🦄Part 18🦄 [Latihan Basket]

19 6 1
                                    

Haruto memasuki kamarnya yang bernuansa biru langit itu, ia merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata. Sepertinya dirinya sangat kelelahan hingga membuat ia segera terlelap dalam tidur yang sunyi.

Ia terbangun lagi setelah alrmnya berbunyi tepat pada pukul 05.00. Dirinya sudah memiliki janji dengan Zian untuk lari pagi keliling kompleks, yang kebetulan rumah mereka tak begitu jauh, hanya berjarak 15 rumah.

Tokkk ... tokkk ... tokkk ....

Sayup-sayup terdengar seseorang menggetok pintu rumahnya, dengan segera ia membukanya karena itu sudah pasti Zian yang datang menjemput.

"Lama banget lo buka njir, lumutan gue," omel Zian.

"Ya gue jalan dari kamar gue ke sini, makanya lama. Lo pikir gue bisa teleportasi?" Dengus Haruto mengunci pintu rumahnya.

"Santai bro gak usah emosi," sembur Zian.

"Gak emosi kok,"

"Masa."

"Bodoh amat."

Zian terkikik melihat Haruto yang pagi ini sedikit sensian, wajahnya yang ia tekuk membuat Zian tertawa dan ingin terus mengganggunya.

Haruto tak menghiraukan, ia berlari duluan meninggalkan Zian yang berteriak padanya.

"Yak Haruto! Tungguin gue woe." Pekik Zian berlari menyusul Haruto serta mencoba menyamaratakan langkah mereka.

Bukannya lari pagi bersama, mereka malah lomba siapa yang paling cepat larinya, dan siapa yang paling cepat sampai taman, tempat pemberhentian mereka sejenak sebelum akhirnya pulang ke rumah masing-masing.

"Heh Rut, cepet banget lo larinya njir," ujar Zian dengan napas tersengal-sengal, dadanya naik turun. Haruto memang yang sampai duluan di sini, sedangkan Zian ia ketinggalan jauh. Bahkan saat ini Haruto sedang meminum pop icenya yang tinggal sedikit lagi habis, dan Zian baru datang dengan keringat membasahi pelipisnya, juga mengucur deras.

"Rut? Nama panggilan baru?" Tanya Haruto membuang cup pop icenya yang kebetulan baru habis.

"Iya, keren kan?" sumringah Zian merasa bangga karena telah memberikan nama panggilan yang bagus untuk Haruto, menurutnya tentunya.

"Keren pala lu botak. " Sentak Haruto menabok bahu Zian yang membuat sang empunya meringis.

"Aduh, bahu cantik gue." Adu Zian mengusap-usap bahunya.

"Lagian kan emang keren," lanjutnya

Haruto mendelik. "Terserah lo deh,"

"Yaiyalah emang terserah gue, gue yang ngasih," seru Zian. Kenapa sifatnya hampir mirip trio beruq sekarang, apa ia ketularan?

"Sumpah ngeselin banget sih lo asu," gerutu Haruto kesal.

"Gak peduli, gak denger." Balas Zian menutup kedua sisi indra pendengarannya.

"Lo A-S-U," teriak Haruto tepat pada telinganya, ia terlonjak kaget.

"Eh ayam ayam sapi," refleksnya yang membuat Haruto terbahak.

"Apaan ayam ayam sapi? Lo mau ternak?" kekeh Haruto.

"Nyenyenyenye,"

Haruto semakin terkekeh lagi bahkan kembali terbahak melihat wajah jengkel Zian sekarang. Wajahnya ia tekuk dengan bibir dimajukan, yang membuat siapapun melihatnya ingin sekali menabok, bukan malah gemas.

Sekitar 10 menit mereka beristirahat di sana, sebelum akhirnya kembali ke rumah masing-masing. Haruto mencuci wajahnya pada wastafel, kemudian menonton serial india dengan beberapa cemilan kesukaannya.

Pukul 12.00 ia akan mengikuti latihan basket di lapangan yang berada dekat dengan perkomplekan rumah Alden. Sebenarnya ia malas, apalagi nantinya akan bertemu Alden, ia sudah muak melihat wajah pria itu setiap hari.

Tapi walaupun begitu, dirinya tetap datang. Karena sebentar lagi akan dilakukan lomba besar-besaran antar sekolah.

Ia tipikal orang pekerja keras, dulu saat dirinya masih pendek ia sangat kesulitan memasukkan bola ke ring. Dan, sekarang dirinya bahkan hampir melewati tinggi ring itu:v

"Ayo Haruto Haruto semangat, lo pasti bisa!"

"Siapa semangat ingusnya hijau."

"Fightinggggg."

"Lo the best, semangat terus."

"Lo ganteng banget sumpah, insinyur nih gue asu!"

Berbagai macam teriakan dari Alden yang membuat atensi berpusat padanya. Wajah Haruto memerah menahan malu, kenapa ia harus punya teman seperti ini? Pikirnya. Tak perlu memperdulikan lagi, dirinya kembali sibuk dengan latihannya sekarang.

"Hartono you can do it!"

"You are the best,"

"Tono kaki lo jalan,"

"Badan lo gerak,"

"Hidung lo napas."

"Tono jangan lupa kalo kalian menang lomba nanti hadiahnya bagi-bagi gue."

"Tono aku padamu."

"I love you, Tonoku."

Itu adalah teriakan Dirga yang baru datang bersama Rendi, sama seperti Alden teriakannya membuat banyak pasang mata menatap ke arahnya. Bahkan, lebih banyak.

Wajah Haruto kembali memerah, sebisa mungkin ia menyembunyikan itu. Ia tersenyum kikuk di tengah banyak orang.

"Astaga dua bocah ini," monolognya mencoba menahan emosi agar tidak menggeprek mereka.

"Stres lo, gak tahu malu. Dukung ya dukung aja, gak usah segitunya goblok," cibir Rendi yang ikut malu karena banyak pasang mata itu menatap intens mereka.

"Iri bilang babu." Dirga memeletkan lidahnya yang membuat Rendi ingin sekai memotongnya.

"Sabar-sabar." Gumam Rendi mengelus dadanya sendiri beberapa kali.

"Siapa sabar palaknya botak," kekeh Dirga yang langsung mendapat tabokan keras dari Rendi.

"Kalian kalo mau adu jotos ngajak-ngajak dong, gue juga mau nih," sambar Alden yang tak tahunya sudah berdiri tepat di belakang mereka berdua.

"Memang gak ada yang waras." Haruto menggelengkan kepalanya sebelum mengikuti latihannya kembali.

Baju Haruto sudah dibasahi keringat sekarang, terlihat jika raut wajahnya menyiratkan kelelahan. Teman-temannya datang menghampiri yang kebetulan mereka dalam jam istirahat.

Ia terkekeh pelan dengan tingkah teman-temannya, Alden mengipasi dirinya dengan bungkus baigon yang ia temukan tergeletak di tanah. Dirga membelikannya minum, sedangkan Rendi ia memilih mengoceh saja.

"Gini loh, To. Kalo misalnya lo gak pindah ke Indo pasti lo bakal kesepian banget, sejarahkan gak ada orang sebaik gue yang bisa lo temuin. Gue itu limited edition cuma ada satu di dunia, orang tua gue aja susah payah mau dapetin gue. Harusnya lo bersyukur karena banyak di luaran sana orang ngemis-ngemis biar deket ama gue, tapi semuanya gue tolak. Sedangkan lo gue yang ngedeketin diri, kurang baik apa coba gue?" oceh Rendi panjang lebar, Haruto hanya menyimak dengan sesekali menganggukkan kepalanya.

"Gini loh, Ren. Harusnya lo yang bersyukur karena temenan sama gue, gua baik? Iya, gue ganteng? Juga iya, Gue mirip anime? Lah emang iya. Orang-orang berlomba-lomba buat jadi temen gue, tapi yang gue pilih cuma lo seorang," sahut Haruto tertawa pelan.

"Berarti kita bukan temen lo?" Tanya Alden memegang dadanya dan mulai menyanyikan lagu Rossa ku menangis, Dirga juga berlagak sama ia mengusap matanya dengan tisu untuk menghilangkan jejak air mata, padahal air mata saja tidak ada. Yang terdengar hanyalah suara ingus.

"Iya emang bukan, kalian babu gue," jawab Haruto, sontak saja keduanya dengan spontan menabok punggung Haruto dengan keras, Haruto meringis, sedangkan Rendi ia tertawa melihat mereka bertiga.

Tbc ....

See you in the next chapter❤

Hello My Haru [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang