~Tanah~

323 13 0
                                    

   "Tidak!" teriakku menggema sesaat setelah aku melihat cermin.

   "Ada apa Non teriak-teriak?" Tanya Bi Ratmi di belakang pintu kamarku.

   "Enggak kok Bi, ini aku kelupaan belum mengerjakan PR tadi." Balasku dari dalam kamar.

   "Oallah kirain apa, yaudah segera turun ya Non. Makanannya keburu dingin nanti." Ucap Bibi lalu melenggang pergi.

   "Dari mana Bi? Ko turun tangga?" Tanya Mama ketika Bi Ratmi sudah di lantai satu. Mama yang selesai lari pagi langsung menuju tempat makan dan mulai sarapannya.

   "Itu Bu, tadi denger suara teriakan dari kamar Non Salma." Jawab Bibi. Mendengar hal itu Mama langsung buru-buru hendak ke lantai atas untuk melihatku. Tapi langsung di cegah sama Bi Ratmi.

   "Non Salma cuma kelupaan belum ngerjain PR ko Bu, tenang aja." Mama yang mendengarnya hanya bisa menghela nafas kemudian melanjutkan sarapannya.

   "Ibu tadi udah cuci tangan?" Tanya Bi Ratmi kepada Mama

   "Udah kok Bi, tadi sekalian pas di depan. Oiya Bi ko gak biasanya ya Salma sampai kelupaan mengerjakan Pr-nya. Apa ada masalah ya Bi?" Ucap Mama.

   "Ya ndak tahu ya Bu, kok malah tanya saya. Ibukan sekarang Ibunya. Selama saya tinggal disini dari Non Salma bayi sampai kelas dua SMA ini. Ndak pernah tuh anaknya curhat-curhat ke saya." Terang Bi Ratmi yang menanyakan kegelisahan Mama.

   "Saya sudah mencoba terus mendekati Salma Bi, tapi benteng yang dia bangun sendiri benar-benar sulit untuk saya masuki." Terlihat mata Mama mulai berkaca-kaca saat mengatakan barusan.

   "Ndak apa-apa Bu. Semua hal itu pasti ada waktunya. Ini namanya proses. Ibu yang tangguh ya, saya doakan semoga Ibu dan Non Salma bisa bersama layaknya hubungan Ibu dan Anak pada umumnya." Senyum teduh Bi Ratmi menghangatkan hati Mama hingga membuatnya ikut tersenyum mendengar perkataan barusan. Mama mengangguk meng-aamiin-kan perkataannya.

   "Makasih ya Bi, sudah mau jadi pendengar saya."

   Sementara disini aku masih memakai seragamku dan belum mengeringkan rambut sama sekali. Pandanganku masih tertuju pada cermin yang memantulkan wajahku disana. Terpampanglah sebuah bulatan putih bersemayam dengan tidak sopannya di pipi kiriku. Aku anak remaja yang sedang puber jika kalian lupa. Tentu saja penampilan adalah hal yang paling utama menurutku. Apa karena semalam aku menggalaukan D'Prince kali ya sampai-sampai ada jerawat timbul di wajahku. Duh aku harus gimana untuk menutupi jerawat ini Tuhan. Ini memalukan sekali.

   "Non buruan turun, ini Den Paul udah datang jemput loh." Ketukan di pintu dari Bi Ratmi seketika menyadarkanku dari kegalauan ini.

   "Iya Bi sebentar lagi. Tolong sarapanku di buat bekal aja ya. Gak sempat kayaknya." Teriakku mencari masker untuk ku pakai ke sekolah nanti.

   "Iya." Jawab Bi Ratmi.

   Astaga aku belum mengeringkan rambutku, bagaimana ini. Seumur-umur aku sekolah tidak pernah sekalipun aku menggerai rambutku. Tapi ini masih basah dan tidak mungkin untuk diriku mengikatnya dalam kondisi seperti ini. Di tengah kegelisahanku mataku tidak sengaja melihat kearah jam. Sudah pukul 07:16 WIB tapi aku masih bimbang seperti ini. Akhirnya aku memutuskan menggerai rambutku saja untuk pertama kalinya dan menyimpan kuncir rambutnya di pergelangan tanganku. Segera ku ambil tas juga cardigan yang biasa ku kenakan dan turun ke lantai satu.

   "Ko nyiapin bekalnya dua Bi? Satu aja nant biar makan siangnya aku jajan di kantin sekolah." Ucapku sambil memasukan bekal yang sudah Bibi siapkan.

   "Siapa juga yang ngasih dua bekal ke Non, orang Bibi buatin satunya ke Den Paul ko. Ibu tadi yang nyuruh." Bibi tertawa mendengan kepercayaan diriku yang terlalu itu. Astaga ini memalukan.

12 Energi Alam ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang