R10

1.4K 275 12
                                    

Happy reading.....

Chris begitu memanjakan Ratasya yang masih saja mengalami mual dan lemas. Bersyukur panasnya sudah turun, namun nafsu makan istrinya itu masih turun drastis membuat Chris khawatir.

"Aku mual sayang, mencium bau makanan saja aku sudah gak kuat!" Rengek Ratasya sambil memuntahkan cairan kuning di atas wastafel.

"Lalu kamu dapat nutrisi dari mana sayang? Kasihan bayi kita, kamu pun semakin lemah!"

Ratasya tersenyum lalu menatap suaminya.

"Kamu tampan sekali ketika sedang menghawatirkan aku!"

Chris menghela nafas lalu tersenyum geli.

"masih sempat ya kamu menggoda saya?"

Ratasya tertawa lalu memeluk tubuh suaminya. Sungguh hangat dan nyaman.

"Boleh aku tidur sambil memelukmu?"

Chris pun mengangguk pelan lalu menggendong istrinya dan meletakkannya di atas ranjang.

Mereka pun terdiam menikmati kesunyian sambil menghangatkan tubuh masing-masing. Ratasya akhirnya terlelap tidur, Chris menatap wajah istrinya. Dia berharap jika masa ngidam istrinya ini cepat berlalu. Chris khawatir akan keselamatan istri dan bayinya.

Keesokan harinya mereka pun memeriksakan kehamilan Ratasya ke rumah sakit, sebenarnya perempuan itu enggan pergi ke rumah sakit namun Chris memaksa, dia khawatir dengan kondisi istrinya yang semakin melemah. Dan benar saja dokter menyarankan Ratasya untuk di rawat inap. Setidaknya ada infus yang bisa memasok sebagian nutrisi untuk istrinya.

Ratasya hanya bisa pasrah dan orang tuanya pun hadir untuk menjaga Ratasya dan memberi perempuan itu support.

"Mama senang, akhirnya Mama bisa memiliki cucu." Trinity mengelus rambut Ratasya dengan sayang.

"Ratasya juga tidak menyangka Tuhan akan memberi kebahagiaan secepat ini. Tapi Ma, Ratasya takut. Kandungan Ratasya sepertinya lemah."

" Ini hal wajar bagi perempuan di trisemester pertama."

"Benarkah?"

"Dulu waktu Mama mengandung Arya, kandungan Mama lemah."

"Kalau waktu mengandung Chris?"

Trinity tersenyum kaku lalu menghela nafas.

"biasa saja, Chris tidak merepotkan!"

Ratasya tersenyum, ternyata sejak di dalam kandungan pun suaminya ini sudah mandiri.

"Istirahatlah!"

Ratasya pun mengangguk pelan lalu bersiap untuk tidur karena memang tubuhnya masih terasa lemas.

Trinity pun duduk di sofa, lalu menghela nafas dengan gusar. Tak lama datang Daniel sang papa mertua, dia tampak cemas saat melihat wajah muram istrinya.

"kamu kenapa?"

"Sayang, tadi Ratasya membahas saat Chris masih di dalam kandungan."

Trinity pun menceritakan kejadian itu dan Daniel mengusap lembut rambut istrinya.

"Wajar saja, Ratasya tidak tahu kalau Chris bukan anak kandung kita, dan yakin suatu saat kita akan memberitahu Chris, tapi tidak sekarang."

Ratasya yang belum sepenuhnya tidur terkejut mendengar ucapan Daniel. Jadi Chris bukan anak kandung mereka? Lalu Chris anak siapa? Kenapa mereka merahasiakan hal ini pada Chris dan semua orang?

Ratasya takut Chris akan merasa kecewa jika mengetahui hal yang sebenarnya dan Arya akan semakin menjadi-jadi, bersikap seenaknya pada Chris karena suaminya itu hanya anak pungut. Sekarang apa yang harus Ratasya lakukan? Memberi tahu Chris atau bungkam? Ratasya merasa kepalanya semakin pening. Sungguh Ratasya belum bisa menerima kenyataan ini

Ratasya memejamkan matanya, memang wajah Chris lebih tampan dari wajah kedua orang tua dan Arya. Chris berambut pirang sedangkan keluarganya berambut cokelat gelap. Tubuh Chris pun lebih tinggi dari tubuh Daniel dan Arya. Sepertinya orang tua Chris pun blasteran seperti Arya, oh Tuhan kepala Ratasya semakin sakit saja. Perempuan itu pun menghela nafas lalu berusaha untuk mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya. Tanpa mereka sadari, seseorang menguping pembicaraan Daniel dan Trinity, juga memperhatikan Ratasya yang ikut menguping  pembicaraan mereka.

*****

Chris merasa konsentrasinya terpecah, bagaimana tidak. Kondisi Ratasya malah semakin memburuk, dokter bilang Ratasya tidak boleh banyak pikiran. Namun Chris pun bingung, apa yang dipikirkan istrinya? Setiap dia bertanya Ratasya selalu berkata kalau dia baik-baik saja. Dia tidak sedang berpikir apa-apa hanya dia merasa tak nyaman berlama lama di rumah sakit. Bagaimana dia bisa cepat pulang jika kondisi istrinya malah semakin menurun?

Dokter sudah menyuntikan vitamin dan penguat rahim. Chris pun sudah berusaha menemani dan menghibur istrinya. Namun Chris melihat pandangan istrinya sekarang berubah, seperti merasa kasihan jika melihat dirinya. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Apa kata dokter? Aku ingin pulang."

"Kondisimu belum pulih benar sayang, masih lemah."

Ratasya pun menghela nafas lelah.

"Sini!"

Chris pun naik ke atas ranjang lalu memeluk tubuh istrinya dengan lembut.

"Saya tidak tahu apa yang sedang kamu pikirkan, saya harap suatu saat kamu mau jujur pada saya."

Ratasya hanya terdiam, matanya berkaca-kaca. Bagaimana dia bisa jujur? Bukti kuat saja dia belum punya.

"Aku tidak memikirkan apa-apa. Aku hanya ingin pulang."

Chris pun menghela nafas, dia hanya bisa mengalah. Ratasya akhirnya terlelap tidur setelah puas memeluk suaminya, berbeda dengan Chris yang masih bergelut dengan pemikirannya. Perusahaan sudah mengalami peningkatan yang signifikan dan beberapa hari kedepan Chris harus ke Bali dan Lombok untuk menemui para pemegang saham. Melakukan rapat penting tentang pemulihan kondisi perusahaan. Tanpa kepercayaan dari para pemegang saham, perkembangan perusahaan dapat terhambat.

Chris ingin membawa istrinya ikut ke Bali namun dengan kondisi seperti ini dia tak mau terjadi hal buruk terhadap istrinya. Chris sungguh dilema.

Keesokan harinya Chris pun berkonsultasi pada dokter dan dokter menyarankan Ratasya untuk bed rest, jangan dulu menempuh perjalanan jauh. Ah Chris sungguh di buat bingung, ke khawatiran Chris pun akhirnya di tangkap oleh Ratasya. Chris pun mengutarakan pikirannya kepada sang istri.

"Aku akan  dijaga oleh papa, mama jadi kamu gk usah khawatir sayang."

"Saya tetap saja tidak tenang."

"Aku janji, aku akan makan banyak dan menjaga diriku baik-baik. Aku tidak akan nakal!"

Chris pun menatap kesungguhan di wajah istrinya, lelaki itu pun mengecup kening Ratasya dengan lembut.

"Ya Tuhan betapa saya menyayangimu."

"Aku juga menyayangimu Chris, suamiku yang tampan " Chris pun tersenyum.

"Baiklah, lusa saya akan berangkat dan segera menyelesaikan semua, saya janji akan segera kembali."

Ratasya pun mengangguk lalu memeluk suaminya.

"Jangan lupa kasih kabar!"

"Tentu saja sayang."

Mereka pun mempererat pelukannya, mereka berjanji dalam hati untuk saling menjaga agar saat nanti dipertemukan kembali, mereka akan berkumpul dalam keadaan sehat dan bahagia.

Tbc

Ratasya (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang