[34] OBSESI

2.1K 75 10
                                    

Bola mata Ranu bergerak-gerak di dalam kelopaknya yang tertutup. Sentuhan kuat Mbok Juju membantu kesadarannya kian meningkat. Dan hal pertama yang dirasakannya adalah—sakit!

Ranu ingin sekali menggeliatkan tubuhnya yang kebas tetapi tidak bisa melakukannya. Kepalanya terasa begitu berat, dua kakinya mati rasa dan dua tangannya tidak memiliki tenaga selain menggetarkan jari-jarinya lemah.

Bau apa ini?

Setelah berusaha menajamkan indra penciumannya diantara kemelut rasa pusing yang mendera, Ranu baru menyadari bahwa tubuhnya sedang dibaluri dengan minyak berbau menyengat. Sepertinya jenis minyak urut.

Panas.

Tubuhnya bahkan terasa mulai licin disentuh karena banyaknya cairan minyak tersebut yang dituangkan. Selanjutnya, sesuatu yang lembut namun memiliki tekanan kuat menyapu pinggul juga paha bagian dalam yang tidak mengenakan apapun. Ranu menggelinjang begitu menyadari tubuhnya telah ditelanjangi. Sedangkan, tidak peduli sekeras apa dirinya mengerahkan seluruh kekuatan untuk menggeliat, tetap tidak terjadi pergerakan yang berarti.

"Kamu masih sangat lemah, jadi nggak perlu memaksakan diri. Ck! Dasar anak ini!"

Itu suara Ibunya. Apa mungkin Ibunya sudah kembali?

Arrggh! Sakit sekali!

Rasanya setiap persendian di tubuhnya menegang karena tekanan yang sangat kuat tersebut. Sangat menyiksa karena dirinya yang tidak berdaya untuk melakukan protes apalagi menghindarinya.

"Astaga, tubuhmu kenapa jadi lemah begini sih! Kerjamu pasti hanya bersantai dan tidur-tiduran selama ini karena dimanja oleh Nak Aira! Keterlaluan! Dasar nggak bisa membaca situasi. Sudah untung Nak Aira nggak protes sama sekali."

Suara tersebut terasa begitu dekat sekaligus jauh. Kesadaran Ranu memang masih timbul tenggelam dan karenanya telinganya menjadi lebih sensitif terutama karena selama beberapa hari ini terus mendengar suara konstan monitor vital.

Ranu mencoba bergerak karena gelombang rasa sakitnya yang sangat menyiksa. Keningnya mengerut-ngerut dalam.

"Jangan keras kepala! Menurut saja, biar tubuhmu menjadi lebih enakan."

Seiring kalimat tersebut, Ranu merasakan ujung-ujung mata dan pelipisnya turut ditekan kuat. Sengatan pusingnya langsung membuat Ranu mual. Bulu matanya bergetar tetapi kekuatannya belum mampu untuk membantunya membuka mata.

Aaaakh! Sakit...

Siapapun... tolong aku!

Belum sempat Ranu menghela napas lega saat tekanannya berkursng, kini gerakan tangan mengurut tersebut berpindah turun pada tubuhnya. Awalnya ringan, tapi gerakan mengurut dibagian dada dan perutnya terasa semakin intens. Ranu memang masih belum tersadar sepenuhnya tetapi sudah bisa merasakan rangsangan sakit.

"Bagus kamu masih belum sadar, jadi Mbok Juju bisa memijat kamu dengan tenang." Suara Martini terdengar lagi, "minyak ini bagus untuk terapi otot-otot yang kejang. Setelah ini kamu harus pipis yang banyak biar perutnya tidak keram."

Sakiiiiit!!

Sakitttt!!

Ranu sedang menjerit dalan batinnya sekarang. Sayangnya suaranya tersebut hanya tertahan di tenggorokannya.

Ranu yakin keningnya sudah berkerut-kerut sekarang. Rasa sakitnya benar-benar membuatnya ingin berteriak. Gerakan mengurut tersebut bahkan mulai menekan-nekan pangkal paha dan lipatan selangkangan. Pinggangnya sedikit diangkat lalu kedua pahanya ditekuk keatas.

Meskipun tidak membuka matanya, Ranu bisa merasakan bahwa kedua kakinya yang melayu kini dalam posisi tergantung seperti gerakan katak. Dan pelintir dibagian perutnya terus diurut turun sampai aliran hangat air seni terasa tersedot keluar.

O B S E S I [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang