"Mau minum, Jen?" Anjani menyodorkan sebotol air pada Bang Jendral yang duduk di pinggir lapangan, buliran keringatnya bercucuran mengundang usapan lembut dari handuk kecil yang terlampir di lehernya.
"Makasih." Bang Jendral menerimanya dan meneguknya habis air itu dalam satu kali tarikan napas.
"Sini, duduk di sebelah aku." Tepukan kecil Bang Jendral berikan di sebelah kanannya yang kosong, mengintruksikan Anjani untuk duduk menemaninya.
Terik matahari menjelang pukul 3 sore menerpa tepat di wajah mereka, Anjani yang duduk di sebelah Bang Jendral sedikit menyipitkan matanya akibat pantulan langsung dari cahaya panas itu, hingga sebuah bayangan hitam yang berasal dari telapak tangan besar milik Bang Jendral berhasil menghalau sinarnya agar tidak menyapa langsung wajah 'perempuannya'.
Akibat interaksi kecil di sana, mereka menjadi sorotan pemain lain yang juga beristirahat di pinggir lapangan. Bisik-bisik tetangga pun mulai terdengar, meski tidak seheboh suara anak-anak Bapak Winarto dan Ibu Winarti saat mereka dangdutan di rumah.
"Bener-bener ye, dunia berasa milik berdua, lah kita yang ngontrak bisa apa, Res?"
"Bisa gile, Bang."
"Berisik banget." ketus Bang Jendral pada kedua adiknya yang muncul bak Jailangkung -datang tak diundang, pulang tak diantar-.
Anjani terkekeh pelan, sebelum kemudian dia bangkit dari duduknya.
"Aku pamit pulang duluan, ya, Jen, soalnya Baba minta dibeliin nasi padang sepulang ngampus, takut keburu nutup."
"Yah, ko, cepet banget Kak Anjani udah mau pulang aja, padahal Nares mau ngajakin nongkrong dulu di warung belakang."
"Mau nanya-nanya soal Jasmine ya?" tembak Anjani tepat sasaran.
"Jangan sebut nama atuh, Kak, Nares kan malu jadinya." Bang Nares tersenyum sipu membuat kedua Abangnya menatap ngeri.
"Udah nggak waras si Nares." celetuk Bang Jendral.
"Sama kayak Bang Jen, bibit-bibit budak cinta." saut Bang Haekal.
"Ngaca, Kal, apa perlu Abang teleponin Kala buat pinjemin kaca?"
Bang Haekal menggembungkan kedua pipinya. Mati kutu, dia.
Anjani hanya bisa nimbrung dengan tertawa kecil. Sebenarnya, Anjani belum mengenal jauh tentang adik-adiknya Jendral, tapi ada beberapa informasi yang Anjani tau tentang mereka, dan itu berasal dari bibirnya Jendral sendiri yang entah mengapa semudah itu menceritakan segala kehidupan keluarganya pada dirinya yang jelas-jelas bukan siapa-siapanya Jendral. Tapi Anjani suka, ia merasa dipercaya karena Jendral memberikan kepercayaan itu padanya. Selain dari sisi itupun, Anjani merasa bahwa Jendral ini hidupnya penuh warna karena kerandoman keluarganya yang sering ia dengar dari cerita Jendral, dibandingkan dirinya yang hanya memiliki Baba seorang, kadangkala pun ia nggak bisa berbohong kalau dirinya pernah merasa kesepian sebelum ia mengenal sosok Jendral.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang 7 Anak Bapak [Sudah Terbit]
Fanfiction[Buku tersedia di shopee Galeriteorikata, Chocovan, dan Sale Novel] Kata Bang Marko, jadi anak bungsu di keluarga Bapak Winarto dan Ibu Winarti adalah salah satu keinginan terbesar para abang. Maka dari itu, Jaidan selaku anak bungsu disuruh banyak...