12.

22 4 0
                                    

Happy reading!

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“NATHAN!”

Suara milik Sabrina terdengar, ia terkejut melihat Nathan yang tiba-tiba berlari menyelamatkan Haura. Dengan cepat Sabrina berlari ke arah mereka.

“Lo gapapa Nath? Ada yang sakit? Ayo bangun aku oba–”

Nathan yang masih dalam pose memeluk Haura menatap Sabrina tajam. “Diem. Yang harus lo khawatirkan itu dia,”

Nathan melirik ke arah Haura yang masih memejamkan matanya.

“Bangun lo, ga usah pura pura pingsan.”

Haura yang mendengar suara berat di samping telinganya dengan segera membuka kedua matanya. Gadis itu menatap ke arah Nathan, kemudian memberikan senyum yang menurut Nathan agak menyebalkan tapi manis.

Sabrina masih mengamati dalam diam interaksi mereka, apalagi matanya tidak bisa lepas dari tangan Nathan yang memeluk pinggang Haura.

Sedangkan Haura yang ingin bangun merasa kesusahan, akibat Nathan yang tidak melepaskan lingkaran tangannya dari pinggang gadis itu.

“Lepasin dong pelukannya. Kalo di peluk terus, mana bisa gue bangun,” ujar Haura.

Nathan dengan cepat melepaskan pelukannya, pemuda itu salah tingkah saat Haura berkata seperti itu, sedangkan sang gadis yang melihat pemuda dengan cepat melepaskan pelukannya hanya tertawa. Jujur cowok kalau salah tingkah itu gemesin.
Dengan perlahan Haura bangun, mengibaskan pasir yang menempel di badannya.

Gadis itu sama sekali tidak terluka, bahkan terlihat baik-baik saja, berbeda dengan Nathan, pemuda itu memiliki goresan panjang di lengannya akibat menghalangi benturan kepala sang gadis. Lebih tepatnya tangannya tergores karena pot milik mamanya yang pecah, dan akibat gerakan refleksnya melindungi kepala Haura.

Haura yang melihat hal itu, dengan refleks menarik tangan Nathan.

“Tangan lo–” belum sempat berucap, Nathan sudah lebih dulu menarik tangannya.

“Nanti gue obatin sendiri,” ujar Nathan, saat hendak pergi, Haura menghalangi langkahnya.

“Ga! Biar gue aja yang obatin, ga ada penolakan. Titik!” ujarnya.

Nathan hanya pasrah dengan keras kepala Haura, menyusahkan.

Sabrina yang sedari tadi diam, langsung angkat suara.

“Eum, mending gue aja yang obatin? Ga mungkin kan kita ngerepotin tamu,” katanya sok bijak, Nathan hanya acuh dengan perkataan Sabrina. Malahan ia menarik Haura agar pergi dari kolam ikan tersebut.

Sabrina hanya bisa mengepalkan tangannya, melihat tingkah acuh milik Nathan, dan apa-apaan perempuan disampingnya itu, bukannya dia berasumsi bahwa Sabrina dan Nathan berpacaran? Harusnya dia tahu diri. Dan menyuruh Sabrina untuk mengobati Nathan.

LiefdestaalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang