"Ngawur!"
Entah kenapa begitu banyak orang berfikir kalo aku suka sama Paul maupun sebaliknya. Oh ayolah guys! Kita berdua tuh besty energy, bukan besty couple. Mentang-mentang kita terus barengan jadi banyak yang mikir gitu kali ya.
Ya aku akuin sih kalo dia itu tinggi dan cukup keren. Tapi cuma sebatas itu aja, gak sampe kearah lain. Lagian emang se-enggak boleh itu ya cowok sama cewek berteman? Selagi keduanya oke fun-fun aja toh?
"Ya kan siapa tahu gitu." Kekeh Rony yang terdengar menyebalkan.
"Gak ada kek gitu-gitu." Sungutku.
"Iya-iya maaf. Eh BTW kok bisa punya novel ini kamu?" Tanya Rony sambil mengangkat kembali novel yang tadi dia taroh.
"Ya aku belilah, masa iya terbang sendiri kesini." Ucapku tak habis pikir sama sama pertanyaannya.
"Iya tahu bu bos." Tangannya mencubit pipiku pelan, dasar ngeselin. "Maksud aku tuh alasannya apa gitu loh." Jelasnya.
"Makanya ngomong jangan bertele-tele, to the point gitu loh." Sewotku.
"Yaudah buruan jawab donk." Pintanya tidak sabaran.
"Santai aja donk." Ejekku. "Ya karena aku suka sama penulis Rain D'Prince makanya semua novel karyanya aku beli semua." Jelasku.
"Kenapa bisa suka sama dia? Rain kan kayak angin, ada tapi tak terlihat." Ucap Rony serius.
"Kenapa harus terlihat untuk bisa menenangkan? Toh aku suka karyanya, bukan tampangnya." Jelasku.
"Jadi kalo dia kayak bapak-bapak gak apa-apa nih?" Tanyanya.
"Ya gak ada hubungannya lah. Lagian bukannya semakin misterius seseorang tuh makin menarik ya." Ucapku sambil menaik turunkan alis.
"Gak usah kek gitu, kesel banget aku liatnya." Ucapnya yang ku hadiahi dengan ngakak kenceng. Entak kenapa aku jadi suka bikin dia kesel gini ya.
"Eh bentar-bentar." Ucapku sambil mencoba menghentikan tawaku.
"Kenapa?" Tanyanya bingung.
"Kamu kenapa sewot gitu kalo aku muji-muji Rain D'Prince." Mataku menatap tajam kearahnya. Oh ayolah, jangan membuatku menggiring opini mengerikan itu.
"Nah mulai-mulai. Gak usah ngeselin bisa gak sih." Ia merolingkan matanya kesal.
"Coba besok ke Psikolog deh kamu. Takutnya ada kelainan loh." Ucapku serius.
"Kamu makin hari kenapa makin ngeselin sih Ca." Tangan Rony mengacak-acak rambutku gemas. Akunya makin ngakak ngeliat yang dia kek gini.
"Aku perhatian loh sama kamu. Kok kamunya malah marah-marah." Ejekku disela-sela kegiatannya mengacak rambutku.
"Lebih ke ngatain sih dari pada perhatian." Omelnya.
Rony menghentikan acakannya. Sekarang ia beralih merapikan rambutku ya ia berantakin tadi. Aku sempat menegang dengan apa yang ia lakukan sekarang. Ini beneran Rony nih? Cowok cuek yang tiba-tiba ngasih payung tanpa obrolan apa-apa kemaren? Kok vibesnya sekarang beda ya. Kayak ada manis-manisnya gitu.
"Kamu ngapain sih." Ucap Rony ketika punggung tanganku menyentuh keningnya.
"Harusnya aku yang tanya kenapa. Keknya kamu harus cepet-cepet berobat deh. Nanti kalo perlu ditemenin aku temenin kok." Jelasku dengan mimik muka serius.
"Keknya kamu deh yang harusnya berobat. Dari tadi ngelantur mulu. Udah habis berapa pil hari ini?" Tanyanya mengikuti muka seriusku.
"Mulutnya." Ku geplak palanya yang ngelantur gitu omongannya.
"Nah kan, kesel kan kalo temennya nuduh aneh-aneh. Makanya kalo ngomong jangan aneh-aneh juga." Kekehnya.
"Dahlah, mau ngerjain tugasnya bu Huna aja aku. Sana lanjut lagi baca novelnya."
Ku tinggalkan Rony yang masih ngakak karena aku tak berkutik dengan omongannya barusan. Ngeselin banget tuh cowok satu. Bisa-bisanya seorang Salma diskakmat begini. Awas aja bakalan aku bales nanti.
Waktu terus bergulir. Tugas dari bu Huna sudah selesai aku kerjakan. Membuat narasi adalah keahlian ku. Jadi mau sepanjang apapun yang di minta sama guru favoritku itu, aku bisa mengerjakannya. Bahkan aku bisa melakukannya dalam waktu singkat. Bukan maksud sombong loh ya wkwk. karena udah selesai daripada gabut mending main game aja kali ya.
"Pinjem laptopnya bentar donk." Ucap Rony yang sudah duduk di sofa sebelahku.
"Yahh aku lagi maen game, bentar aku keluarin dulu." Ucapku setengah tak rela karena aku belum menyelesaikan satu level game sama sekali.
"Yaudah gak usah gak usah, gak jadi aja." Ucapnya mendengar nada tak ikhlas dariku.
"Yaudah." Ucapku bodo amat.
"Ehem, kirain bakalan peka." Aku langsung melihatnya dengan tatapan kesal.
"Ya kau bilang gak jadi ya ku pikir gak jadi beneran lah. Makanya gak usah pake kode-kodean segala." Pasrahku melihat tatapannya. Keknya dia beneran kesel deh bukan boongan.
"Ihh ngeselin, orang kayak kaumah pasti gak bakalan bisa diajak pura-pura jadi pacar deh." Dumelnya kek bapak-bapak.
"Ihh kalo pura-pura mah gak papa." Jawabku ngakak menanggapi leluconnya.
"Ga percaya aku." Ucapannya membuatku menghentikan tawaku.
"Ya asal berani bayar gua 10 juta." Ucpku asal.
"Oke." Wajahnya menunjukan keseriusan.
"Tapi syaratnya satu." Aku sebenarnya agak ketar-ketir karena bimbang ini dia ngomong beneran atau lagi ngelucu sih. Kalo beneran tapi ini pembahasannya lucu. Kalo enggak tapi kok mimik wajahnya serius.
"Apaan?" Tanyanya.
"Kalau kamu sampai baper bayarnya jadi dua kali lipat." Ucapku mengajukan syarat yang semakin tidak masuk akal.
"Deal." Jawabnya tanpa basa basi.
"Heh apa-apaan main dal dil dal dil aja." Tanyaku syok dengan jawabannya.
"Loh tadi katanya mau, gimana sih. Dasar omdo." Muka dan nada suaranya menunjukan kalo dia lagi mengejekku. Sial aku benar-benar pingin menenggelamkan tuh orang ke Palung Mariana sekarang juga. Pake ngatain omdo lagi.
"En .. en .. enggak ko, yaudah ayo pura-pura pacaran kalo gitu." Jawabku dengan sedikit terbata-bata.
Yak! Siapapun manusia yang diposisiku sekarang pasti gugup juga kan? Mana ada pacaran pura-pura pake acara taruhan duit segede itu lagi. Kita masih SMA kalo kalian lupa. Dari mana coba dia punya uang sebanyak itu. Gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba aja dia kepikiran kek gitu. Emang antik nih manusia satu
"Oke deal ya." Tangannya terulur untuk menyalamiku. Aku dengan sedikit ragu menerima jabatan tangannya. Aneh! Kenapa badanku rasanya seperti kesetrum ya saat bersentuhan gini.
"Deal." Jawabku.
"Mana nomer rekeningmu?" Tanganku langsung kutarik paksa karena terkejut dengan pertanyaannya itu.
"Buat apa?" Tanyaku takut-takut.
"Ya mau aku transfer lah." Jawabnya acuh tak acuh.
"Yak! Kamu gak seriuskan mau ngasih uang ke aku?" Tanyaku gak percaya.
"Kan itu syarat dari kamu sendiri, gimana sih." Ucapnya dengan muka tengil bin ngeselin.
"Tapi kamu masih SMA Rony, uang 10 juta itu bukan jumlah yang sedikit untuk kita anak SMA. Uang dari mana coba segitu banyak. Minta ke ortu?" Tanyaku tak habis pikir.
"20 juta, bukan 10 juta."
"HAH!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
12 Energi Alam ✅
Teen Fiction‼️Just AU‼️ "Bentar bentar bentar, ini maksudnya apa nih. Kok otak kecil dan otak-otak saya tidak mampu mencerna ya." "Otak besar ege, bukan otak-otak." "Ya bener lah otak-otak, kan dikuadratkan." "Lha iya bener juga ya." "M...