2| OBSESI

2.1K 59 2
                                    

Ranu baru bisa bangkit duduk setelah menghabiskan separuh lebih kantung infus. Rasanya memalukan sekali apalagi sampai merepotkan atasannya hingga harus membawanya ke rumah sakit.

"Nanti saja pulangnya, Perawat bilang harus habiskan satu kantung lagi setidaknya"

Ranu menatap Aira yang duduk santai dengan tangan mengupas buah apel. Ingin mengatakan tidak usah juga takut dianggap terlalu percaya diri kalau apel tersebut dikupas memang untuk diberikan kepadanya.

Lagipula saat bangun memang sudah ada parsel buah berukuran besar diatas nakas samping ranjangnya, mungkin memang benar itu ditujukan untuk dirinya.

"Saya sudah baik Mbak, lagipula jam-jam begini di restaurant pasti sedang sibuk-sibuknya" Ranu tidak melebih-labihkan karena memang mereka mendapatkan booking acara syukuran untuk hari ini.

"Kalaupun kamu pulang, itu ya pulang ke rumah. Siapa yang mengatakan kamu akan kembali bekerja ke restaurant?"

"Eh— maksud Mbak Ai saya dipecat?" Ranu sudah keringat dingin saja membayangkannya. Dirinya perlu banyak uang terutama untuk menebus sawah Bapak yang digadaikannya kemarin.

Sementara itu, tanpa Ranu sadari panggilannya kepada Aira menimbulkan efek yang tidak seharusnya. Ai katanya? Apakah ini semacam panggilan sayang?

Aira bahkan harus bedehm-dehm ringan sebelum melanjutkan. "Saya tidak pecat kamu, tapi saya minta kamu untuk pulang dan beristirahat."

Helaan napas lega Ranu tidak mungkin dilewatkan Aira begitu saja. Pemuda dihadapannya ini benar-benar polos sekali.

"Tapi Mbak, saya benar-benar sudah sehat—"

"Ini perintah dan saya tidak menerima penolakan."

Ranu tampak ingin memprotes tetapi urung. Diam-diam Aira memperhatikannya dalam gemas. Seorang Perawat memasuki ruangan dengan membawa stein dan meminta izin untuk melepas infusan.

"Permisi saya lepas ya Mas"

Ranu mengangguk dan membiarkan sebelah tangannya yang terasa sedikit kebas tersebut untuk ditekan-tekan kecil. Dirinya tidak takut jarum suntik hanya saja ini memang terasa sedikit menyakitkan.

"Apa sangat sakit?" Aira sudah bangkit dari duduknya dan mendekat saat desisan Ranu terdengar

Jarum beserta selang infus tersebut segera dirapihkan Perawat dan Aira mengangguk berterimakasih. Barulah setelah Perawat tersebut meninggalkan ruangan, Aira berdiri disamping bed.

"Masih sakit?" Aira hati-hati menyentuh punggung tangan Ranu yang langsung ditarik pemuda tersebut, "ah... maaf kalau saya lancang"

"Bu—bukan begitu Mbak, saya hanya terkejut tadi. Ini sudah lebih baik sekarang..."

Aira mengulas senyuman lebar sebelum menyerahkan piring apel yang sudah dipotonginya kecil-kecil.

"Buat saya?"

Aira mengangguk masih dengan senyuman lebar yang sama. "Saya kupaskan memang untuk kamu"

Ranu canggung sekali menerima piring tersebut dan meletakannya dipangkuan. Baru akan mencomotnya dan Aira menegur dengan mengulurkan garpu.

"Kamu baru sakit, pakai ini saja"

Ranu menerimanya dengan senyuman canggunh, "terimakasih Mbak Aira"

Kening Aira mengernyit samar, "Aira?"

Gantian Ranu yang memandang bingung.

"Kamu tidak memanggil begitu sebelumnya. Ah... sudah lupakan saja" Aira mengibas sambil lalu

O B S E S I [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang