🦄Part 26🦄 [Jepang]

11 3 0
                                    

Acha mengantarkan Haruto ke bandara, hari ini Haruto akan melakukan penerbangan untuk kembali ke Jepang. Walaupun sakit, Acha akan mencoba mengikhlaskan.

"Haru baik-baik di sana, jangan nakal." Ujar Acha merapikan rambut Haruto yang tersibak angin, ia tersenyum hangat pada pria itu.

"Siap bos." Haruto mengangkat tangannya membentuk hormat yang membuat Acha terkekeh.

"Acha juga baik-baik di sini, jangan deket sama cowok lain. Aku gak mau pacar aku diambil orang." Peringat Haruto mengacak-ngacak rambut Acha, ia lalu mencium kening gadis itu seraya tersenyum manis, hingga matanya membentuk seperti bulan sabit.

Acha tidak tahu harus mendeskripsikan ini seperti apa, ia senang diperlukan seperti itu, tapi ia juga sedih mengingat mereka akan berpisah dalam waktu yang lama.

Acha hanya menganggukkan kepalanya pelan, Haruto dengan sigap menarik pinggangnya, mendekapnya erat.

Haruto memberikan sebuah kalung yang berbentuk matahari pada Acha, ia juga langsung memasangkannya pada leher jenjang gadis itu.

"Kamu tahu kenapa aku ngasih kamu kalung matahari?" tanya Haruto. Acha menggeleng.

"Enggak, emang kenapa?" jawab Acha bertanya.

"Bulan ibaratkan aku, dan matahari ibaratkan kamu. Bulan gak bisa bersinar tanpa pantulan cahaya matahari, begitu pula aku, aku gak bisa tanpa kamu, Acha. Tetaplah bersinar dengan terang, tetaplah jadi matahariku," ucap Haruto dengan tulus, sontak hal itu membuat Acha menangis dan memeluknya erat.

Ia menangis sampai sesegukan, Haruto membelai surai hitamnya. "Maka dari itu, jangan pernah menghilang dari aku. Kita mungkin memang akan jauh, tapi kita harus jaga hati kita masing-masing agar tetep deket," lanjut Haruto. Acha melepaskan pelukannya, ia mengangguk sebagai jawaban.

"Yaudah kalo gitu aku pamit." Sambung Haruto lagi  sembari melambaikan tangan pada Acha yang terdiam di sana, perlahan punggung Haruto mulai tak terlihat tertutupi oleh banyak orang di sana. Haruto kemungkinan telah memasuki pesawatnya, karena sudah ada pengumuman jika pesawat yang ditumpanginya akan segera berangkat.

Di situ Acha bagai kehilangan cahayanya, ia terus melambaikan tangannya pada Haruto yang telah menghilang. Sedetik kemudian ia tertunduk, menyeka pelan air matanya, lalu berbalik dan pergi.

***

Acha duduk termenung dekat jendela kamarnya, tatapannya lurus ke depan. Tiba-tiba ia teringat akan sebuah kalung yang diberikan Haruto padanya, ia menggenggam kalung yang berbentuk matahari itu, kemudian tersenyum simpul.

Ini pertama kalinya Acha merasakan kesepian yang teramat dalam, perlahan dari mereka terpecah, berpisah demi kehidupan masing-masing.

Sebentar lagi Zian akan pergi, begitupun dengan Rendi, Alden, dan Qinzie. Benar kata orang, akan ada waktunya di mana kita dipertemukan untuk bersama, dan akan ada waktunya di mana kita dipisahkan demi masa depan.

Sekuat apa pun kita meminta, dan sekeras apa pun kita meneriakkan kata tidak, tetap saja kita tidak bisa lari dari hal itu. Perpisahan itu pasti akan terjadi kapan pun dan untuk siapa pun. Tinggal kita sendiri yang memilih, bertahan atau pergi. Karena tak semua orang sanggup dengan hubungan virtual.

Pikiran Acha bercampur aduk, ia menghitung berapa tahun mereka akan terpisah hingga study selesai, sangat lama. Huhhh ia menghembuskan napasnya kasar, padahal baru berapa jam Haruto pergi, tapi sekarang ia sudah sangat merindukan pria itu.

