61. Sampai Pada Impian

1.3K 211 22
                                    

Ketukan palu di ruangan persidangan mengakhiri ketegangan hari ini, tentang kasus yang sangat parah, namun naasnya saat ini sering kali terjadi, ya itu tentang pemerkosaan dan pembunuhan.

Edward di sini hanya menyelesaikan tugasnya sebagai penuntut umum, meskipun korban sudah tiada di bumi ini, namun keadilan tetaplah keadilan bukan?

Edward mengemasi barang-barang yang sudah dirinya bawa ke ruang sidang hari ini, di belakangnya ada Jiro, bawahannya yang sudah bekerja selama satu tahun bersamanya.

Laki-laki yang lebih muda darinya, namun memiliki bentuk tubuh dan tinggi badan yang cukup jauh dengan Edward, jika dilihat-lihat Jiro lebih mirip bodyguard bagi Edward, Anak itu menjaga Edward dengan sangat baik selama ini.

Keluar dari ruangan persidangan, agaknya Edward hampir selalu menerima ini, makian tidak terima dari keluarga pelaku atas jatuhan hukuman yang sudah diputuskan.

"Anak saya nggak mungkin melakukan itu, saya mau mengajukan banding!" Itulah lontaran kata-kata yang diucapkan dengan keras di depan wajah Edward saat laki-laki tersebut baru saja keluar.

"Brahim nggak mungkin ngelakuin hal kayak gitu, Pak. Dia Anak baik!" Ucapnya masih menggebu-gebu.

"Semua orangtua selalu menganggap Anaknya baik." Balas Jiro.

"Bukan didikan anda yang salah, jadi jangan menutup mata tentang apa yang sudah diperbuat oleh Anak anda. Kejahatannya tidak bisa dimaafkan." Lanjut Jiro.

"Saya berani bersumpah kalau Brahim bukan orang sejahat itu." Balasnya.

"Pak Jaksa, tolong." Ibu hampir bersujud di kaki Edward, namun langsung ditahan oleh Anak perempuannya.

"Lakukan sesuka anda. Tapi saya cuma ingin mengingatkan, Ibu juga punya seorang putri kan?" Akhirnya Edward ikut membuka suaranya.

Edward rasa sudah selesai urusannya di sini. Tidak ada kata-kata yang bisa ia berikan entah itu untuk menguatkan keluarga korban, atau memaki-maki keluarga pelaku, dirinya tentu saja merasa tidak berhak.

Jiro duduk di kursi kemudi, di sampingnya sudah ada Edward yang juga duduk sambil menyandarkan punggungnya. Selain sebagai bawahan yang merangkap sebagai asisten, bodyguard, Jiro juga bisa dikatan sebagai sopir pribadi Edward, laki-laki muda itu sama sekali tidak merasa keberatan.

"Mau makan siang dulu, Pak?" Tanya Jiro kepada Edward di sampingnya.

"Jam berapa sekarang?" Tanya Edward, menatap Jiro dengan raut wajah tidak menyenangkan, membuat Jiro meringis sampai gigi rapihnya terlihat.

"Jam empat." Balasnya.

"Waktu yang sangat terlambat buat makan siang." Ucap Edward.

"Tapi kalau kamu laper, kamu bisa pergi sendiri." Lanjut Edward.

Jiro mengangguk-ngangguk, lalu memilih diam hinga sampai di kantor mereka berada.

"Jangan lupa laporannya nanti." Ucap Edward mengambil alih kemudi mobilnya setelah Jiro turun.

"Siap, aman." Balas Jiro sambil menunjukkan jempolnya.

"Kalau begitu saya tinggal dulu." Ucap Edward.

Hari ini masih belum terlalu sore saat Edward pulang dari kantornya, laki-laki itu sudah memiliki janji untuk menjemput Luna di rumah sakit tempat gadis tersebut bekerja.

Sebenarnya bukan janji yang harus ditepati, namun hanya saja Edward memang sering menawarkan untuk pulang bersama.

Berjalan dengan santai memasuki area rumah sakit, sampai di depan ruangan yang Edward ketahui sebagai kantor Luna dan beberapa orang lainnya di dalam sana.

TarachandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang