Mentari nampak berdiri gagah di peraduannya. Mungkin ia telah sangat siap menggantikan tugas sang dewi malam. Menjadi pemanis kegiatanku dihari yang cerah ini. Sepertinya cuaca akan sangat indah. Jadi tak perlu lah kalian memurung diri mengutuk kenapa pagi sangat cepat sekali tiba.
Jika kalian tanya bagaimana kejadian kemarin, aku tidak akan menjawab pertanyaan kalian. Bukan bermaksud untuk menjadi pengecut. Tapi kadang melarikan diri adalah cara terbaik untuk tenang hehe. Biarlah kita menjadi seperti ini. Menjadi seperti apa adanya. Akupun masih bimbang dengan perasaanku. Apa aku salah?
"Buku apa steak sih ini, dibolak balik mulu. Enggak-enggak kalo gosong." Lingga memandangiku dengan kedua tangan menopang dagu ala chibi-chibinya Cherrybelle gitu. Badannya yang mungil dengan wajah imut yang cenderung cantiknya itu membuat orang jadi gemas karenanya.
"Lingga keliatan imut gitu ya kalo duduk sebelah Neyl gini." Ucapku tanpa sadar.
"Bilang aja pendek, ya kan Sal haha." Neyl ngakak begitu mengatakan kalimat tadi.
"Kamu tuh yang ketinggian, pake ngatain aku lagi." Ucap Lingga gak terima.
"Manusia apa penyangga syurga sih tinggi amat." Kesel Syarla yang memiliki badan paling mungil diantara anggota ekskul.
"Mungkin tiap pagi sarapannya tiang kali ya haha." Sambung Novia.
"Hai manusia bermata dua, anda juga tinggi ya kalo anda lupa." Kesel Syarla.
"Tapi tinggian aku ya dari pada Novia." Ucap Lingga gak mau kalah.
"Hallah, beda dua senti aja bangga." Julid Novia.
"Yang penting tinggian aku wekk." Kekeh Lingga.
"Maaf ini kenapa jadi meluber kemana-mana ya, kan aku cuma bilang Lingga keliatan imut." Ucapku bingung.
"Salma punya bakat bikin huru-hara ternyata." Ucap Paul yang baru masuk ke ruang ekskul.
"Nah kan. Terharu banget aku, ayo guys kita tumpengan." Jawab Neyl ngakak.
"Perlu di ruqyah deh tuh orang kayaknya." Ucap Novia kepadaku.
"Jangan, entar Neyl yang pergi." Ucapku ikutan ngakak.
"Haters gonna hate you." Ucap Neyl kesel dengan leluconku.
"Eh Powl, dari mana aja sih. Kok baru dateng?" Tanyaku ketika dia udah duduk selonjoran di sampingku.
"Habis ada rapat bentar sih sama anak-anak kelas ku." Jelas Paul.
"Iddih sok-sokan banget kelasmu pake acara rapat-rapat segala." Ejek Neyl ngakak.
"Kan kelas kamu juga Junaedi. Kamu ngapain malah disini sih bukannya ikut." Kesel Paul sambil ngelempar Tipe-X kearah Neyl.
"Sakit gila." Ucap Neyl miso-miso.
"Jadi kamu sakit apa gila nih Neyl? Ditentuin dulu coba konteksnya." Ucap Edo ngakak.
"Tolol banget sih kamu Do." Novia ikut-ikutan ngakak.
"Yok-yok terus terusin aja kalian semua. Aku tungguin kok." Kesel Neyl."Udah-udah, mending kalian bantu Syarla dari pada melakukan hal-hal yang tidak berfaedah kek gitu." Leraiku.
Akhirnya mereka membantu Syarla yang dari tadi tidak banyak menanggapi guyonan kita. Walau paling mungil tapi dia yang paling rajin diantara semuanya. Definisi kecil-kecil cabe rawit gak sih dia tuh. Pokoknya apapun yang dia lakukan pasti bisa beres dengan waktu yang singkat."Eh eh kemarin gimana?" Paul menoel-noel pundakku sambil berbisik.
"Gimana apanya?" Jawabku ikut berbisik.
"Yang kamu pulang dinterin Rony kemarin." Jelas Paul to the point.
Ctass
Tanganku tak sengaja menjatuhkan pena yang dari tadi ku gunakan untuk mencoret bagian penting dari buku yang ku baca. Tentu saja hal itu karena aku kaget sama pertanyaan Paul barusan. Tolonglah, aku jadi keinget kejadian kemarinkan. Mana semalem gak bisa tidur lagi gara-gara mikirin kejadian itu. Ini malah pake diingetin segala.
"Hati-hati donk Ma nulisnya." Nasihat Paul sambil mengambilkan penaku.
"Hehe thanks ya." Ucapku dengan senyum hambar.
"Ada apa?" Tanya Paul yang orangnya adalah terpeka diseluruh dunia.
"Aku kesel sama kamu." Jawabku jujur.
"Emang aku ngapain?" Tanyanya bingung.
"Kenapa kamu gak nolongin aku pas Rony bawa aku pulang." Sungutku.
"Iya-iya maaf, aku juga gak ada ide buat nolongin dia soalnya. Jadi ya aku biarin aja pas dia bawa kamu." Ucap Paul dengan mimik wajah bersalahnya.
"Nolongin? Emang Rony kenapa?" Tanyaku bingung.
"Duh ceritanya panjang lagi. Mana aku juga gak berhak buat cerita ini ke kamu." Ucap Paul terus terang.
"Kalo kalian gak mau kasih tau ke aku. Setidaknya jangan libatin aku ke urusan kalian berdua." Ucapku kesal sambil meninggalkan ruangan.
"Eh Ma tunggu. Kita gak maksud buat ngelakuin itu." Teriak Paul.
Paul berlari mengejarku. Meninggalkan anak-anak dengan wajah penuh tanda tanya diantara mereka. Karena sejak tadi aku dan Paul berbicara sambil bisik-bisik, jadi tentu saja tak ada satupun dari mereka mendengarnya. Hanya di kalimat terakhir aku mengeraskan suara karena tersulut emosi dengan ucapan Paul.
Aku berjalan menuju kelasku. Buru-buru mengambil tas untuk ku bawa ke rumah. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu. Tapi aku dan beberapa anak-anak organisasi masih pada nongkrong-nongkrong di sekolah. Akupun yang tak punya agenda apa-apa memilih buat ikut kumpul dengan temen seeskulku.
"Ma jan kek sinetron deh. Masa iya kita berantem cuma gara-gara kesalah pahaman." Paul menarik tasku untuk menghentikan jalanku.
"Biarin, kan kamu sendiri yang mulai dramanya." Sungutku mencoba melepaskan tangannya dari tasku.
"Terus aku harus gimana coba? Masa iya aku harus ngomong, 'aku bisa jelasin semuanya ke kamu.' Gitu?" Ucap Paul diselingi ketawa pada ucapannya.
"Yaudah bakalan aku jawab, 'semua udah jelas jadi kamu gak usah jelasin lagi." Kesalku menanggapi leluconnya itu.
"Yaelah Ma, ini kalo dramanya dilanjut pasti ceritanya kita putus nih bentar lagi." Paul melepaskan tarikannya ditasku akupun sudah berhenti meronta. Capek bos.
"Nah terus kamunya sedih habis tuh bunuh diri deh. Tamat." Ucapku ikutan ngakak mendengar skenario drama sabun buatan kita.
"Klasik banget yak ceritanya." Ucap Paul masih ngakak.
"Udah udah udah, aku mau pulang. Bye." Ucapku sambil mencoba menghentikan tawa kita berdua.
"Eh, pulang sama siapa kamu." Tanya Paul mengikuti langkahku.
"Kepo." Jawabku asal.
"Yaudah kalo sendiri sama aku aja pulangnya." Ucapnya ngawur.
"Siapa yang bilang aku pulang sendiri. Aneh." Kesalku.
"Kan kamu jomblo. Sama siapa lagi coba pulangnya." Ejak Paul sambil ngakak.
"Jomblo teriak jomblo." Sungutku.
"Marah-marah mulu sih dari tadi. PMS ya Ma?" Tanya Paul dengan nada ngeselinnya.
"Kamu sehari aja gak rusuh bisa gak sih. Begah banget aku liatnya." Ucapku makin kesal.
"Nanti kamu kangen lagi kalo gak aku rusuhin." Tengil Paul.
"Kamu mau aku jorokin atau nyebur sendiri?" Ucapku makin emosi.
"Ampun-ampun Bunda Ketua, iya-iya maaf." Ucap Paul sambil mencoba menghindar dari pukulan bertubi-tubiku.
"Eh udah mau pulang Sal, yaudah ayo naik."
Aku dan Paul langsung menghentikan kegiatan kita barusan. Melihat siapa yang berbicara.
"Maksudnya?" Tanya Paul.
"Salah?"
Salah? Oh Tuhan, tenggelamkan aku dalam lautan awan.
༈•*¨*•.¸¸☆*・゚゚・*☆¸¸.•*¨*•༈
Sumpah ga nyangka banget pembacanya sampe angka 10k huhu. Thanks ya guys n maaph banget kalo terlalu terlalu terlaluuu ngaret updatenya. Semoga setelah ini makin rajin yakk akunya.Have a nice day and lways ganbatte all😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
12 Energi Alam ✅
Teen Fiction‼️Just AU‼️ "Bentar bentar bentar, ini maksudnya apa nih. Kok otak kecil dan otak-otak saya tidak mampu mencerna ya." "Otak besar ege, bukan otak-otak." "Ya bener lah otak-otak, kan dikuadratkan." "Lha iya bener juga ya." "M...