62. Bukan Manusia Lemah Lembut

1.2K 198 12
                                    

Semenjak beberapa tahun yang lalu, rasanya bukan lagi rasa yang menyeramkan jika Edward harus menangani sebuah kasus yang tragis, datang ke tempat kejadian dan menangani kasus tersebut.

"Ibu korban mau mau ketemu sama Pak Edward." Ucap Jiro hati-hati.

Sejak beberapa menit sampai di tempat kejadian perkara, Edward hanya berdiri tanpa kata, laki-laki itu memperhatikan dan membayangkan bagaimana kira-kiranya kronologi yang terjadi.

"Nggak usah. Suruh pulang aja." Ucap Edward tanpa menolehkan pandangan ke Jiro.

Jiro mengangguk, lalu kembali pamit untuk memberi tahu jika atasannya tersebut sedang tidak bisa diganggu sekarang.

Namun memang bukan kata itulah yang diharapkan untuk didapatkan, nyatanya Ibu dari korban tetap memaksa masuk melewati garis polisi dan menemui Edward.

"Bu Lita." Jiro sudah berusaha sekuat mungkin untuk menahan dengan kata-kata tanpa mengeluarkan tenaga laki-lakinya, tapi Ibu dari korban tersebut tetap keras kepala.

"Pak Jaksa." Panggilnya dibalik punggung Edward.

Mendengar suara yang asing di telinganya, Edward pun membalik tubuhnya dan membuang nafasnya panjang. Kenapa harus selalu seperti ini?

"Ibu tau garis Polisi dibuat agar tidak dilalui sembarangan?" Edward menunjuk garis Polisi yang membentang di sekitar mereka semua.

"Saya mau bicara sama Bapak-"

"Bicara apa? Bukan berarti Ibu bisa seenaknya melewati garis Polisi seperti ini. Jiro sudah melarang kan? Lalu kenapa Ibu tetap masuk?" Sela Edward cepat.

"Ini tentang Anak saya, Pak." Balasnya memelas.

"Terus? Apa yang mau Ibu dengar dari saya? Memangnya saya tau apa? Masuk sembarangan ke TKP itu tindakan yang salah, Ibu bisa saja merusak bukti yang ada. Ibu mau merusak bukti itu?" Tanya Edward tegas, yang mungkin terkesan jahat dan tidak berperasaan.

Jiro saja sampai meringis ngeri mendengarnya, sudah paham sekali dengan sikap atasannya yang tidak mungkin bisa ikut sedih dan mellow. Edward bukan orang yang akan bersikap menenangkan dan berkata dengan tutur kata yang lembut, mustahil sekali jika itu terjadi.

Dering ponsel di saku jas milik Edward memecah ketegangan yang terjadi, membuat laki-laki itu mengalihkan perhatiannya dan segera mengangkat telepon setelah membaca nama yang tertera.

"Hasilnya udah keluar. Lo di mana?" Tanpa basa basi Jaena langsung mengatakan maksud tujuannya menelpon Saudaranya tersebut, lagipula Edward juga hanya menunggu hal ini daripada bertanya tentang kabar Jaena.

"Oke." Jawab Edward terlampau singkat.

"Lo pasti kaget sama temuan gue." Ucap Jaena membuat Edward segera mematikan sabungan telepon mereka.

"Jiro, kita harus ke tempat Jaena sekarang." Ucap Edward lalu berjalan pergi terlebih dulu, laki-laki itu terlihat sangat terburu-buru.

"Ibu Lita, ayo mari pergi." Ajak Jiro sopan sekali.

"Pak Edward sedang bekerja, bukan dia orang yang kasar, tapi dengan sikap Ibu yang seperti ini malah dianggap menganggunya. Saya harap Bu Lita tidak mengambil hati ucapan Pak Edward tadi." Ucap Jiro.

"Oh iya perlu Ibu tau, Pak Edward selalu berusaha keras dalam kasus yang ditanganinya, jadi Bu Lita tidak perlu khawatir, karena saya yakin Pak Edward mampu mengungkap kasus ini secepat mungkin. Jadi Ibu bisa pulang sekarang, dan biarkan kami yang bekerja." Jiro berusaha keras agar kata-katanya bisa didengarkan dengan baik dan tidak melukai hati wanita yang sedang sangat rapuh ini.

Wanita ini baru saja ditinggal secara tragis oleh sang buah hati yang sudah ia besarkan dengan penuh kasih sayang, hati Ibu mana yang bisa baik-baik saja setelah mendapati menyatakan seperti ini?

TarachandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang