"Kita bercerai saja Jimin. Kau bisa bawa Yuri. Aku tidak masalah, dia selalu dekat denganmu dari pada aku."
Jimin menunduk. Ucapan Soona membuatnya frustasi. Bagaimana tidak, wanita itu berniat untuk cerai setelah tahu semuanya. "Soona, maafkan aku. Maaf telah melibatkanmu yang tak tahu apapun."
Soona mengangguk kecil, wanita itu seolah tabah dengan apa yang dia alami. Drama rumit yang sering kali dia lihat ternyata ada pad dirinya sendiri. Ini bukan mimpi, tetapi nyata.
"Iya, aku juga minta maaf. Kau salah paham atas semuanya. Bahkan emosiku membuat Lilac seperti ini," kata Soona sendu. Di depan ruang intensif mereka berbincang setelah dua jam mereka berada di ruang icu. Dokter yang menangani Lilac mengatakan jika janin wanita itu tidak selamat karena efek ingatan. Lilac ternyata mencoba mengingat ketika mereka bertengkar.
"Dia kehilangan bayinya lagi. Itu juga salahku kan?"
"Tidak, Soona. Bukan salahmu juga," Jimin mengelak, mencoba meyakinkan Soona jika wanita itu bukan penyebabnya. "Jimin, ada hal yang paling terindah ketika aku bersamamu. Kata cinta, kau begitu sungguh-sungguh dan aku menyukai itu."
Jimin menatapnya, menatap Soona yang tersenyum kecil. Oh sungguh bagaimana bisa Soona mengalah, jika saja Jimin bisa mencintai keduanya mungkin tidak akan ada yang mengalah seperti ini.
"Kembalilah pada Lilac. Jika dia mengatakan tentangku, katakan saja jika aku hanya bagian dari mimpinya. Jimin aku pergi... Maaf tidak bisa menunggu lebih lama.." ucap Soona yang beranjak darinya setelah mengembalikan cincin milik Lilac pada Jimin.
Jimin hanya bisa melihat punggung kecil Soona yang bergetar. Jauh dari dalam lubuknya, dia ingin memeluk wanita itu tetapi hanya genggaman tangan keputusasaan saja yang di bawanya. Dia banyak menyakiti hati Soona.
Namun cahaya dari dalam ruang intensif itu tampak membuat Jimin menoleh, mendapati Lilac yang menatapnya. Wanita itu sudah sadar, lalu apa akan mengatakan hal yang sama seperti Soona? Menceraikannya? Kalau itu benar, mungkin ini balasannya.
"Jimin, dimana Soona? Aku ingin mengatakan sesuatu padanya."
"Dia pergi," kata Jimin sembari menuntun Lilac duduk. Tidak baik membuat wanita itu kelelahan.
Lilac menunduk, ternyata dia sudah terlambat untuk mengatakan sesuatu pada Soona.
"Lila, aku tahu tahu kau Kecewa waktu itu. Maafkan aku."
Lilac kembali menatap Jimin, pria itu meminta maaf padanya untuk apa? Bukankah yang salah itu keluarganya?
"Jimin, aku yang seharusnya meminta maaf. Bukan kamu," katanya. "Bahkan pikiran bodoh ku saat aku membanting stir dan membuatku keguguran. Memangnya siapa yang pantas di salahkan?"
Lilac mengatakan ini sesuai dengan apa yang ingat. Klise di dalan pikirannya sedikit demi sedikit kembali menyatu. "Andai saja aku tidak terlambat membuka mata dan menemukan Soona disini, aku juga akan meminta maaf padanya atas kesalahan pahaman. Kita bita bahkan bisa hidup bersama-sama dan membagi kehidupan."
Jimin menggelengkan kepala. "Tidak Lila, Soona menggugatku. Tidak ada harapan kami bisa bersama. Dan dia menyerahkan Yuri padaku."
Ini bukan akhir yang Lilac inginkan. Membuat orang lain harus rela berpisah demi cintanya dengan Jimin. Sudut mata Lilac melihat saudarinya datang perlahan. Lilac dengan begitu berani menatap mata Valery.
"Kak, haruskah aku mengatakan padamu kalau kau ini jahat?" tanyanya, Lilac menunggu jawaban Valery tapi sayang wanita itu bungkam dan bersimpuh padanya guna meminta maaf.
"Kau tidak tahu apapun bagaimana kronologis kecelakaan papa. Untuk apa kau menuduh keluarga Jimin sebagai pembunuh? Kak.. Tolong ikhlaskan papa.. Semuanya bukan salah Jimin atau keluarganya. Bahkan kau juga membuat semuanya menjadi rumit."
"Maafkan aku.. Kau jangan mengatakan aku jahat Lily.. Aku hanya tertipu dengan ucapan paman. Aku baru tahu saat tuan Do datang saat kau pingsan dan memberikan semua bukti identifikasinya. Maaf Lily, terimakasih dan maaf untukmu, Jimin."
Bagi Lilac mungkin semua kesalahpahaman keluarganya ini sudah selesai. Tetapi bagaimana dengan dirinya, Soona dan Jimin? Apa semuanya bisa dikatakan usai setelah Soona berkata akan menggugat Jimin demi dirinya. Seolah-olah Lilac adalah orang jahat diantara mereka.
"Jangan memikirkan yang lain ya. Kau baru saja mengingat semua."
Lilac melihat Jimin. Benar dia baru saja mendapatkan ingatannya lagi. Tak seharusnya menumpuk pikiran.
.
Soona tak henti-hentinya menangis, apapun dia mendepak dirinya sebagai seorang yang salah dan tidak tahu diri diantara hubungan Jimin dan Lilac. Kenapa dia baru tahu sekarang? Kenapa tidak dari dulu dia menolak?
Bunyi bel rumah berulang kali menandakan jika ada tamu, tetapi untuk Jimin kemungkinan tidak kendati pria itu pasti kukuh untuk menunggu Lilac. Membuka pintu dirinya dikejutkan dengan kehadiran sang ayah. Buru-buru Soona ingin menutup pintu itu tetapi sia-sia.
"Nak.."
"Ayah untuk apa ayah kemari? Ayah tega dengan putri sendiri? Membodohinya? Sejak kapan ayah? Kenapa kau setuju?!" Soona tidak bisa menahan emosi ya, untung Yuri masih berada di rumah Gwan Taehyung.
"Nak. Maaf."
Mengerlingkan mata, Soona benar-benar tidak salah dengar ketika ayahnya meminta maaf. "Maaf? Ayah, lihatlah bagaimana kau mambuatku jatuh. Pernikahanku yang hancur dan semua bukti jika ayah bersekongkol dengan mereka. Sungguh kenapa hanya aku saja yang tidak tahu, bodoh sekali." katanya sambil terkekeh.
"Nak jangan katakan kau bodo--"
"Pergi ayah. Aku tidak mau kau disini... Terimakasih sudah menjadi ayah untukku." Soona mendorong tubuh ayahnya dan menutup pintunya rapat-rapat. Sudah dia sudah bertekat untuk segera melupakan kejadian ini. Anggap saja semuanya tak kan pernah ada.
Soona yakin kebahagiannya tidak terletak pada Jimin atau orang lain, tetapi pada dirinya sendiri.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐇𝐎𝐑𝐓𝐒𝐓𝐎𝐑𝐘 | Edition 04 On Going
ФанфикPlease baca dulu rulersnya sebelum di baca ceritanya.. Rulers: (1). Cerita sewaktu-waktu ditambah dengan cover dan judul berbeda. Cerita lama tidak akan di hapus, jadi please look a Table of contents! (2). Baca dengan tenang jangan tegang, karen...