Kedai Ramen milik Paman Teuchi memang masih menjadi tempat favorit bagi para nakama untuk berkumpul bersama. Kali ini Yamanaka Ino yang sengaja mengumpulkan rekan satu angkatan mereka untuk merayakan pertunangan Naruto dan Sakura.
Suasana bahagia kian menyelimuti kedai yang siang itu secara khusus disewa. Beberapa guru pun hadir di sana untuk ikut merasakan langsung kebahagiaan mantan murid mereka.
"Tidak aku sangka, kau mau juga menerima Naruto!"
"Kalian pasangan serasi!"
"Aku tidak sabar ingin segera melihat kalian menikah!"
Dan masih banyak kalimat lain yang menggambarkan betapa sempurnanya kedua pasangan tersebut.
"Kau baik-baik saja?"
Tenten melirik pada Lee yang duduk di sebelahnya. Gadis itu menghembuskan napas kasar.
"Tenten?"
Tenten hanya mengangkat bahu. Pupil karamel itu kembali awas melihat bergantian pada Naruto dan Sakura yang tidak pernah menyudahi senyuman mereka.
"Cih!"
Kriet!
Suara kursi kayu yang berdenyit keras karena pemiliknya berdiri dengan kasar terdengar, pun beberapa perhatian mulai terarah pada Tenten yang hari itu membiarkan rambut coklatnya tergerai.
"Tenten! jangan lakukan hal bodoh"
Tenten menepis kasar tangan Lee yang mencoba menarik lengannya.
"Cukup Lee! aku muak berpura-pura--"
Suara riuh seketika berubah hening.
Tatapan tajam Tenten yang tertuju untuk Naruto dan Sakura membuat siapapun yang berada di sana tanpa sadar menelan ludahnya.
"T-Tenten, ada apa?" Ino mencoba menenangkan. Gadis pirang itu meninggalkan kursi dan menghampiri Tenten yang duduk di depannya. "Kau tidak apa-apa?" Ino mencoba merangkul Tenten.
Kedua tangan Tenten mengepal, tubuhnya mulai gemetar.
"Kau sakit?"
Tenten menggeleng tegas, sebelum menyingkirkan tangan Ino dari pundaknya.
"Aku tidak sakit. Tapi aku muak! aku muak dengan ini semua. Terutama dengan kalian berdua!"
Tenten menunjuk Naruto dan Sakura yang telah sejak tadi beranjak dari kursinya.
"Apa yang kami lakukan?"
Naruto bertanya dengan kening mengernyit.
"Tenten sudahlah!"
Tenten tersenyum sinis. Tidak menggubris kalimat Lee, ia pun menjawab pertanyaan Naruto. "Apa yang kalian lakukan, hah?"
"Kalian tidak sadar dengan apa yang kalian lakukan?"lanjutnya geram.
"Tenten tenangkan dirimu." Lee yang memang mengetahui maksud Tenten, berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan sahabatnya.
"Kalian menyakiti Hinata! kalian bertingkah seolah Hinata tidak ada!"
Tenten melihat wajah Naruto dan Sakura terkesiap. Detik selanjutnya, Sakura malah terlihat menundukkan wajahnya.
Tenten merasa marah karena kebanyakan dari mereka berpikir jika Hinata pergi meninggalkan Konoha untuk misi yang diberikan Kakashi adalah karena menghindari status sebagai bunke. Satu minggu sudah, sejak kepergian Hinata, Tenten terus mendengar mereka mengasihani Hinata yang tidak dipilih sebagai calon ketua klan.
Padahal alasan utamanya bukan itu.
"Sejak dulu, Hinata hanya menghabiskan waktunya untuk memerhatikanmu, mendukungmu, melindungimu!"
Tenten mengeram, menahan emosinya yang membuncah. Dalam pandangannya yang tajam, ia melihat wajah Naruto berubah pasi.
"Di saat orang lain tidak memerhatikanmu, hanya Hinata yang melakukannya!"
Naruto membola, bayangan wajah Hinata saat kecil, remaja dan terakhir kali di malam saat dirinya melamar Sakura, memenuhi indera penglihatannya.
"Hinata rela mengorbankan nyawa demi untuk menyelamatkanmu!"
Bagai ditarik paksa, Naruto berada lagi di waktu saat ia hampir kalah melawan Pein.
"Aku tidak takut mati karena melawannya, semua ini aku lakukan karena aku mencintaimu, Naruto-kun!"
Hinata mencintainya?
Cinta?
Deg!
"Neji bahkan rela mati untuk melindungi Hinata yang malah melindungimu!"
Naruto memang bukan orang yang peka. Dulu, ia bahkan tidak bisa membedakan rasa suka antara makanan dengan seorang gadis. Yang Naruto tahu, seumur hidupnya hanya mencoba mencari perhatian Sakura yang terus menerus mengabaikannya demi untuk mengejar Sasuke.
Tenten mulai terisak, suasana canggung meliputi ruang kedai yang tidak seberapa besar. Sebagian ada yang pura-pura sibuk mengaduk minumannya atau memainkan makanannya, namun mereka tetap mendengarkan.
"Tenten, a-aku..."
Tenten membuat tanda stop dengan kedua tangannya untuk menahan Naruto melanjutkan kalimatnya.
"Aku tidak akan memaafkan kalian berdua!"
Setelahnya, Tenten memutuskan untuk pergi dari sana dengan rasa lega yang luar biasa, karena telah mencurahkan emosinya. Tanpa ia sadari, jika apa yang telah ia lakukan nyatanya mampu membuat satu bagian hati Naruto yang berisi kenangan tentang Hinata kembali menyeruak.
.
.
.
-tbc-thankiss ♥

KAMU SEDANG MEMBACA
Unintended
FanfictionSetelah perang dunia ninja usai, Hinata memilih pergi dari Konoha. Alih-alih demi sebuah misi, Hinata hanya sedang berusaha membuat jarak untuk mengobati hatinya yang retak. Dalam perjalanan ia menemukan banyak hal tak terduga ... mampu merasakan ci...