"Pacaran sama gue, sekarang."
"Males banget, pacaran sama cowok cantik!"
"Cantik gini ... Tapi lo suka kan?"
-
"Kak! Jadi pacar aku aja gimana?"
"Entar dikasih bunga tiap ketemu deh,"
"Maaf, ga doyan adek kelas."
_
Saya masih dalam tahap belajar men...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ah, meresahkan sekali wajah cantik itu." Haura.
****
Gadis dengan tinggi semampai itu melangkahkan kakinya masuk ke pekarangan sekolah. Decitan sepatu berbunyi nyaring, sebab koridor sekolah sunyi.
Para murid sudah memulai proses belajar mengajar, tetapi gadis ini masih diluar berjalan dengan santai seolah tidak memiliki beban.
Gadis itu berhenti tepat didepan kelas yang bertuliskan 11 IPA 2. Dengan pelan dan penuh penghayatan dia membuka pintu tersebut. Ia memasuki kelas itu perlahan tapi pasti.
"HAURA ANDIRA PUTRI!!" teriakan lantang menggelegar di seluruh penjuru kelas.
Yang memiliki nama hanya senyum-senyum tidak jelas.
Haura menatap Pak Yanto yang sedang melihatnya dengan sangar.
"Selamat pagi pak Yanto," ujar Haura sambil sok merapikan poninya.
"INI SUDAH JAM BERAPA HAURA?! KAMU KENAPA BISA MASUK JAM SEGINI!!" marah pak Yanto, Haura menunduk sambil memainkan jari-jarinya.
"HEH! JAWAB HAURA!"
"Aduh pak. Jangan teriak-teriak dong! Sakit telinga saya, kasian juga sama anak-anak kelas. Bisa jantungan mereka," ucap Haura mendramatisir. Pak Yanto hanya menatapnya geram, seolah ingin menerkamnya.
Pak Yanto mendekati Haura, kemudian mencubit telinganya.
"Aduh ... sakit pak! Kenapa saya dicubit sih?!"
"Kamu itu udah telat, kurang ajar lagi! Jadi kamu pantas untuk dicubit." pak Yanto semakin menguatkan cubitannya.
"Aw ... Pak pelan-pelan dong cubitnya," Haura mencoba melepaskan cubitan maut pak Yanto, tapi percuma cubitan Pak Yanto malah semakin kuat.
"Sekarang kamu keluar dari kelas, lalu berdiri di lapangan terus hormat bendera!" perintah Pak Yanto.
Dengan berat hati Haura menuruti perintah Pak Yanto, ia berjalan gontai menuju lapangan.
Sampai di lapangan dia menatap tiang bendera sebentar, sebelum mengangkat sebelah tangannya untuk hormat.
Sekarang jam sembilan lewat lima belas menit, panas matahari terasa menusuk dan lebih panas.
'Sabar ya Ra. Anak sabar disayang orang ganteng.' batin Haura.
Saat sedang asik melamun sambil hormat, tiba-tiba pandangannya teralihkan kepada dua sejoli yang sedang berjalan menuju ruang kepala sekolah.