[11] Sekuat, sesakit

4.2K 445 44
                                    

Seusai kalimat Bang Marko di meja makan, hening kembali melanda. Untuk sekadar berdeham saja rasanya canggung. Biasanya, dulu, ketika Bapak dan Ibu masih ada, mereka diminta selesaikan masalah detik itu juga tanpa beranjak dari duduk hingga benar-benar tuntas agar tidak meninggalkan penyakit hati pada putra-putranya.

Namun, jauh dari lubuk hati Bang Marko sendiri memiliki sebuah ketakutan terbesar dalam dirinya, rasa takut akan dirinya yang menyesal di kemudian hari karena tidak mampu mendidik dan menjaga adik-adiknya sebaik Bapak. Andai dirinya ini egois, mungkin pilihan Bang Marko menyusul Ibu dan Bapak sudah terlaksana sejak dulu. Sejak kedua sosok berharga dalam hidupnya itu ditimbun di dalam tanah dan hanya meninggalkan jejak kenangan masa kecil dalam album hitam putih yang mereka punya.

Sampai detik ini, keberadaan enam adiknya itulah alasan Bang Marko tetap bertahan.

🍂

Dinginnya angin malam menyelinap masuk dari sela-sela ventilasi udara ruang televisi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dinginnya angin malam menyelinap masuk dari sela-sela ventilasi udara ruang televisi. Bang Jendral bangkit dari posisi berbaring nya bersama dengan Bang Jun yang kembali membuka mata karena pergerakan Bang Jendral yang tiba-tiba, ditambah, dirinya yang memang belum sepenuhnya mengantuk.

"Mau kemana, Jen?" tanya Bang Jun samar-samar.

"Mau ngerokok sambil gitaran di atap."

Bang Jun dengan perlahan mengedarkan pandangannya, menatap sayup pada Bang Marko dan Bang Nares yang tertidur pulas.

"Abang ikut, Jen."

•••

Disinilah keduanya sekarang, menatap langit malam di bawah sinar rembulan.

Kepulan asap rokok milik Bang Jendral berterbangan bersama kunang-kunang yang entah mengapa hadir ditengah-tengah mereka. Padahal, kemunculan serangga tersebut termasuk hal jarang, bahkan, hampir tidak pernah terlihat lagi.

Bang Jun menyandarkan punggungnya di kursi kayu tanpa terganggu dengan kepulan asap Bang Jendral yang terus-menerus dihembuskan.

"Abang nggak marah liat Jendral ngerokok kayak gini?" pertanyaan Bang Jendral mengundang kekehan pelan dari Bang Jun.

"Kalo Abang bilang, Abang marah karena Jendral ngerokok, emang Jendral bisa berhenti dari benda ber-nikotin itu?"

"Nggak."

Bang Jun tersenyum tipis, saking tipisnya sampai tidak terlihat.

Tentang 7 Anak Bapak [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang