Ranu menggeragap. Pengaruh bius yang diberikan kepadanya benar-bener tinggi hingga membuat lelaki tersebut terus mengalami disorientasi. Kesadarannya timbul tenggelam dengan gerakan tubuh yang hanya berupa geliat lemah.
"Saya gantikan pakaiannya ya," perawat Lala mulai melepasi kancing pakaian Ranu. Berhati-hati dalam meloloskan dua lengan dan menarik lepas gaun rumah sakit yang sebelumnya digunakan.
Dua kelopak Ranu yang terasa begitu berat perlahan mengerjap terbuka. Tidak bertahan lama karena hanya dalam beberapa detik harus kembali menutup atau paling tahan membuka dengan nenunjukan bola mata yang menggulir perlahan.
"Sebentar lagi selesai. Ditahan dulu..." Perawat Lala memakaikan piyama baru yang dibawakan oleh salah satu pelayan Aira pada tubuh Ranu. Tidak ada penolakan sama sekali mengingat lelaki tersebut masih dalam keadaan setengah sadar.
"Mmh... Anum..." sejak mendapatkan kembali kesadarannya meski hanya separuh, Ranu sudah berkali-kali menggumamkan nama kekasihnya tersebut.
"Perempuan bernama Anum itu tidak ada disini. Saya sudah mengusirnya pergi."
"Anum... Anum..."
Gerakan mengancingkan piyama Ranu terhenti. Tatapan Lala fokus pada gerakan bibir Ranu yang meski lirih terus saja meracaukan nama perempuan putri juragan kayu tersebut. Sebagai salah satu orang Aira, tentu Lala merasa jengah.
"Kamu ini apa tidak tahu diri? Sudah untung Ibu Aira mau merawat dan membayari semua biaya pengobatan kamu. Sudah begitu masih direpotkan dengan Ibu kamu yang mata duitan itu!" Lala sedikit mengamil jarak dan menuding Ranu dengan gestur berkacak pinggang.
"Anum— mmmpp....." gerakan bibir Ranu terhenti karena Lala yang gemas beralih menekan kedua bibirnya.
"Diam atau saya berikan obat tidurnya lagi!" Sebuah ancaman yang tentu saja tidak akan Ranu pahami dalam keadaan yang setengah sadar tersebut.
Gumaman-gumaman Ranu baru benar-benar terhenti saat suara tersedak pelan terdengar. Dada pemuda tersebut terentak keatas dengan dua lengan lemah menekan-nekan leher. Karena dorongan terkejut, Lala melepaskan tekanannya pada rahang dan bibir Ranu.
Suara batuk terdengar susul menyusul hingga tubuh Ranu bergejolak. Takut disalahkan atas keadaan pasiennya tersebut, Lala berinisiatif untuk mengusapi dada Ranu dengan maksud menenangkannya.
Butuh beberapa menit sampai napas Ranu yang terengah perlahan memelan. Meski masih menyisakan gemetar pelan, Lala memilih menyelimutinya dengan cepat.
"Bu Aira meminta saya untuk memindahkan kamu dari sini. Salahmu sendiri... karena perempuan itu sudah tahu kamu disini, makanya kamu dipindahkan."
Setelah menjelaskan hal yang sebenarnya sama sekali tidak diperlukan itu, Lala menaikan ring pelindung sisi bed pasien. Setelah menguncinya dan memastikan Ranu tidak akan membuat masalah dengan berbaring tenang barulan kuncian bed dilepaskan. Langkahnya terayun pelan dengan bed yang ikut serta didorong keluar. Tidak jauh, hanya berpindah dua lantai diatas lantai yang saat ini ditempati dan Lala tidak membutuhkan bantuan karena bisa mengakses lift pasien.
Baru saja bed dengan Ranu berada diatasnya keluar dari ruangannya, dan sebuah seruan keras menghentikan. "Tunggu!"
"Astaga... perempuan pengacau ini lagi!" Gumam Lala dengan raut jengah.
Seseorang yang menghentikan bed Ranu tersebut adalah Anum. Wanita tersebut berlarian kecil menghampiri dan begitu dekat, dengan cepat memeriksa keadaan Ranu yang hanya menggumam-gumam lemah tanpa arti.
"Mas! Astaga... kamu kenapa?" Anum menarik keluar tangan Ranu dari balik selumutnya. Digenggamnya tangan lemas tersebut dalan remasan pelan. "Kamu kenapa? Bisa dengar suara aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
O B S E S I [END]
General FictionUpdate sesuka hati ❤ Hanya cerita fiksi dan tolong jangan diambil hati setiap adegannya karena mengandung abusive relationship 😉 Selamat membaca :* ■■■ Ranu Hasmi mencintai Anum yang merupakan kekasih hatinya. Sayangnya, statusnya yang hanya karyaw...