TL 3

46 7 0
                                    

Soona tidak percaya sama sekali dengan Jimin yang bersikap manis padanya. Bagaimana tidak pria itu mengatakan janji akan makan bersama malam ini. Dan benar saja saat dia membersihkan pakaian-pakaian Jimin dia menemukan sebuah cincin yang terselip di pakaiannya.

Sungguh jika di lihat ini bukan cincin miliknya, Jimin tidak pernah memberikan cincin dengan warna permata seindah ini. "Sialan. Apa benar dia bermain di belakangku?" gumamnya.

"Mama bicara dengan siapa?"

Suara kecil Yuri yang tengah memergokinya di balik pintu. Soona langsung menyembunyikan cincin itu kedalam saku pakaiannya.

"Tidak sayang, mama tidak bicara apapun. Hey kenapa belum tidur?" tanyanya kendati sang gadis ciliknya belum tidur.

"Menunggu papa, kenapa papa pulangnya lama ya..."

"Papamu ada pekerjaan sayang. Tidur ya sudah malam.." ajaknya.

Yuri yang penurut, gadis kecil itu akhirnya pergi menuju kamarnya dengan Soona yang mengantarkannya. "Mau di baca kan dongeng?" tawarnya saat di depan pintu. Namun gadis kecil itu menggelengkan kepalanya.

"Tidak, biar papa yang baca dongeng, mama kan tidak pandai mendongeng!" katanya kesal. Tapi sungguh benar apa kata Yuri, dia tidak bisa mendongeng.

"Kalau begitu tidur yang nyenyak, dan mimpilah yang indah," ucapnya mengirim perpisahan dengan sang putri di depan kamarnya.

Pintu itu tertutup, Soona bisa bernafas lega kali ini. Dengan cepat dia kembali melihat cincin yang dia simpan. Mungkin saja kalau Jimin ingin memberikan padanya hingga dia lupa?

"Lihat ekspresinya saja, kalau pun aku salah berarti aku harus minta maaf padanya."

Namun saat hendak melangkah, ponsel yang dia bawa itu bergetar pelan. Layar menunjukkan panggilan dari sang ayah. "Hallo ayah kenapa menelpon malam-malam begini?" tanyanya.

"Nak bagaimana kabarmu? Apa harimu senang?"

"Ayah tidak perlu khawatirkan aku. Aku tidak apa-apa."

"Aku mendengar dari tuan Hong jika Jimin sering kali pulang larut."

"Iya." dalam hati Soona ingin mengakhiri sambungan telepon ini.

"Kau tidak curiga padanya? Aku juga mendengar dia menerima sekretaris wanita."

"Tidak. Aku percaya Jimin. Apapun itu. Ayah aku sudah mengantuk, besok kalau ada waktu senang aku akan telepon balik, selamat malam." dengan cepat Soona menutup panggilannya sepihak. Menggenggam ponselnya erat, jujur saja hubungannya dengan sang ayah tidak baik. Setelah sang ayah menyudutkan Jimin karena tidak bisa menjadi suami yang bisa menjaganya. Kalau tidak salah saat mengandung anak pertama Soona jatuh dari tangga.

.

"Jimin kau datang pukul berapa? Aku kok tidak tahu?" tanya Soona saat menyiapkan makanan untuk pria itu dan putrinya.

Jimin yang tengah melahap makanan itu langsung menghentikan suapannya. Yuri yang ada di sebelahnya melihatnya. "Pukul 2 pagi. Maaf, aku tidak ingin membangunkanmu malam itu Soona," katanya sembari mengusap anak rambut Yuri.

Tidak, Jimin sebenarnya sudah pulang dari pukul sembilan hanya saja dia berkunjung ke apartemen Lilac untuk bersua.

"Yuri bisa bermain dengan Calico di taman?" tanya Soona menyuruh Yuri untuk pergi sebelum melancarkan aksinya pada Jimin. Dengan cepat gadis itu turun dari tempatnya dan langsung pergi ke taman belakang rumah. Setelah aman dari Yuri, Soona langsung mengutarakan sesuatu, "Jimin boleh aku bertanya sesuatu?"

"Iya," jawabnya, Jimin tak tahu apa yang Soona tanyakan padanya. Namun saat di sodorkan sebuah cincin membuat wajahnya kaku.

"Jimin ini untukku?" tanya Soona hati-hati.

Jimin masih menatap cincin itu lama. Sebelum menatap Soona dengan senyuman. "Iya untukmu," katanya tanpa ragu. Meraih belakang kepala Soona dan membubuhkan kecupan kecil di sudut bibirnya.

Pun Soona tampak merasa kaku. Dia salah jika menganggap Jimin memiliki hubungan dengan sekretaris cantik bernama Lilac, memang saja dia yang sensitif seperti Taehyung katakan padanya.

"Jimin apa kau libur?"

"Hari ini hari minggu sayang kau lupa? Aku sudah janji dengan Yuri pergi berenang."

Benar, Jimin memiliki hari liburnya yang dia gunakan untuk keluarga.

.

Lilac tidak bisa fokus sama sekali ketika malam ini dia mesti menyelesaikan tugasnya. Segelas air putih yang sudah habis di teguknya. Tapi rasanya Lilac masih merasa kepalanya pusing. Tidak tahu kenapa ini sering terjadi. Mungkin ini efek dari kecelakaan yang pernah merenggutnya tiga tahun lalu. Kepalanya cidera dan kata kakaknya dia juga koma.

"Lebih baik istirahatkanlah dirimu Lila, kita lanjutkan besok di kantor. Lagi pula ini hari libur, ayo gunakan dengan baik!" semangatnya. Sungguh hari libur yang perlu di gunakan untuk healing dari pekerjaan yang menyita hari-harinya.

Lilac akhirnya memilih membersihkan kamarnya. Sprei tempatnya biasa tidur kini di ganti dengan yang baru. Itu sudah bau, apalagi ada bekas yang tampak di sana. Bekas semalam. Jika diingat Lilac hanya bisa tersenyum.

"Bagaimana ini?" kalutnya. Lilac jelas merindukan Jimin. Entahlah, padahal sudah tahu keluarga pria itu rasa cintanya makin bertambah. Sungguh ini hanya nalurinya.

Ingin hati mengambil ponselnya yang bergetar, namun sialnya ponsel itu terjatuh kelantai dan membuatnya mati. Lilac kesal kendati itu pasti dari Jimin sebab dia melihat sekilas layarnya.

"Ayolah Lila, pasti tuhan menyuruhmu untuk sadar. Dia pria beristri." sungguh pening kembali melanda kepalanya. Dia bingung mau diapakan hubungannya dengan Jimin jika sudah seperti ini. Sudah dua bulan ini mereka menjalin kasih, tapi Lilac baru tahu jika Jimin memiliki istri.

[]

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐒𝐇𝐎𝐑𝐓𝐒𝐓𝐎𝐑𝐘 | Edition 04 On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang