunda sama Ayah. Nggak ada alasan buat aku nutup diri dari kalian. Tapi dua hal yang ganggu aku hari ini berasal dari pertanyaan Bunda sama Ayah, pertama waktu Bunda tanya soal teman baru, dan sekarang Ayah tanya tentang kenyamanan. Bukan dua hal itu yang jadi prioritasku pergi ke sekolah." Tanpa menatap Jordan, Edward mengatakan isi hatinya.

"Aku ngerasa rumah ini terlalu kosong. Ayah sama Bunda sering bilang kalau aku pinter." Ucap Edward lalu menatap Jordan. "tapi aku nggak menghasilkan apa-apa dari itu, aku nggak membanggakan meskipun pinter, aku juga nggak berprestasi."

"Kalau Ayah pikir tujuanku mau sekolah supaya banyak temen dan merasa nyaman, itu seratus persen salah besar. Aku cuma mau ikut olimpiade yang ada dan menghiasi rumah ini pakai penghargaan dari otakku sendiri." Edward mengungkapkan alasannya yang sesungguhnya.

Jordan menghela nafasnya, tangan kanannya terulur menepuk pelan pundak kiri Edward.

"Doc Hudson pernah berkata kalau itu hanyalah piala kosong. Kamu nggak perlu membuktikan ke siapa pun kalau diri kamu pintar, cukup Ayah sama Bunda aja yang bisa melihat itu. Ini bukan masalah." Ucap Jordan.

TarachandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang