[33] Mereka Yang Bertahan Tanpa Menyerah

1.1K 145 3
                                    

Dorongan pintu dari luar mengalihkan seluruh atensi ketiganya. Sosok itu basah kuyup dengan tubuh menggigil kedinginan. Demi Tuhan, bibirnya bahkan sudah pucat.

Dirga yang sadar lebih dulu lantas datang menghampiri. Ia tidak sepikun itu untuk melupakan wajah seseorang hanya dalam hitungan jam. Jelas Dirga sangat mengenali wajah laki-laki ini.

"Jendral!?"

"B-bang Dirga, b-betul?"

-------------

Secangkir minuman hangat tersuguhi di atas meja, kepulan uap mengudara bersama aroma khas coklat panas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Secangkir minuman hangat tersuguhi di atas meja, kepulan uap mengudara bersama aroma khas coklat panas. Kemejanya yang basah telah berganti dengan kaos hitam polos dan celana training panjang berwarna abu-abu.

Dirga sang pemilik cafe duduk bersebrangan dengan Jendral, ia mendengarkan dengan seksama tentang alasan kedatangan sang empu sore ini. Hujan masih setia mengguyur tanah yang telah basah, alunan instrumental Golden Hour diputar oleh Luke di dalam cafe memberikan kesan tenang namun dramatis.

Kedua laki-laki yang jarak usianya berbeda jauh itu terlihat serius dalam bertukar pembicaraan, beberapa pertanyaan dilontarkan oleh Dirga terkait ketersediaan Jendral untuk mengisi kekosongan posisi Bang Jun.

"Sebelumnya lo pernah nyoba jadi barista?"

"Belum pernah, Bang."

"Sebenernya gue lagi nyari tambahan barista buat ngisi posisi Juna, kalo belajar, mau nggak?"

"Mau, Bang."

"Nah, cakeeep. si Juna juga dulu belajar ko, sebelum dia berhasil jadi barista idaman pelanggan." kekeh Dirga.

"Oh, iya, Jendral. Sebetulnya di sini pegawai tetap nggak banyak, cuma ada 5 orang, 3 barista tetap dan 2 kasir tetap. Selebihnya part-time, termasuk Juna." tutur Dirga.

Jendral mengangguk paham.

"Nanti lo punya 3 partner yang bisa ngajarin lo, yang pertama namanya Luke, yang kedua namanya Dery, yang ketiga namanya Dejun."

"Kalo kasir ada Bang Tio, sama Bang Bulan. Seiring waktu gue yakin lo bisa berbaur sama mereka semua. Jangan khawatir, ya." pungkas Dirga.

Jendral meremat tangannya di bawah meja, ada satu hal lain yang ingin ia tanyakan. Tapi, ia takut tak pantas menanyakan hal ini.

"Bang, maaf sebelumnya..."

"Terkait kostan khusus pegawai, apa boleh saya bawa adik-adik saya tinggal di sana?"

•••

"Selamat sore, dengan saudara Nares, betul?" sapa sang Dokter dengan senyum paling ramah.

Tentang 7 Anak Bapak [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang