11|OBSESI

1.4K 48 1
                                    

"Angkat dan hati-hati dengan kepalanya," Aira menginstruksikan agar Ranu yang sudah kehilangan kesadarannya dimasukan kedalam mobil miliknya.

Ranu terkulai dan diposisikan duduk bersandar di jok belakang. Darmawan hanya bersidekap melihat Aira yang tanpa merasa bersalah sama sekali ketika melihat Ranu harus kembali babak belur bahkan hingga pingsan dihajar oleh para anak buahnya.

"Saya akan mengambil alih dia mulai dari sini, urusan kita selesai disini."

Darmawan mengangguk, "saya akan menunggu kabar baiknya."

Supir menyalakan mesin dan Aira bergegas menyusul masuk. Bibirnya yang terpulas lipstik merah cerah tersenyum tipis. Ada perasaan puas yang menyeruak begitu menatap Ranu yang tidak berdaya disisinya. Perlahan ditariknya Ranu untuk bersandar dibahunya.

"Seharusnya kamu nggak menolak aku," gumam Aira sembari mengelus sisi kepala Ranu.

"Bu, apa kita akan mengantarkannya ke rumah baru?" Armand dibalik kemudi melirik back mirror sekilas.

Rumah baru yang Armand maksud adalah rumah yang sudah dipilih oleh Martini. Satu rumah di perumahan terbesar di daerah pertukangan dan sekarang ditempati oleh wanita tamak tersebut.

"Mm... ke rumah saja. Sekalian minta tolong kamu panggilkan Dokter untuk memeriksa Ranu." Tangan Aira menyingkap kaus yang Ranu kenakan dan sedikit mendesis mendapati luka memar besar dibagian perut. Itu pasti sangat sakit, "orang-orang Darmawan benar-benar memanfaatkan untuk bisa memukuli Ranu, ck!"

Tentu saja semua itu atas persetujuan Aira. Bahkan Aira sendiri yang mengusulkan, asalkan tidak melukai wajah maka dirinya tidak akan mempermasalahkannya. Tapi melihat betapa parahnya memar di perut Ranu membuat Aira merasa kesal.

"Apa perlu saya yang membalas untuk memberikan pelajaran pada tikus-tikus itu?"

"Tidak." Ujar Aira setengah hati, "saya sudah membuat kesepakatan dengan juragan itu dan saya tidak mau sampai ada masalah yang menghambat kerja sama ini. Secepatnya, Anum harus menikah."

"Apa Anda yakin mau memberikan Anum ini kepada Mas Janu?" Ada nada sangsi dalam pertanyaan Armand.

Senyum miring Aira terbentuk, "tentu saja. Lihat sejauh mana Anum bisa tahan menghadapi Janu."

"Maksud saya, apa Mas Janu tidak akan menolak? Anum putri juragan Darmawan ini kan hanya gadis kampung biasa. Bukannya sangat berbeda jauh dengan perempuan-perempuan simpanan Mas Janu?"

Justru itu, Aira ingin melihat sejauh apa Anum mampu bertahan. Januar, adik tirinya tersebut bukan hanya terkenal karena membawa nama besar Santoso didalam namanya melainkan juga terkenal akan sikap kasar juga karena hobinya yang gemar sekali mengoleksi wanita-wanita sebagai penghangat ranjangnya.

"Bukankah itu sama artinya dengan mengumpankan Anum kepada Mas Janu? Apakah juragan Darmawan tidak merasa keberatan putrinya akan bernasib begitu menyedihkan setelah benar-benar menikah dengan mas Janu?"

Arman tidak tahu bahwa itulah yang Aira inginkan. Mungkin ini terdengar kejam tetapi akhirnya merasa dirinya melakukan semua ini tidak lain untuk melindungi Ranu. Harus dirinya akui bahwa perasaannya kepada Ranu semakin dalam. Ini nyata dirinya menginginkan Ranu dan benar-benar akan mendapatkannya. Setelah ini tidak akan dirinya biarkan Ranu untuk pergi kemana-mana.

Mobil melaju cepat menuju rumah bernuansa Asri dengan halaman yang begitu luas ditanami pohon di kanan kiri Jalan Setapak menuju halaman rumah. Itu adalah kediaman utama yang selama ini ditinggali oleh Aira. Seorang pelayan menyambut kedatangannya dan Aira segera meminta Arman untuk membantu mengeluarkan Ranu yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri dari dalam mobil.

O B S E S I [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang