"Abang!!! Rem, Bang!!!"
"Nggak bisa, Kal! rem nya blong!"
"HAH?!"
"LONCAT!"
BRUK!
•••
Heran. Satu kata tebal itu yang pertama kali terlintas dalam pikiran Bang Jun. Pasalnya, baru sehari saja ditinggal Bang Marko, sudah banyak kejadian random yang membuat dirinya pusing tujuh keliling.
Pertama, terkait masalah Si Bungsu yang untungnya sudah selesai hingga tuntas.
Kedua, Bang Jun benar-benar dibuat pening dengan kejadian Bang Jendral, Bang Haekal serta Bang Nares yang pulang dari kampus dalam keadaan ---eerrr--- Bang Jun sampai tidak mampu berkata-kata.
Ditambah dengan Bang Jendral yang hanya tersenyum-senyum disaat kedua adiknya saling sahut-sahutan mengeluarkan isi hati mereka.
Di satu sisi, Bang Jun sudah ingin naik pitam, namun, di sisi lainnya, ia merasa kasihan melihat Bang Haekal dan Bang Nares yang pulang ke rumah hanya kelihatan gigi putih dan matanya saja. Belum lagi, bau menyengat dari tubuh mereka menyeruak hingga pangkal hidung.
"Kenapa bisa begini?" tanya Bang Jun, hidungnya kembali mengkerut saking bau nya tubuh mereka.
"Itu, tuh! Bang Jendral nabrak segerombolan bebek orang, untung bebeknya masih hidup. Kalo nggak, udah pasti bakal ganti rugi!" desis Bang Nares.
"Bang Jendral juga yang nyuruh kita loncat dari motor, tapi sendirinya nggak loncat!" timpal Bang Haekal tak kalah menggebu-gebu. Bang Haekal yang biasanya tenang, kali ini ikut terbawa emosi.
"Kalo Abang ikutan loncat, itu bebek-bebek di jalan udah ketiban sama motornya Abang, dan Abang juga nggak nyuruh Nares sama Haekal loncat ke selokan. Tapi, syukurlah, daripada nyium aspal jalanan, kan?" Bang Jendral tertawa lepas dengan tangan yang sibuk membuka sepatu sneakers nya.
Bagaimana Bang Jendral tidak tertawa lepas? Sementara dirinya saja yakin dengan ekspresi kedua adiknya itu yang sudah menahan amukan dibalik wajah mereka yang penuh dengan hitamnya kotoran selokan.
Namun, sebenarnya, Bang Jendral tidak berekspektasi kalau selokan tadi mampu menenggelamkan kedua badan adiknya, sementara Bang Jendral hanya besut sedikit akibat bergesekan dengan aspal jalanan.
Dari ambang pintu, sosok Jaidan dan Cendana telah tertawa lepas melihat kondisi Bang Haekal dan Bang Nares saat ini.
Suara ketawa Cendana yang nyaring membuat rumah mereka paling ramai sendiri.
Ketika kedua Bungsu menertawakan nasib sang Abang, Bang Jun sudah berkali-kali menarik napas pendeknya.
Andaikan Bang Marko lama di Bandung, Bang Jun meyakini dirinya akan gila sendiri.
🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang 7 Anak Bapak [Sudah Terbit]
Fanfiction[Buku tersedia di shopee Galeriteorikata, Chocovan, dan Sale Novel] Kata Bang Marko, jadi anak bungsu di keluarga Bapak Winarto dan Ibu Winarti adalah salah satu keinginan terbesar para abang. Maka dari itu, Jaidan selaku anak bungsu disuruh banyak...