Bel pulang sekolah berbunyi. Sesuai dengan perkataan Paul aku segera pergi ke gerbang sekolah untuk menemuinya. Langkahku tergesa-gesa sampai tanpa sadar aku menjatuhkan buku yang ku pegang.
"Bunda ketua ngapain pake buru-buru banget sih jalannya. Jatuh kan bukunya." Saat ku tengok ternyata Neyl yang membantuku berdiri.
"Makasih ya, kamu kenapa belum pulang?" Tanyaku kepadanya.
"Lagi nungguin Bunga ke kamar mandi. Lama banget dia. Bikin podcast sama penghuni sana kali." Gerutu Neyl.
"Ngaco kamu. Yaudah aku lagi buru-buru nih. Duluan ya." Ku langkahkan kaki meninggalkan Neyl yang masih kesal nungguin Bunga. Hahh .. aku harap Novia tak melihat kejadian tadi. Kasian sekali temanku satu ini.
"Paul!" Teriakku ketika melihat dia sudah berada di motornya. Segera ku berlari menghampirinya.
"Mau ngomong apa?" Tanyanya to the point. Aku yang ditanyain begitu malah bingung mau bicara apa. Kenapa dia jadi formal gini sih.
"Kamu kenapa? Marah sama aku?" Tanyaku padanya.
"Enggak tuh." Jawabnya acuh tak acuh.
"Keliatan banget boongnya." Jawabku ikutan kesal sama dia.
"Nah itu tau." Lagi-lagi tuh anak bersikap nyebelin banget.
"Apa lagi kali ini sih Paw, marah-marah mulu deh perasaan." Kesalku padanya.
"Biarin. Hidup-hidup aku, ya suka-suka akulah." Sabar Salma, sabar. Kalo kata bu Marim orang sabar jodohnya pendekar. Allahu Akbar!
"Masalahnya kau marahnya sama aku Pow, kalo sama orang lain suka-suka kaulah." Keluar juga logat Batak ala temanku Novia yang kalo ngomong biasa malah kedengaran kayak orang marah.
Paul gak gubris omonganku. Ia malahan ngedumel sendiri dengan bibir monyong kebawah ala dia. Aku yang sejak tadi udah sabar akhirnya meledak sudah api amarah ini. Ku tabok bibirnya sampai dia terkejut lalu melotot kearah ku.
"Dasar cewek kasar." Omelnya.
"Dasar cowok ambekan." Omelku balik.
Aku dan Paul saling melemparkan tatapan tajam satu sama lain. Hingga tak lama kami berdua tertawa ngakak seperti tidak pernah berantem sebelumnya. Yah, seperti inilah kita. Jadi gak perlu lah berantem lama-lama.
"Dahlah, gak bakat kamu ngambek lama-lama sama aku." Ucapku menyelesaikan tawa dengan susah payah.
"Padahal aku pingin marah sama kamu satu hari lagi, kan jatahnya tiga hari toh. Tapi siapa sih yang kuat liat muka lawakmu itu haha." Paul juga nampak menahan diri untuk berhenti tertawa. Tapi cowok receh ini mana bisa melakukannya. Didepan umum aja sok cool, aslinya mah kocak parah dia.
"Udah setelan pabriknya kek gini dari sononya." Ucapku asal yang menambah keras suara tawanya.
"Udah donk, jadi orang kok lucu terus." Ucap Paul susah payah untuk berhenti.
"Iya-iya maaf, jadi kamu kenapa sih marah-marah dari kemarin." Tanyaku memastikan.
"Kamu punya pacar ya?" Tanyanya dengan muka serius, berbanding terbalik dengan dirinya yang tadi.
"Hah?" Tanyaku tak paham.
"Aku pikir aku temenmu, tapi ada berita sepenting ini tapi kamu malah gak cerita apa-apa sama aku. Yang lebih kesel lagi, aku taunya dari orang yang bahkan belom lama kenal sama kamu." Ucapnya yang membuatku makin tak paham maksudnya.
"Kamu tuh ngomong apa sih Paw, yang pacaran tuh siapa?" Tanyaku lagi.
"Lah bukanya kamu pacaran sama temen sekelasmu?" Tanya Paul ikut bingung.
"Dapat gosip dari mana kamu astaga. Buruan kasih tahu aku. Mau ku masukin tumbler aja biar gak meresahkan." Kesalku.
Mendengar itu Paul terkekeh sambil menggaruk lehernya yang tak gatal. Mungkin dia teringat kejadian masukin tumbler ketika kita ngirim majalah beberapa hari yang lalu. Tiap kita inget itu pasti ketawa terus sih. Lucunya seolah tak lekang oleh waktu.
"Jadi kamu beneran ga punya pacar?" Tanya Paul seduktif.
"Beneran Paw, kalopun ada kamu orang pertama yang pasti bakalan aku kasih tau. Percaya deh." Jawabku jujur.
"Hah yaudah deh kalo kamu udah jujur gini. Maaf ya udah marah-marah." Pintanya memelas.
"Aku gak mau maafin." Ucapku dengan mimik pura-pura ngambek.
"Iya nanti aku beliin novel baru tiga deh." Rayu Paul yang seolah tau apa yang yang aku mau. Tapi aku sama sekali tak menggubrisnya.
"Yaudah tambah apa nih, gua beliin deh." Pasrahnya.
"Kok kamu sekarang gini sih Paw." Tanyaku dengan perasaan agak sedikit kalut.
"Maksudnya?" Bingungnya.
"Gak ada, gak jadi." Ucapku malas memperpanjang masalah.
"Iddih ngomong kok setengah-setengah." Kesalnya.
"Eh iya, siapa yang ngasih tau kamu soal pacar-pacar itu? Kepo aku." Tanyaku mengalihkan perhatian. Cowok yang gampang kedistrak itupun tentu saja langsung beralih menanggapi pertanyaanku.
"Oh itu, Ron-"
"Aku, kenapa?" Tiba-tiba ucapan Paul dipotong seseorang. Tentu saja kita berdua terkejut dan melihat siapa pelakunya. Udah kepo-kepo juga pake diganggu. Kek petir aja suka nyamber-nyamber.
"Nah ini nih orangnya." Ucap Paul sambil menunjuk orangnya.
"Tapi aku gak ada bilang mereka pacaran ya. Aku cuma nanya mereka ada hubungan apa enggak." Sungut Rony gak terima. "Lagian pake peluk-peluk di sekolahan. Siapa sih orang yang gak salah paham." Belanya.
"Nih orang lagi biang keroknya. Napa kamu mulu sih. Kek gak ada orang lain deh yang bikin ulah selain kamu." Omelku pada tuh orang.
"RONY!" Teriak teman satu eskulku memanggil Rony.
"Eh Bung, ada apa? Neyl mana?" Tanya Rony lembut. Beda sekali dengan dia yang barusan ngomel-ngomel kek emak-emak kagak kebagian diskon akhir bulan.
"Tadi kamu buru-buru pergi jadinya handphone kamu ketinggalan deh. Nih. Neyl-nya dipanggil guru tadi." Ucapnya dengan senyum manis.
"Oh oke, thanks ya." Balas Rony.
"Sama-sama, kalian bertiga kok belum pulang?" Tanya Bunga.
"Belum nih, habis rapat Rengasdengklok part 2 dulu tadi." Jawab Paul bercanda.
"Waduh ngeri kali, jangan bilang kalo kalian mau nyulik bapak Presiden dan Wakil Presiden yang sekarang?" Tanya Bunga mengikuti candaan Paul.
"Wah .. wah .. kartu kuning, pinggir jurang, saya gak ikutan." Sautku seolah-olah lepas tangan dari candaan cukup dark tadi.
"Yah gak bisa gitu donk. Kan segala fasilitas rapat dari awal kamu yang nanggung." Ucap Paul gak terima.
"Udah kalian? Udah dramanya? Kalo mau lanjut sekalian ku ikutin di ekskul teater deh. Nanggung banget aktingnya." Kesal Rony yang dari tadi tidak ikut menanggapi candaan kita berdua.
"Ah kamu mah gak asik ih." Jawab Bunga dengan muka betenya.
"Iya nih, gak kompak banget." Ucap Paul setuju dengan jawaban Bunga.
"Yaudah-yaudah silahkan dilanjut deh dramanya, sampai seribu episodepun terserah kalian deh. Aku mau pulang aja." Rony menghela nafas memilih mengalah. Kita bertiga yang melihatnyapun malah ngakak melihat komuk nelangsanya itu.
"Yaudah ati-ati ya Bro, save driver." Ucap Paul yang hanya dijawab oleh acungan jempol saja.
"Eh Ron tunggu." Bunga menarik tangan Rony hingga membuat sang empunya tak jadi melangkah.
"Boleh nebeng gak? Sopir aku gak bisa jemput soalnya." Pinta Bunga memelas.
"Eh?" Jawab Rony bingung sambil melihat ke arahku. Kenapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
12 Energi Alam ✅
Teen Fiction‼️Just AU‼️ "Bentar bentar bentar, ini maksudnya apa nih. Kok otak kecil dan otak-otak saya tidak mampu mencerna ya." "Otak besar ege, bukan otak-otak." "Ya bener lah otak-otak, kan dikuadratkan." "Lha iya bener juga ya." "M...