Di sisi lain ....

Haruto duduk di bangku dekat jendela, pikirannya juga berkecamuk, ada rasa tak rela meninggalkan gadisnya itu. dirinya juga merasa benar-benar bosan, biasanya ia akan selalu dibuat tertawa oleh Acha, tapi sekarang gadis itu tidak ada, di sampingnya hanya ada seorang lelaki paruh baya.

Haruto berharap semoga saja ia cepat sampai tujuan, ia sudah tidak sabar untuk menelfon kekasihnya. Untuk mengisi kekosongan, dirinya kembali membaca komik yang ia bawa.

Beberapa menit kemudian, matanya mulai lelah. Ia  juga menguap, perlahan pandangannya memudar, matanya sedikit demi sedikit terpejam, dan ia tertidur dengan posisi kepala yang menyender ke jendela. Komik yang ia pegang pun terjatuh, karena saking ngantuknya ia jadi lupa menyimpannya terlebih dahulu.

Beruntung pria paruh baya di sampingnya itu baik hati, dipungutnya komik yang terjatuh itu lalu meletakkannya di tas yang Haruto bawa. Ia juga meletakkan kepala Haruto untuk bersender di bahunya saja, karena kemungkinan jika bersender pada jendela itu akan tersentak-sentak, menurut pria paruh baya itu.

Beberapa jam kemudian setelah Haruto mengunjungi alam mimpinya, kini pesawat yang lepas landas tadi telah mendarat sempurna di bandara Jepang. Pria paruh baya itu juga membangunkan Haruto.

Haruto menggosok-gosok matanya, ia kembali menguap, hampir saja ia tidur lagi jika tidak diingatkan oleh pramugara, karena nyawanya yang belum benar-benar terkumpul sempurna.

Sekarang setelah nyawanya terkumpul, ia baru menyadari jika dirinya telah sampai. Dengan girang ia menenteng koper dan tasnya keluar dari pesawat, udara Jepang sangat sejuk, entah sudah berapa lama ia tak ke sini.

"Silahkan masuk, Tuan," kata seorang pria berseragam yang sepertinya adalah orang suruhan ayah Haruto untuk menjemputnya.

Haruto menganggukkan kepalanya, kemudian memasuki mobil itu. Ia ingin menghubungi Acha sekarang. Namun, tak disangka batrenya lowbat. Terpaksa ia harus menunggu hingga dirinya tiba di rumah.

Setibanya ia, orang tuanya langsung memeluknya. Mengajaknya mengobrol tentang bagaimana di Indonesia, dan mengajaknya untuk makan bersama setelah berapa tahun.

Selesai makan dan berbincang-bincang dengan kedua orang tuanya, Haruto langsung memutuskan untuk ke kamar dengan alasan ia lelah, padahal alasan sebenarnya adalah ia ingin segera bersambung telephone dengan kekasihnya.

"Hello, Cha," ujar Haruto saat Acha telah mengangkat panggilannya.

"Haru udah nyampe?" tanya Acha antusias.

"Iya, btw aku kangen banget sama kamu."

"Masa sih? Padahal belum nyampe sebulan."

"Iya walau pun belum nyampe sebulan, tapi udah serasa setahun."

Acha terkekeh dengan penuturan Haruto, ia juga sama sebenarnya. Hanya saja Haruto mengungkapkannya, sedangkan dirinya ia pendam dalam hati.

"Lagi apa sekarang?"

"Lagi rebahan sambil chat sama kamu."

"Owh, sama sih, apa jangan-jangan kita jodoh? Kan kata orang-orang kalo banyak persamaan itu berarti jodoh."

"Gak tahu sih, tapi semoga aja."

"Iya, btw maaf aku tutup dulu ya, soalnya di luar mama manggil."

Acha mengangguk mengerti, hatinya tak lagi merasakan khawatir sekarang. Karena, Haruto telah memberinya kabar bahwa ia baik-baik saja. Perlahan ujung bibirnya juga terangkat membentuk sebuah garis lengkung yang indah di sana.


Hello My Haru [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang