[29] Bagai tulang yang rapuh

3K 359 39
                                    


Begini, Diana..." kalimat Dokter Jeff menggantung membuat sang Adik menoleh hingga sepasang mata itu akhirnya beradu tatap.

"Kenapa, Kak?"

"Obat yang Haekal minum bukan tujuan menyembuhkan, dia cuma membantu memperpanjang jangka hidup penderitanya. Gue yakin suatu saat Haekal pasti bakal jenuh juga sama obatnya dan memilih berhenti buat minum." tutur Dokter Jeff, ada rasa berat di hati begitu kalimatnya lolos dari bibir.

Diana mengeratkan jemarinya pada gagang cangkir. Pandangan matanya kini bergulir lurus ke depan memandang hamparan awan.

Ada banyak pikiran dalam kepalanya, bukan hanya sekadar tentang kesembuhan Haekal, malam tadi ia memimpikan sosok Marko yang membuatnya menangis bahkan saat dirinya sudah terbangun.

🍂

"Kak Jeff, aku boleh izin ketemu sama Haekal nggak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak Jeff, aku boleh izin ketemu sama Haekal nggak?"

Setelah bermenit-menit Kakak-Beradik itu sibuk dengan isi pikiran masing-masing, akhirnya Diana membuat satu keputusan yang telah ia pikirkan matang-matang.

"Kenapa? mau coba bujuk Haekal soal operasi?"

Diana mengangguk mantap.

"Tapi semua keputusan ada di Haekal, ya. Jangan sampai mentalnya tertekan karena dorongan, itu cuma bisa memperburuk keadaan." ungkap Dokter Jeff pada Sang Adik yang langsung beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan dirinya yang menghela napas berat sambil menyesap kembali teh yang sudah berubah dingin.

Dia tahu, Adiknya tidak akan gegabah, jadi ia membiarkannya.

•••

Seseorang tampak membuka pintu dengan perlahan. Mengintip sedikit pada sang empu yang tampak sibuk melakukan sesuatu. Tarikan napas dalam ia ambil sebelum membawa langkah kaki untuk masuk.

"Haekal?"

Mendengar namanya terpanggil, sang empu yang tengah sibuk melipat kertas itu menghentikan kegiatannya.

"Eh, Dokter Diana? Kenapa, Dok?"

"Lagi ngapain?" tanya Diana dengan suara yang amat ramah di dengar telinga, tak terlepas pula senyuman hangat yang terukir di wajah cantiknya seraya membawa kakinya melangkah semakin dekat.

"Nggak lagi ngapain-ngapain, sih, Dok." ujarnya.

"Terus, itu apa?" tunjuk Diana pada kertas origami warna-warni di atas meja.

Tentang 7 Anak Bapak [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang