[13] Malam tragis

3.3K 390 31
                                    

Aku saranin baca part ini sambil putar lagu ini deh👇

🔊Sherina Munaf - Simfoni Hitam

🌱Selamat membaca 🌱

🌱Selamat membaca 🌱

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🥀

Hujan lebat melanda kawasan Sudirman Jakarta tepat pukul 01.00 tengah malam. Keempat laki-laki dari anak Bapak Winarto dan Ibu Winarti yang berada di rumah, menatap penuh harap ke arah luar jendela.

Ponsel Bang Marko tertinggal di meja makan akibat terburu-buru ingin membawa Cendana ke klinik, begitu pula dengan ponsel Bang Jendral yang tengah menyantol di kabel charger samping televisi ruang utama. Tidak ada satupun dari keduanya yang membawa ponsel, itu sebabnya, keempat laki-laki di sana merasa khawatir akan ketiga anggota keluarga lainnya yang berada di luar rumah.

"Hujannya makin deres, Bang." tutur Jaidan yang menatap jendela luar sebelum kemudian bergantian menatap ketiga Abangnya.

"Bang Jendral bawa jas hujan, nggak, ya?" timpal Bang Nares setelahnya.

"Mereka nginep di klinik, mungkin. Kayaknya nggak bakal juga nerobos hujan tengah malam begini." ujar Bang Haekal pada kedua adiknya seraya bergerak menutup kembali gorden rumah yang dibuka.

"Yakin, Bang? Tau sendiri Bang Jendral orangnya nekat."

"Kan ada Bang Marko, santai aja." ucap Bang Haekal kembali, sebelum matanya beralih pada Bang Jun yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya.

"Tidur, Bang Jun. Badan Abang udah capek seharian."

Bang Jun melirik pada Bang Haekal dan kedua adiknya yang lain.

"Haekal, Nares, sama Jaidan tidur duluan aja. Jangan lupa baca doa."

Bang Haekal, Bang Nares, dan Jaidan lantas saling bertukar pandang.

"Abang besok ada kelas pagi, siangnya ke cafe, Abang mau tidur jam berapa?" Bang Haekal kembali mengangkat suara.

"Abang nggak bisa tenang kalo Bang Marko, Jendral, sama Cendana belum sampai di rumah." tutur Bang Jun, tatapan khawatir itu terpancar jelas ditambah gerak-gerik Bang Jun yang terlihat gusar.

"Kalau gitu, Jaidan temenin, ya, Bang."

Kalimat si Bungsu mendapat gelengan cepat dari Bang Jun. Dahinya mengkerut tanda ia tidak setuju.

"Nggak usah, Jaidan." tolak Bang Jun.

"Tapi, Bang.."

Isyarat gelengan pelan dari Bang Nares membuat kalimat si Bungsu terjeda.

"Jangan begadang sampai subuh ya, Bang." pungkas Bang Nares sebelum kemudian membawa si Bungsu ke dalam kamar.

Bang Jun menatap punggung kedua adiknya yang mulai menjauh, hingga pandangannya kini jatuh pada Bang Haekal yang rupanya masih berdiri di tempat.

Tentang 7 Anak Bapak [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang