"Mau pulang bareng aku aja gak Sal?" Tanya Nabila sambil tangannya membereskan buku-buku lalu memasukkannya ke dalam tasnya.
"Enggak ah, mau ada urusan aku." Jawabku yang masih enggan untuk membereskan alat sekolah yang tadi ku gunakan.
"Urusan apa sih? Kasih tau donk." Wajah Nabila ia dekatkan ke arahku. Aku yang risih langsung meletakkan tangan kananku ke mukanya dan mendorongnya agar munduran dikit. Cantiknya kelewatan wkwk.
"Ihh kan make up ku jadi luntur. Kamu mah, udah aku rapiin tadi tuh." Kesalnya yang langsung ambil peralatan dandannya di tas.
Saat Nabila tengah asik merapikan penampilannya aku lebih memilih menelungkupkan wajah. Aku berfikir kenapa aku bodoh sekali tidak menanyakan nama, kelas atau mungkin nomer ponselnya cowok yang mengantarku kemarin. Aku membutuhkannya untuk mengembalikan payung yang kemarin ku pakai. Eh bentar-bentar, bukannya Nabila mengenal tuh cowok ya. Astaga kenapa tidak kepikiran dari tadi sih.
"Ngapain mukul-mukul jidat kek gitu? Udah tau jenong, mau nambah lebar hah? Tak buat main futsal juga nanti." Aku yang kesal akan ejekannya langsung melihat ke arahnya.
"Emang bisa main futsal? Sok-sokan banget loe." Sungutku pada Nabila.
"Pada gak mau pulang nih? Kita duluan ya." Ku lihat Diman menuju pintu keluar kelas setelah mengatakan kalimat tadi bersama teman se-gengnya. Aku dan Nabila hanya mengangguk mengiyakan perkataannya.
"Kalau gak bisa main futsal ya setidaknyakan bisa aku sewain Salma. Investasi itu perlu. Jangan hanya pengeluaran yang ngalir. Pemasukannya juga harus ngalir." Setelah mengatakan kalimat tersebut Nabila menggendong tasnya dan bersiap untuk pulang.
"Beneran gak mau bareng? Aku duluan ya kalau gitu." Saat Nabila hendak berdiri aku baru teringat untuk meminta nomer ponselnya cowok kemarin.
"Tunggu dulu Nab." Tanganku menarik tangannya untuk duduk kembali.
"Ada apa lagi sih? Berubah pikiran mau bareng?" Tanyanya.
"Enda, emm .. aku minta nomernya cowok yang tadi donk?" Ucapku ragu-ragu.
"Hah? Diman?." Tanyanya dengan heran.
"Kok Diman sih." Sungutku.
"Yakan cowok yang tadi Diman, bukannya kamu sudah ada nomer ponselnya?" Keningnya mengkerut menanyakan hal itu.
"Bukan Diman ihh, tapi cowok yang mau beli bakso bakar tapi gak jadi itu." Terangku padanya.
"Oallah Rony, jadi yang kamu bilang ada urusan tuh sama dia. Emang ada hubungan apa kamu sama dia?" Tanyanya padaku.
"Entahlah siapa itu namanya, lupa akumah. Cuma mau balikin payung aja sih. Atau kamu mau bantu balikin ke dia?" Tawarku.
"Kalau kamu bilangnya dari tadi sih aku mau-mau aja. Tapi ini udah jam berapa coba. Bisa dimarahin mami kalo aku pulang telat terus. Duluan ya, maaf belum bisa bantuin. Nomernya udah aku kirim lewat WhatsApp." Setelah mengatakan itu ia langsung menuju ke pintu keluar kelas.
"Makasih." Teriakku dan ia hanya mengangguk sambil menoleh ke arahku dan melanjutkan jalannya ke parkiran.
Aku langsung segera membuka ponsel yang tadi ku simpan di dalam tas sekolah. Segera ku hubungi cowok itu untuk menemuiku di gerbang sekolah. Lama ku tunggu pesan balasan darinya. Akhirnya aku menunggu sambil membaca novel yang tadi Bunga beri padaku.
"Mana payungnya." Terkejut aku mendengar suara cowok di pintu sana yang ternyata adalah orang yang mengantarku pulang kemarin.
"Kok kamu tahu kelasku disini?" Tanyaku yang malah mengabaikan permintaannya tadi. Aku yang tidak merespon membuat dia duduk di sebelahku yang tadi diduduki Nabila.
KAMU SEDANG MEMBACA
12 Energi Alam ✅
Teen Fiction‼️Just AU‼️ "Bentar bentar bentar, ini maksudnya apa nih. Kok otak kecil dan otak-otak saya tidak mampu mencerna ya." "Otak besar ege, bukan otak-otak." "Ya bener lah otak-otak, kan dikuadratkan." "Lha iya bener juga ya." "M...