.
.
.
.Bougenvile room 01.
Tn. Ranu Hashmi [29 Tahun]Perawat masih membereskan beberapa peralatan medis yang turut di sesuaikan dengan penghuni ruang perawatan tersebut. Tidak lain adalah Ranu, karena pengaturan yang dibuat Bram selain menjadi pasien prioritas kini Ranu bahkan menempati salah satu ruangan dengan fasilitas kelas satu.
"Ini sudah kantung urine yang kedua. Sepertinya pasien buang air kecil cukup banyak setelah dipindahkan." Seorang perawat menguras selang kateter dan mengganti kantung drainase dengan yang baru.
"Maklumi saja, disini ruang perawatan kelas satu. Bahkan Ac yang digunakan saja rasanya berbeda dengan bangsal perawatan biasa."
"Norak, kamu!"
Kali ini mereka lebih berhati-hati. Meski pembicaraannya tetap seputar gosip pasien dengan perlakuan khusus yang tidak lain adalah Ranu, tapi mereka menghindari topik yang membahas Dokter Bram. Kapok mereka. Dan lagi yang terpenting, mereka tetap menjalankan tugasnya dengan teliti dan cekatan.
"Luka di kepalanya tidak terlalu besar sayatannya, tapi kenapa harus dihabiskan semua rambutnya?"
"Itu prosedur."
Tetapi sepertinya rekannya tidak setuju. "Kamu pikir aku tidak tahu kalau itu bagian dari prosedur? Tapi dalam beberapa kasus pembedahan yang kecil, biasanya bagian anestesi memperbolehkan kalau pasien tidak dicukur habis rambutnya."
"Memangnya ada bedanya mau dicukur habis atau tidak? Lagipula untuk satu bulan kedepan sudah bisa dipastikan kalau perawatan lanjutan dan pemulihannya tidak akan membuatnya beraktifitas banyak, kan?"
Memang benar. Dan dalam kurun waktu satu bulan tersebut maka senormalnya rambut Ranu seharusnya sudah kembali tumbuh. Mereka lantas memeriksa bagian perut hingga dada yang kini dipasangi perban elastis demi menekan beberapa cedera ringan akibat tekanan luar. Memastikan tidak ada perekat yang mengendur dan bagian diafragma tetap mendapatkan jarak untuk mengembang.
"Pastikan juga tidak ada rembesan dibagian jahitannya."
Setelah selesai dengan perut dan dada, mereka lalu memeriksa kepala. Bagian paling krusial tersebut dibebat perban cukup tebal. Mereka memeriksa luka jahitan lalu menutupnya kembali setelah memastikan tidak ada rembesan dari luka tersebut.
"Hati-hati dengan ventilatornya, sepertinya pasien cukup sensitif."
Rekannya mengangguk, "benar. Saturasinya juga cenderung turun. Padahal tidak ada luka atau riwayat penyakit pada paru-parunya."
Mereka lantas membuka selimut dan memeriksa kedua kaki Ranu. Semenjak di ruang ICU bahkan hingga dipindahkan keruangan kelas satu ini, kedua kaki Ranu memang selalu dibalut dengan kaus kaki tebal. Kali ini mereka berkesempatan membukanya.
"Menurutmu, apakah ini normal?"
Rekannya mulai memeriksa mulai dari telapak kaki hingga menekan bagian jari-jari kaki Ranu yang pucat dan melayu. "Gejala atrofi otot?"
KAMU SEDANG MEMBACA
O B S E S I [END]
General FictionUpdate sesuka hati ❤ Hanya cerita fiksi dan tolong jangan diambil hati setiap adegannya karena mengandung abusive relationship 😉 Selamat membaca :* ■■■ Ranu Hasmi mencintai Anum yang merupakan kekasih hatinya. Sayangnya, statusnya yang hanya karyaw...