"Kau tidak apa-apa? Wajahmu pucat lho istirahat saja ya.."
Lilac menolak ajakan rekan kerjanya untuk beristirahat. Bagaimana pun pekerjaannya ini tidak lah mudah, sekretaris direktur. Ada banyak berkas yang perlu diurus, jadwal meeting atasan bahkan kerjasama antar perusahaan.
"Tidak, aku tidak apa-apa. Jangan khawatirkan aku," tolaknya. Mencoba kembali bangkit dan berjalan hati-hati menuju daerah coffe maker untuk membuat teh.
Sudah dua hari ini Lilac merasa pusing setelah terbangun dari tidurnya atau melakukan aktifitas. Tidak tahu sejak kapan tapi Lilac merasa sudah dua hari lalu dia mengalami hal serupa.
Meneguk minumannya yang terakhir Lilac kembali bangkit dari duduknya, namun kepalanya terasa berat dan matanya terasa berkunang.
"Oh... " keluhnya.
"Lilac-ssi, Daepyo-nim ingin bertemu denganmu."
Lilac hanya menganggu kecil, untung saja staf itu tidak masuk kedalam dan mengetahui keadaannya. Tapi setelah ia berhasil berdiri rasa pusing itu melandanya dan pandangan matanya menghitam, ia terjatuh tak sadarkan diri di lantai.
.
Saat membuka mata, ruangan coffee maker Ini terasa dingin. Tapi saat di lihat beberapa kali langit-langitnya berbeda bahkan tirai hijau. Eh tirai hijau?
"Ini dimana?" Lilac mencoba bangkit dari tidurnya dan melihat sekeliling.
"Anda sudah sadar?" tanya dokter yang datang menghampiri Lilac yang bingung. Benar kenapa dia ada di klinik? Padahal hanya sakit kepala.
"Apa ada obat sakit kepa--"
Dokter itu menggelengkan kepalanya, memutus permintaan Lilac. "Sebaiknya anda harus lebih hati-hati menjaga pola makan, janin juga butuh asupan nyonya. Jadi saya sarankan anda harus makan-makanan yang bergizi, usia kandungan anda memasuki 3 minggu ini jadi sangat rawan bagi ibu hamil jika tidak memandang asupan gizinya" ucap dokter panjang lebar.
Mendengar penjelasan dokter Lilac hanya mengerutkan dahinya. "Hamil?" Dia masih tidak mengerti apa yang dokter itu bicarakan padanya.
"Iya anda hamil."
"Aku tidak mengerti?" tanyanya lagi. Menatap selimutnya sejenak. Ini tidak mungkin terjadi jika tidak hati-hati, tapi Jimin bilang dia hati-hati saat bersamanya.
"Anda sangat lucu jika anda tak melakukan maka anda tidak akan hamil," ucap dokter itu. "Siapa suami anda?"
"Suami? Aku belum. Menikah."
.
Hamil? Kata itu masih teriang diingatannya. Kali ini jari-jarinya mulai meraba perutnya yang masih rata, dan bibirnya mulai menyungging senyuman.
Anaknya dengan Jimin. Iya siapa lagi jika bukan pria itu? Semua raga dan jiwanya sudah di ambil Jimin sepenuhnya. Tapi senyuman itu mulai pudar kendati Jimin sudah memiliki hubungan lain sebelum dirinya. Ayah jabang bayinya masih memiliki status menikah dengan Soona.
Lilac kalut, bagaimana dia akan berbicara dengan Jimin? Memberitahu pada pria itu bahwa dirinya tengah mengandung?
"Aku merusak hubungan yang dibuat Soona dan Jimin," gumamnya sambil menatap jendela rumahnya. Hari ini dia pulang lebih cepat kerumah, tadi dia tidak bicara pada Jimin hanya menyampaikannya pada rekan kerjanya saja.
Tiba-tiba bel kamar apartemennya berbunyi beberapa kali. Menandakan ada yang datang, Lilac takut jika itu Jimin tapi bagaimana pun dia mesti melihat siapa yang menjadi tamunya.
"Oh kakak.." monolognya ketika melihat layar intercom. Kakaknya Lyn Valery datang tanpa dia sadari. Membuka pintu Valery langsung memeluknya erat.
"Adikku apa kabar.. Bagaimana harimu, maaf aku pulang tidak bicara dulu padamu," kata Valery, wanita itu melepas pelukannya menatap sang adik dengan senang. Tapi Lilac tengah mencoba menyembunyikan sesuatu, iya dia tidak boleh ketahuan jika sedang hamil. Atau tengah merusak hubungan orang lain.
"Aku baik, kak."
"Baik? Sungguh?" tanya Valery.
Entah kenapa Lilac merasa Valery mengkhawatirkannya. Apa ini hanya sebuah kebetulan jika Valery datang?
.
Di ruangan direktur, Jimin tengah menandatangi banyak berkas-berkas penting. Tadi dia menyuruh staf lain memanggil Lilac tetapi sampai saat ini Lilac tidak datang padanya.
"Daepyo-nim.. Biar saya yang mengurus semuanya," tawar seseorang yang baru saja datang untuk menggantikan Lilac. Jimin tidak tahu jika staf ini menggantikan Lilac.
"Aku tadi memanggil Lilac, kemana nona itu?"
Pertanyaan yang mudah tetapi sulit untuk staf wanita itu. "N-nona.. Nona pulang lebih cepat, tadi dia sempat pingsan saat pergi ke coffee maker. Koma menyuruhku untuk menggantikannya, aku pikir Daepyo-nim sudah di hubungi nona Lilac."
Jimin menghentikan gerakan penanya, melihat sosok wanita yang ada didepannya. "Sakit?" tanyanya yang langsung di jawab dengan anggukan.
Ya Tuhan, kenapa dia tidak bilang?
"Ya sudah kau bawa yang sudah kutanda tangani ke Hong-ssi. Dan katakan padanya untuk menggantikanku rapat besok," pintanya.
"Ya Daepyo-nim. Saya permisi."
Pun setelah staf wanita itu pergi, Jimin akhirnya bisa bernafas lega. Tetapi pikirannya bergejolak memikirkan bagaimana keadaan Lilac. Dia tidak tahu sungguh, dan ini membuatnya khawatir. Segera dirinya membuka ponsel dan mencari nomor ponsel Lilac.
"Hallo Sayang, aku dengar kau sakit. Sakit apa? Katakan padaku."
"Tidak Jimin aku tidak apa-apa, jangan khawatirkan aku."
Mendengar jawaban itu membuat alis kirinya naik. Lilac jelas berbohong padanya. "Sayang please, aku sudah mendengar kabar jika kau sakit. Ayo katakan--atau aku kesana sekarang--"
"Tidak. Jangan! Aku tidak apa-apa, jangan khawatiku. Untuk saat ini aku ijin cuti, maaf."
"Ya. Istirahatlah." panggilan itu di tutup sepihak. Jujur saja Jimin penasaran, ada dua kemungkinan Lilac sakit. Yang pertama karena kelelahan dan kedua karena dirinya sengaja menanam benihnya.
"Ada apanya?" monolognya.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐇𝐎𝐑𝐓𝐒𝐓𝐎𝐑𝐘 | Edition 04 On Going
FanfictionPlease baca dulu rulersnya sebelum di baca ceritanya.. Rulers: (1). Cerita sewaktu-waktu ditambah dengan cover dan judul berbeda. Cerita lama tidak akan di hapus, jadi please look a Table of contents! (2). Baca dengan tenang jangan tegang, karen...